Ditipu tidak membuat kadar cintanya berkurang malah semakin bertambah, apalagi setelah tau kejadian yang sebenarnya semakin menggunung rasa cintanya untuk Nathan, satu-satunya lelaki yang pernah memilikinya secara utuh.
Berharap cintanya terbalas? mengangankan saja Joana Sharoon tidak pernah, walaupun telah hadir buah cinta.. yang merupakan kelemahan mereka berdua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Base Fams, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
◉ 30
Senyuman begitu saja mengembang di bibir Joana ketika ia melihat gaun putih yang di rancang-nya begitu pas melekat di tubuh kliennya, kenalan Joana yang menjadi model andalannya untuk menggunakan hasil rancangannya.
Wanita bernama Gwen itu tersenyum di depan cermin, "tidak salah aku mempercayaimu membuat gaun pengantin untukku, Joana. Tanganmu benar-benar ajaib. Gaun buatanmu sungguh sangat indah, dan ini sesuai dengan ekspektasi-ku." Manik hijau itu berbinar, mengagumi gaun yang diciptakan Joana.
Joana tersenyum senang, karena Gwen sangat menyukai hasil rancangannya. "Itu karena kau yang memakainya, Gwen. Tubuhmu sangat ideal. Kau pantas memakai model pakaian apapun".
"Ow.. Kau pandai sekali memuji, Joana. Aku sangat tersanjung." Gwen dan Joana tertawa bersama. "Bisakah kau mengambil gambarku, Joana? Aku ingin menunjukkan kepada calon suamiku."
"Tentu saja, kemari-kan ponselmu." Pinta Joana. Gwen merogoh ponselnya dari dalam tas, lalu memberikannya kepada Joana.
Joana mengambil beberapa gambar Gwen dengan gaya yang berbeda, begitu selesai, Joana mengembalikan ponsel Gwen. "Terimakasih, Joana. Aku akan meminta pendapatnya." Gwen langsung memberikan potret dirinya kepada calon suaminya itu.
Joana nampak serius, memerhatikan lagi gaun hasil rancangannya itu, "aku akan memberikan taburan swarovski, dibagian sini" ujar Joana seraya menunjuk bagian depan atas gaun. "Bagaimana menurutmu, Gwen?" Tanya Joana dengan ramah. Menjelma sebagai seorang desainer, membuat Joana selalu memprioritaskan pelanggannya dengan meminta pendapat mereka agar sesuai dengan selera mereka. Ada juga yang menyerahkan semua kepadanya, seperti Gwen misalnya.
"Sudah aku katakan padamu, aku mempercayakan semua padamu, Joana. Kau cukup memainkan tongkatmu, simsalabim, gaunmu bertambah indah." Selorohnya mengundang tawa Joana.
"Astaga... Kau pikir, aku peri."
"Peri cantik dan baik hati, " timpalnya. Notif pesan masuk ke dalam ponsel Gwen, "dia langsung membalas pesanku." Senyuman merekah ditampilkan Gwen begitu melihat jawaban kekasihnya.
"Apa yang dikatakan priamu?" Joana jadi ikut penasaran.
Gwen mengalihkan pandangan dari ponselnya. "Dia mengatakan, gaunnya sangat indah." Jawab Gwen bersemangat.
"Kalau begitu, seleranya sangat bagus." Tambah Joana.
"Ya, yang kau katakan benar, Joana. Matanya terlalu jeli jika menilai sesuatu."
"Aku akan membantumu melepaskan gaunmu." Dibantu dua asistennya, Joana melepaskan gaun Gwen. "Tolong, pasangkan lagi gaun Nona Gwen di patung manekin, Gea."
"Baik, Nyonya."
Sesi fitting pun selesai, kedua wanita itu duduk di sofa, berbincang-bincang sambil menikmati cemilan dan minuman.
"Apa Nichole sudah kembali dari Inggris?"
"Belum, Gwen. Dia masih sibuk dengan skripsinya. Apa kau tau? di tengah kesibukannya, dia masih sempat memikirkan rencana pernikahannya dengan Alan."
Gwen terkekeh, "oh astaga.. sepertinya adikmu sudah tidak sabaran."
"Ya, kau benar. 5 tahun mereka menjalin hubungan. Alan sabar menunggu Nichole menyelesaikan studinya, dan Minggu lalu pria itu datang untuk melamarnya." Dalam hati, Joana bersyukur Nichole memiliki pasangan yang baik seperti Alan, dan Joana berharap Adiknya itu selalu dilimpahkan kebahagiaan.
"So Sweet. Lalu, kau bagaimana? Aku tidak pernah melihatmu berkencan?" Diraihnya bantalan sofa, lalu ia letakan diatas pangkuannya.
Mendengar pertanyaan Gwen, Joana tersenyum samar. "Aku pernah menikah, Gwen." Sahut Joana dengan tenang, seperti tidak ada beban ketika mengatakannya.
