Bagaimana rasanya menjadi istri yang selalu kalah oleh masa lalu suami sendiri?
Raisha tak pernah menyangka, perempuan yang dulu diceritakan Rezky sebagai "teman lama”itu ternyata cinta pertamanya.
Awalnya, ia mencoba percaya. Tapi rasa percaya itu mulai rapuh saat Rezky mulai sering diam setiap kali nama Nadia disebut.
Lalu tatapan itu—hangat tapi salah arah—muncul lagi di antara mereka. Parahnya, ibu mertua malah mendukung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Barra Ayazzio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Tercyduk
Nadia masih ada di dalam kamar tamu rumah Bu Aina. Pagi ini dia tidak ikut sarapan pagi dengan keluarga Rizal, alasannya pusing dan mual-mual. Rizal juga sama, karena mengkhawatirkan calon istrinya, dia menunda sarapannya.
Rizal baru bisa sarapan saat Raisha dan Rezky pergi. Dia meninggalkan sejenak Nadia yang masih saja belum membaik. Setelah sarapan, Rizal kembali lagi ke kamar tamu, untuk menemani Nadia yang saat itu terbaring lemas.
"Sayang, nanti setelah di Jakarta kita ke dokter ya untuk cek kandungan. Siapa tahu telat haidmu itu bukan karena hamil, tapi karena kelelahan mempersiapkan pernikahan kita."
"Gak usah, Mas. Aku gak mau stress menjelang pernikahan kita, sudahlah gak usah ke dokter. Nanti ke dokternya setelah kita sudah resmi menjadi pasangan suami istri saja. Aku khawatir pas kita ke dokter ada orang yang mengenali kita, bisa kacau deh."
"Iya sih, tapi setidaknya kamu tespek dulu aja, biar kita gak menduga-duga."
"Ok kalau gitu. Nanti sebelum berangkat fitting baju aku tes deh, kebetulan sudah beli kemarin. Tetapi kalau hasilnya ternyata positif gimana?"
"Ya gak gimana-gimana, Mas sih bersyukur aja, itu anugerah dari Tuhan. Banyak orang di luar sana yang pengen memiliki keturunan, tapi gak dikasih-dikasih. Tuh contohnya Mbak Icha, nikah sudah dua tahun, belum hamil-hamil."
"Oohhh, udah lama juga ya ternyata Mba Icha nikahnya sama Mas Rezky?"
"Iya, dua tahun, cukup lama kan? Kebanyakan sih gak selama itu nunggu punya anaknya.."
"Kontrasepsi kali?"
"Katanya sih nggak."
"Berarti salah satunya bermasalah."
"Dan kemungkinan besar masalahnya ada di Mbak Icha."
"Emang sudah diperiksa?"
"Nggak sih, cuma dia ada keturunan mandul. Sementara keluargaku kan keturunan subur."
"Oh gitu ya?"
"Sayang, dilihatin dari tadi, kamu kok makin menarik?" Rizal semakin mendekati calon istrinya.
"Alah ngegombal, pasti ada maunya ya?"
"Sepertinya begitu, abis kamu makin menggoda aja."
"Nadia gitu lho." Nadia mengedipkan mata kanannya. Perlakuan Nadia yang begitu manis membuat Rizal gelap mata. Dia tak kuasa menahan nafsu.
Entah setan apa yang merasuki keduanya, akhirnya mereka melakukan lagi perbuatan laknat itu di kamar tamu kediaman Bu Aina.
****
Bu Aina terlihat segar, dia baru saja selesai mandi dan berdandan. Memakai baju warna pastel dengan motif bunga-bunga kecil, menambah kesan tegas tapi tetep elegan.
"Bi, Nadia belum keluar lagi ya untuk sarapan?"
"Kayaknya belum, mungkin masih pusing."
"Ya sudah, kita samperin aja. Hayu Bi, itu bawain roti panggang dan jus mangganya. Biarkan dia sarapan di kamar aja, kasihan kecapekan kayaknya."
Bi Marni langsung menyiapkan sarapan dengan menu yang disebutkan Bu Aina. Tidak lupa dia menyimpannya di sebuah nampan cantik. Setelah beres, Bi Marni mengikuti Bu Aina ke kamar tamu.
Tanpa merasa curiga, Bu Aina langsung membuka pintu kamar yang tidak sepenuhnya tertutup, diiringi Bi Marni yang membawa nampan berisi menu sarapan. Tapi dia kaget dengan apa yang tersaji di depan, Rizal yang begitu dia bnaggakan sedang melakukan perbuatan nista di rumahnya.
