Storm adalah gadis bar-bar dengan kemampuan aneh—selalu gagal dalam ujian, tapi mampu menguasai apa pun hanya dengan sekali melihat.
Ketika meninggal pada tahun 2025, takdir membawanya hidup kembali di tubuh seorang narapidana pada tahun 1980. Tanpa sengaja, ia menyembuhkan kaki seorang jenderal kejam, Lucien Fang, yang kemudian menjadikannya dokter pribadi.
Storm yang tak pernah bisa dikendalikan kini berhadapan dengan pria yang mampu menaklukkannya hanya dengan satu tatapan.
Satu jiwa yang kembali dari kematian. Satu jenderal yang tak mengenal ampun. Ketika kekuatan dan cinta saling beradu, siapa yang akan menaklukkan siapa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
“Pa, Ma… maafkan aku karena telah membuat kalian khawatir,” ucap Storm lirih.
Junny tersenyum lembut sambil mengusap rambut putrinya. “Sayang, yang penting sekarang kamu sudah sadar.”
Storm menelan ludah, lalu menoleh cemas. “Ma, bagaimana dengan Nic? Saat itu dia bersamaku.”
“Tenang saja,” jawab Junny cepat. “Nic tidak apa-apa. Dia mengenakan sabuk pengaman.”
Storm menghela napas lega. Namun kerutan di dahinya belum menghilang.
“Kalau begitu… waktu itu aku bertabrakan dengan siapa?”
“Storm, kamu bertabrakan dengan Tuan Xi. Hari itu dia hendak datang untuk melamarmu. Siapa sangka justru terjadi kecelakaan," jawab Micheal.
Storm terkejut. “Lalu bagaimana keadaannya?” tanyanya cepat.
“Dia masih belum sadar,” jawab Michael jujur. “Mengalami gegar otak.”
Jantung Storm mencelos. “Aku harus melihatnya. Ini salahku juga,” ucapnya penuh rasa bersalah.
Junny segera menggeleng. “Storm, kamu baru saja sadar dan harus istirahat dulu. Papa dan Mama tadi sudah menjenguknya. Tuan Xi dijaga oleh keluarganya. Dokter bilang dia sudah melewati masa kritis.”
Storm terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. “Baiklah, Ma.”
Beberapa saat kemudian, kedua orang tua Storm meninggalkan kamar, membiarkannya beristirahat.
Kamar rumah sakit kembali sunyi.
Storm duduk diam di atas ranjang, menatap kosong ke arah jendela. Pikirannya melayang—bukan pada dunia ini, melainkan pada sosok yang telah mengisi hatinya di dunia lain.
Lucien.
“Aku tidak menyangka… tiga hari di sini, sama dengan dua bulan di sana,” gumamnya pelan. “Semuanya terasa seperti mimpi.”
Ia mengacak rambutnya sendiri dengan frustrasi.
“Lebih tidak kusangka lagi, aku bertemu pahlawan negara… dan jatuh cinta padanya.”
Storm menutup wajahnya dengan kedua tangan.
“Aku benar-benar berharap itu hanya mimpi…”
Namun dadanya terasa sesak.
“Tapi hatiku sangat takut,” lanjutnya lirih, suaranya hampir tak terdengar, “karena mungkin… aku tidak akan pernah bisa bertemu dengannya lagi.”
Air mata jatuh perlahan, membasahi seprai putih.
Di dunia yang sama sekali berbeda, jarak dan waktu kini menjadi penghalang yang tak bisa ia sentuh—
namun perasaan itu… masih tertinggal utuh di hatinya.
Storm kemudian menoleh ke samping meja ranjangnya. Di sana tergeletak sebuah buku tebal—buku sejarah Tiongkok. Sampulnya sedikit usang, seolah sudah berkali-kali dibaca.
Ia meraihnya dan membuka halaman demi halaman. Gambar-gambar hitam putih serta tulisan Mandarin tersusun rapi.
“Itu…” gumam Storm pelan. “Ini buku sejarah tentang Lucien Fang?”
Alisnya berkerut. “Kenapa buku ini ada di sini?”
“Nona—!”
Suara langkah tergesa terdengar dari pintu. Seorang pria masuk dengan napas sedikit memburu.
“Nic,” seru Storm spontan, senyum merekah di wajahnya.
Nic mendekat cepat, lalu memeluk Storm erat tanpa ragu. “Akhirnya kau sadar,” katanya lega. “Aku hampir kehilangan teman rusuh sepertimu.”
“Aku merindukanmu,” ucap Storm jujur.
Dalam benaknya, bayangan Ahao muncul begitu jelas.
Wajah, postur, bahkan caranya berdiri…
"Mungkin saja Ahao adalah kehidupan lalu Nic," batin Storm.
“Aku juga merindukanmu,” kata Nic sambil tersenyum. “Kau tahu? Selama kau koma, aku membacakan buku sejarah Lucien Fang untukmu. Selama ini kau cuma nonton dramanya, jadi aku lanjutkan bagian yang belum sempat kau tonton.”
Storm menatap buku itu lagi. “Kau sangat baik padaku,” ucapnya lembut. “Sudah sampai mana kau membacanya?”
“Sudah tamat,” jawab Nic ringan.
Jantung Storm berdegup lebih cepat.
“Kapan Lucien Fang meninggal?” tanyanya pelan. “Aku lupa… sudah lama sekali.”
