Anya tidak menyangka bahwa hidupnya suatu saat akan menghadapi masa-masa sulit. Dikhianati oleh tunangannya di saat ia membutuhkan pertolongan. Karena keadaan yang mendesak ia menyetujui nikah kontrak dengan seorang pria asing.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Japraris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 30
"Arga, bisakah kau mengantarku pulang ke rumahku? Aku ingin beristirahat di sana. Aku tidak ingin pulang dalam keadaan seperti ini. Kinan akan khawatir." Suara Anya masih bergetar.
"Aku akan membawamu ke hotel terdekat. Jika kau ingin pulang, tak perlu mencari taksi. Aku akan kembali ke kantor," Arga menawarkan solusi praktis.
"Baiklah," Anya setuju, "Tapi bolehkah aku meminjam ponselmu? Aku ingin memberi tahu Kinan bahwa aku sedang sibuk agar dia tidak menungguku dengan cemas."
Arga menyerahkan ponselnya.
"Siapa yang bisa ku hubungi?"
"Telepon rumah. Kau akan terhubung dengan Bibi," jawab Arga.
Anya menyalakan ponsel Arga. Ia terkejut. Pria sekeren Arga, yang menyimpan banyak rahasia, ternyata tak menggunakan kata sandi! Kejutannya berlipat ganda saat layar menampilkan fotonya sebagai wallpaper.
Anya melirik Arga. Ia tak tahu kapan Arga mengambilnya, tapi dari pakaiannya, itu foto diambil saat ia masih menjadi istri rahasia Arga. Apakah dia se-spesial itu baginya? Haru dan heran bercampur aduk dalam hatinya.
"Mengapa harus foto ini? Apa gak bisa mengambil foto yang lebih bagus? Apakah baju ini masih tersimpan rapi di kamar utama? Ah, aku ternyata secantik ini saat tidur," gumamnya dalam hati, menatap foto itu.
Anya menghubungi rumah Arga.
"Halo, ini Bibi Suryani. Dengan siapa saya berbicara?"
"Bibi, aku Anya."
"Oh, Nyonya. Ada apa, Nyonya?"
"Bibi, Kinan ada bersamamu? Aku ingin bicara dengannya."
"Ya Nyonya. Ini dia," Bibi Suryani menghubungkan Anya dengan Kinan.
"Mama," suara Kinan terdengar lembut. "Mama masih di rumah sakit? Apa Om Arga bersikap baik pada Mama?"
Anya terdiam. Kinan mengira Arga membawanya ke rumah sakit.
"Iya, Sayang, Mama bersama Om Arga. Maaf, Mama pergi tanpa memberitahumu. Mama mungkin agak telat untuk pulang. Kamu tetap bersama Bibi ya."
"Perut Mama masih sakit?" tanya Kinan polos.
"Iya, Sayang. Tetap bersama Bibi ya, tidak apa-apa?"
"Iya, Mama," jawab Kinan.
"Jangan menyusahkan Bibi. Dengar kata Bibi ya," pesan Anya.
"Iya, Mama."
Panggilan berakhir. Anya mengembalikan ponsel Arga. Mobil berhenti di depan hotel. Arga mengantar Anya sampai ke kamarnya.
Ponsel Arga berdering.
"Pergilah jika ada urusan. Aku baik-baik saja," kata Anya.
"Ya. Istirahatlah. Akan ada yang mengirimkan ponsel dan pakaian untukmu." Arga mencium kening Anya, lalu pergi.
... ----------------...
Di kantor Arga.
"Tuan," sapa Rangga.
"Semua terkendali?" tanya Arga.
"Ya, Tuan. Tuan Leo Smit telah tiba di kota," lapor Rangga.
"Bagus. Sebarkan rumor bahwa perusahaan desain LN, yang dipimpin Anya Leonardo, bersaing ketat dengan LS dalam memperebutkan desain pembangunan klub baru milik Danendra di pusat kota," perintah Arga, memulai rencananya.
"Baik, Tuan."