"Astaghfirullah, kalian melakukan apa di rumahku?" Teriakan Bu Aina menggelegar. Sampai dua insan yang sedang asyik melakukan nista itu pun kaget, mereka langsung menutupi tubuh mereka dengan selimut.
Bi Murni di belakang Bu Aina bergetar, karena kaget oleh teriakan majikannnya, juga kaget dengan apa yang dia saksikan sendiri. Tanpa kata, akhirnya Bi Murni kembali ke dapur. Sementara Bu Aina masih mematung, menyaksikan anak dan calon menantunya ribut menutupi tubuh mereka.
"Mandi dulu kalian, setelah itu temui ibu di kamar." Katanya tandas. Lalu dia meninggalkan mereka berdua dengan rasa marah dan kecewa.
"Duh gimana ni, Mas. Mas Rizal sih pake ngajakin." Nadia berkata kepada Rizal dengan muka ditekuk.
"Abisnya kamu menggoda begitu sih, jadi mas gak tahan lihatnya."
"Tapi setidaknya jangan lupain pintu, pakai gak dikunci segala."
"Iya maaf, sampai melupakan pintu."
"Ya sudah, gimana lagi? Sudah terlanjur. Mas balik ke kamar sana , mandi. Setelah itu kita sama-sama. temui ibu."
"Terus gimana? Belum tuntas."
"Gampang." Nadia membisokkan sesuatu di telinga Rizal, membuat Rizal tersenyum sumringah.
"Pintar." Kata Rizal sambil mengacak rambut Nadia mesra.
*****
"Kenapa kalian melakukan hal yang seharusnya belum boleh dilakukan selain oleh sepasang suami istri?" Bu Aina berkata tajam,matanya menatap anak dan calon menantunya.
"Maaf Bu, kami khilaf." Rizal terdengar berkata, suaranya sedikit serak.
"Kenapa gak nunggu seminggu lagi? Kenapa harus dilakukan sekarang?"
"Nanti atau sekarang kan sama saja, Bu." Nadia berkata dengan berani. Sampai Rizal juga kaget mendengar hal itu, apalagi Bu Aina. Matanya hampir melompat mendengar Nadia berkata demikian.
"Kalau saat ini kalian lakukan, kalian sudah melakukan dosa besar, kalau nanti setelah sah, kalian akan mendapatkan pahala melakukannya."
"Terus mau ibu bagaimana?"
"Bertaubatlah. minta ampun kepada Allah. Sudah, sekarang kalian ke designer yang sudah janjian, tuntaskan semua kerjaan hari ini."
"Iya Bu, setelah dari designer kita langsung kembali ke Jakarta."
"Lho, kemarin katanya mau nginep sampai besok,"
"Nggak jadi Bu. Kita berubah pikiran."
"O ya Nadia, apa kamu sedang hamil? Semalam, ibu lihat kamu makan rujak. Tadi pagi juga kamu terlihat muntah-muntah dan pusing."
*Tidak semua yang muntah-muntah dan pusing itu sedang hamil Bu. Bisa jadi kan masuk angin." Nadia menjawab ketus, dia tidak suka calon ibu mertuanya bertanya hal itu, yang ia anggap sebagai privacy.
Setelah Nadia dan Rizal keluar kamar, Bu Aina mengambil gawainya. Dia menelepon Rezky yang saat itu sedang dalam perjalanan ke rumah Bu Ratna_mertuanya.
"Rezky, segera balik kembali ke rumah setelah mengantarkan istrimu. Biarkan saja istrimu kalau mau nginap di rumah ibunya. Kamu balik lagi aja, ada hal yang ingin ibu bicarakan."
"Tapi Bu..." Terdengar suara Rezky yang saat itu sedang menyetir.
"Tidak ada tapi-tapi, langsung balik setelah sampai rumah mertuamu."
"Emang ada apa Bu? Kan tadi ibu sudah mengizinkan Rezky nginap di rumah mamanya Icha."
"Iya itu kan tadi, sekarang berubah. Ada hal serius yang harus kita bicarakan."
"Tentang apa, Bu? Apa gak bisa di bicarakan besok?"
"Tidak, harus segera."
Rezky terlihat bingung, dia menjadi serba salah. Kalau dia gak nginep dan langsung pulang kembali dia gak enak sama mertuanya. Namun di sisi lain, ibunya berbicara sangat serius, seperti ada hal yang memang benar-benar urgent.
"Cha, kamu dengar kan apa yang ibu katakan barusan? Mas harus langsung kembali lagi setelah mengantarkan kamu."
"Terserah." Nadia berkata pasrah.
"Kok kamu jawabnya ketus gitu?"
"Terus maunya Mas Icha harus bagaimana? Berkata manis? Gak sadar diri, Mas aja sudah bentak-bentak Icha "