Nic berpikir sejenak. “Saat peperangan kedua. Ia tertembak di bagian jantung dan meninggal di medan perang.”
Wajah Storm seketika memucat.
Potongan ingatan lain menyeruak di kepalanya—suara Mey yang lirih, penuh ketakutan.
“Mereka menggunakan bahan peledak, Nona. Peledak itu diikatkan ke tubuh mereka sendiri, hingga menewaskan beberapa prajurit Jenderal. Jenderal sangat murka dan pergi bersama pasukan lainnya.”
Storm menggenggam buku itu erat.
“Mey,” gumamnya seolah berbicara pada masa lalu, “peperangan tahun ini sudah berapa kali terjadi?”
“Ini kali keempat, Nona.”
“Apakah sebelumnya Jenderal baik-baik saja? Tidak terluka?”
Ingatan itu kembali berlanjut.
“Terakhir kali Jenderal terluka di bagian kaki, itu peperangan ketiga. Pada peperangan kedua, Jenderal terluka di bagian jantung. Dokter mengatakan itu sebuah keajaiban karena beliau selamat.”
Storm menegang.
“Jantung…?” bisiknya. “Bukankah seharusnya beliau meninggal di peperangan kedua? Tidak dibawa ke rumah sakit?”
Nic menghela napas. “Situasi medan perang saat itu sangat kacau. Mana mungkin sempat ke rumah sakit. Jangankan jantung—tertembak lengan saja bisa mati karena kehabisan darah.”
Storm menggeleng perlahan.
“Tidak… ada yang aneh,” ucapnya pelan namun tegas. “Sebelum aku terlahir kembali, Lucien Fang seharusnya sudah meninggal.”
Ia menatap lurus ke depan, suaranya bergetar.
“Pertama kali aku bertemu dengannya… dia ada di penjara. Saat itu peperangan kedua sudah lewat. Lalu kami bertemu lagi di rumah sakit.”
Nic menatap Storm heran. “Nona…” katanya hati-hati. “Apa kau sudah gila? Atau bermimpi tentang Lucien Fang? Dia sudah meninggal. Makanya jangan terlalu sering nonton drama sejarah.”
Namun Storm tidak menjawab.
Di dadanya, sesuatu bergetar hebat.
Jika Lucien Fang seharusnya mati—
lalu siapa pria yang ia cintai di dunia itu?
“Nona, Tuan dan pihak keluarga Tuan Xi sudah membicarakan pertunangan kalian,” ujar Nic hati-hati. “Setelah kalian sama-sama sadar, rencananya kalian akan bertunangan.”
“Tunangan?” Storm mengulang pelan, matanya melebar.
“Iya,” jawab Nic. “Tuan Xi tertarik padamu dan berniat menikahimu.”
Storm terdiam.
"Mana mungkin aku menikah dengan pria asing," batinnya bergejolak.
"Terutama saat hatiku sudah diisi oleh Lucien."
Walau Lucien berasal dari masa lalu, bahkan mungkin telah gugur dalam sejarah, perasaan yang ia rasakan terlalu nyata untuk disebut mimpi.
Sentuhannya, tatapannya, suaranya… semuanya terasa seperti kemarin.
“Nona?” Nic memperhatikan wajah Storm yang memucat. “Apa kau baik-baik saja?”
Storm menarik napas dalam. “Iya… aku baik.”
Ia ragu sejenak, lalu berkata, “Apakah aku bisa menolak?”
Nic menghela napas pelan. “Tentu saja bisa, Nona. Tapi Tuan dan Nyonya harus menanggung akibatnya. Keluarga kita akan malu di hadapan keluarga Xi.”
Storm menunduk. Dadanya terasa sesak.
“Aku tunjukkan foto Tuan Xi,” lanjut Nic sambil mengutak-atik ponselnya. “Kau pasti belum mengenal wajahnya. Saat kita menyelamatkannya dulu, wajahnya berlumuran darah.”
Ia tersenyum kecil. “Dia sering muncul di berita.”
Nic lalu mengulurkan ponsel ke arah Storm.
Begitu pandangannya jatuh pada layar—
Storm membelalakkan mata.
Wajah itu.
Alis tegas, rahang kokoh, sorot mata dingin namun dalam.
Dunia seakan berhenti berputar.
“Itu…” suara Storm tercekat. Tangannya gemetar. “Ini… tidak mungkin…”
Pria di dalam foto itu—
sangat mirip dengan Lucien Fang.
Bukan sekadar mirip.
Postur tubuhnya. Tatapan matanya. Bahkan ekspresi tenangnya saat berdiri di depan kamera—
Semuanya sama.
“Nona?” Nic terkejut melihat wajah gadis itu yang mendadak pucat pasi. “Hei, kenapa kau—”
“Nic…” Storm berbisik, matanya tak lepas dari layar. “Siapa… nama lengkap Tuan Xi?”
Nic mengerutkan dahi. “Lucien Xi Jin .”
Nama itu menghantam Storm seperti petir.
Lucien.
Air mata perlahan menggenang di pelupuk matanya.
trus itu gmn?
jadinya
semoga semua akan baik-baik saja...
dan berakhir bahagia.....🤲
kasian juga q am ortux tp klo.yg begitu tiba2 ngilang, pasti sepi n sedih