"Suruh Susi mengambil ponsel Anya di rumah, dan belikan makanan serta pakaian untuknya. Antar ke Hotel Nirwana, kamar 1516."
"Baik, Tuan."
"Satu lagi, karena kerja kerasmu menyelidiki paman Anya, gajimu ku naikan tiga kali lipat!" puji Arga pada Rangga.
"Wah, terima kasih, Bos! Bos terbaik!" seru Rangga girang.
Rangga bergegas melaksanakan perintah Arga. Ponsel Arga berdering, dari Friska, putri Tuan Joseph.
"Ada apa?" tanya Arga dingin.
"Aku menunggumu di Kafe Green, meja VIP," jawab Friska.
Arga hanya bergumam, "Hmm," lalu pergi menemui Friska.
Arga memasuki kafe. Semua mata tertuju padanya, tapi Arga mengabaikannya. Arga melihat Friska tampak cantik dan seksi. Dua gelas anggur telah tersedia di atas meja.
"Kau semakin tampan, Arga," puji Friska.
Arga menjawab datar, "Kau juga tampak cantik dan berenergi hari ini."
"Duduklah. Ini anggur 1876, kubawa dari London," kata Friska, menunjuk anggur itu.
Arga duduk.
"Mengapa kau tak datang ke pesta Ayahku? Aku menunggumu loh," keluh Friska.
"Aku ada urusan," jawab Arga singkat, menatap gelasnya.
"Sebagai gantinya, hari ini kau harus menemani aku sampai puas," kata Friska, menyatakan niatnya.
Arga tersenyum tipis, membuat Friska semakin tergoda.
...----------------...
Susi mengantarkan ponsel, pakaian, dan makan siang ke hotel. Ia masuk ke kamar nomor 1516, sesuai perintah Rangga. Ia melihat seorang wanita tertidur pulas. Ia meletakkan barang-barang itu di atas meja tanpa suara dan pergi.
Susi kembali ke kantor. Ketika melihat seorang anak perempuan di rumah Tuan Arga membuatnya penasaran. Apalagi wajah anak tersebut mirip Tuan Arga. Susi menemui Rangga dengan wajah penasaran yang tinggi.
"Rangga."
"Ada apa?" tanya Rangga.
"Kau tahu ada anak di rumah Tuan Arga?" tanya Susi.
"Ya," jawab Rangga singkat.
"Apa? Kenapa kau tak memberitahuku?" Susi heran.
"Untuk apa?" Rangga tak pernah berbagi informasi pribadi Arga dengan Susi meski Susi adalah pacarnya.
"Kau tahu itu anak Tuan Arga dengan siapa?" Susi ingin tahu lebih banyak.
"Kau tahu, semakin kau menggali informasi tentang Tuan Arga, umurmu akan semakin pendek?" Rangga mengingatkan Susi.
Susi terdiam sesaat, lalu bertanya lagi, "Wanita yang dipesan kamar hotel oleh Tuan Arga siapa? Mengapa ponselnya ada di rumah Tuan Arga?"
"Berhentilah menggali informasi. Kerja atau gajimu ku potong!" Rangga tegas.
"Potong saja, toh aku masih memegang kartu atas namamu. Kau potong gajiku, aku tarik ganti rugi dua kali lipat darimu!" tantang Susi.
Ponsel Rangga berdering. Dari Arga. Susi buru-buru keluar.
"Begitu takut dengan Tuan Arga malah menggali informasi tentangnya?" gumam Rangga.
"Ya, Tuan?"
"Susi sudah mengantarkan makanan untuk Anya?" tanya Arga.
"Sudah, Tuan," jawab Rangga.
Rangga terdiam mendengar suara wanita lain memanggil Arga dengan lembut. Ia yakin itu bukan Anya.
"Malam ini aku tidak pulang. Pastikan Anya pulang ke rumah dengan selamat," perintah Arga.
"Baik, Tuan."
Telepon tertutup.
"Tuan sangat suka bermain api," gumam Rangga menggelengkan kepala.
...----------------...
Matahari sore menyinari wajah Anya yang baru terbangun. Di kamar hotel mewah itu, ia merasa tenang, bahkan nyaman. Ia melihat ponselnya, pakaian baru, dan kotak makanan yang masih utuh tergeletak di meja samping tempat tidur – bukti nyata perhatian yang tak pernah ia rasakan lagi setelah bercerai dengan Arga.
Ia tersenyum, mengingat sentuhan lembut Arga di keningnya tadi pagi. Kasih sayang yang terpancar dari gerakan itu terasa begitu nyata.
"Benarkah dia mencintaiku? Atau hanya ingin aku kembali menjadi istri yang penurut? Atau ini demi Kinan?" Pertanyaan itu menggema di benak Anya.
Setelah menghabiskan makanan yang disediakan, Anya pergi mandi dan berganti pakaian. Lalu dia keluar dari kamar. Setelah mengembalikan kunci kamar kepada resepsionis, ia melangkah keluar, hatinya terasa ringan. Ia berjalan kaki menuju rumah Arga, namun terlebih dahulu ia mampir ke supermarket untuk membeli es krim kesayangan Kinan.
Setelah membeli es krim, Anya teringat akan kebaikan Arga. Rasa syukur memenuhi hatinya. Ia pun menambahkan beberapa bahan makanan ke keranjang belanjaannya—bahan-bahan untuk memasak menu favorit Arga, sebagai ungkapan terima kasihnya.
Rangga, setelah memastikan Anya memasuki rumah dengan selamat, diam-diam pergi. Tugasnya telah selesai.
Anya pulang dengan hati gembira. Begitu masuk rumah, suara riang Kinan menyambutnya.
“Mama sudah sembuh?” tanya Kinan, matanya berbinar.
“Sudah, Sayang. Hmm… anak Mama harum sekali,” jawab Anya, memeluk Kinan erat.
“Iya dong, Kinan sudah mandi sama Bibi,” jawab Kinan dengan bangga.
“Mau bantu Mama masak?” tanya Anya.
“Mau!” jawab Kinan antusias.
Anya dan Kinan menuju dapur. Bibi Suryani hanya tersenyum, mengamati interaksi hangat ibu dan anak itu. Ia membiarkan Nyonya muda beraktivitas sesuka hatinya.
Setelah semua masakan siap, Anya dan Kinan menata hidangan di meja makan. Waktu makan malam hampir tiba, namun Arga belum juga pulang. Kinan mulai rewel.
“Mama, Kinan lapar,” rengek Kinan.
“Baiklah, Mama suapi Kinan. Kinan mau makan apa?” tanya Anya lembut.
“Kinan mau udang goreng ini, sama sup iga sapi!” pinta Kinan.
Anya menyendok makanan untuk Kinan lalu menyuapinya. Setelah Kinan selesai makan, ia pergi ke kamarnya bersama Bibi Suryani.
Anya memperhatikan jam dinding. Waktu menunjukkan pukul 20.45. Hampir pukul sembilan malam, namun Arga belum juga pulang. Rasa khawatir mulai mengusik hatinya. Ia mengirimkan pesan kepada Arga:
"Makanan hampir dingin. Mengapa kamu belum pulang?"
Pesan itu hanya terbaca satu tanda centang. Anya merasa gelisah. Ia lalu mengirim pesan kepada Rangga:
"Kamu bersama Arga? Apa kalian kerja lembur?"
Balasan Rangga datang beberapa saat kemudian:
"Aku tidak bersama Tuan, Nyonya. Tapi Tuan Arga sedang sibuk di luar kantor sejak siang tadi. Mungkin pekerjaannya sangat penting dan serius. Nyonya tidak perlu menunggu."
Balasan Rangga membuat hati Anya sedikit sedih. Namun, ia bertekad untuk tetap menunggu Arga pulang. Ia duduk di ruang tamu.
Arga juga blm terbuka soal kejelasan skandal dia sama wanita2 yg digosipkan!!!
klu reno kn nikah sm wanita lain gk zina jg.
gitu kok anya tetap cinta arga.iihh...😒