"A-apa?" Gwen tersentak dengan matanya membulat sempurna. Mengenal Joana hampir 1 tahun lamanya, ia baru mengetahui fakta tersebut. "Kau serius Joana? kau pernah menikah? " Gwen menyentuh tangan Joana, menatap dalam manik Joana yang teduh.
"Ya, Gwen. Apa aku terlihat sedang berbohong?"
Gwen segera menggeleng. "Tidak. Aku hanya terkejut. Kapan?"
"4 tahun yang lalu."
"Aku tidak ingin bertanya penyebab pernikahanmu kandas, Joana. Pasti pada saat itu adalah masa-masa tersulit untukmu. Aku salut padamu. Kau bisa bangkit dari masa lalu. Kau berhasil sampai sekarang, menjadi desainer yang sukses dan memiliki butik. Prestasi yang sangat luar biasa. Tapi, Joana... 4 tahun, aku rasa sudah cukup untukmu sendiri, kau tidak berencana membuka hati?"
"Membuka hati? aku tidak pernah memikirkannya."
Pernikahannya bersama Nathan yang hanya seumur jagung, meninggalkan luka yang sangat dalam sehingga membuat Joana mengalami krisis kepercayaan. Yang pada akhirnya, ia memutuskan untuk tidak membuka hatinya lagi. Sekalipun ada pria yang jujur, Joana akan tetap membentengi dirinya karena ia tidak ingin terluka lagi.
Setelah berpisah dengan Nathan, Joana meninggalkan kota Bern, meninggalkan luka dan kenangan buruknya disana. Ia tidak ingin kenangan itu terus menghantuinya. Joana ingin berdamai dengan keadaan, dan Paris adalah tujuannya. Ia memutuskan kembali bersekolah di bidang yang disukainya, fashion desain. Ia mengikuti program diploma. Setelah itu, bermodalkan nekat dan dukungan Ibu serta Adiknya, Joana membangun sebuah butik di pusat kota Paris.
"Apa kau tidak merasa jenuh?"
"Tidak. Jika aku merasa jenuh, aku tinggal menggoreskan pensil di atas kertas."
"Benar-benar jiwa desainer sejati. Katakan kau suka tipe pria seperti apa? aku akan mencarikan untukmu?"
"Apa pekerjaanmu sekarang menjadi mak comblang, Gwen? kau tidak perlu mencarikan pria untukku. Kau urus saja pernikahanmu yang hanya dalam hitungan hari."
"Iya.. Iya.. " Gwen melihat arlojinya, "sudah waktunya makan siang. Ayo Joana, aku akan mentraktir-mu makan."
.
.
.
Keesokan harinya, di dalam kamar Joana sibuk berkemas. Besok pagi, ia akan bertolak ke Bern untuk menghadiri pernikahan Gwen.
"Kau yakin ingin berangkat?"
Joana menutup kopernya, kemudian menatap Ibunya yang berdiri di ambang pintu sambil tersenyum. "Iya Mom, selain Gwen adalah temanku, aku harus tanggungjawab dengan pekerjaanku. Aku tidak Ingin mengecewakannya." Joana menangkap ada raut ke khawatiran di wajah Ibunya. Ia menyadari jika Ibunya masih bersedih dengan apa yang pernah dialaminya.
Isabella melangkahkan maju. Kini ia duduk di dekat Joana. Tangannya terulur, mengusap rambut putrinya. Joana memamerkan barisan gigi putihnya. Detik berikutnya, ia sudah berada di dalam dekapan Ibunya.
Isabella memberikan kecupan hangat di kening putrinya itu. "Mommy mengkhawatirkan-mu, Nak."
"Aku akan baik-baik saja, Mom. Mommy jangan terlalu mencemaskan-ku." Joana semakin mengeratkan pelukannya, merasakan kehangatan tubuh Ibunya.
"Berapa hari kau disana?" Isabella melerai pelukannya. Menatap putrinya kini.
"Mungkin sekitar 5 hari."
"Kenapa lama sekali?"
"Aku ingin singgah ke Jenewa, mengunjungi makam Dad, apa Mommy ingin menitipkan pesan untuk Daddy?"
Isabella tersenyum. "Katakan pada Daddy-mu, jika Mommy sangat merindukannya."
"Pesan siap dikirim. Omong-omong, apa Mommy sudah minum vitamin?"
"Belum, Nak." Joana segera beranjak, berinisiatif mengambil segelas air dan juga vitamin lalu memberikan kepada Ibunya.
"Beristirahatlah Mom. Malam sudah larut." Joana mengambil alih gelas yang digunakan Ibunya dan meletakkan di meja.
"Baiklah.. Mom akan kembali ke kamar, kau juga beristirahatlah."
Usai Ibunya keluar dari kamar, Joana merebahkan tubuhnya. Dengan segera ia memejamkan matanya.
waah sama donk kayak Joana gak seeh 👉👈
belalang kupu-kupu....
kasihan deh elu...
karena setiap suapan dari Joana itu diberikan dengan penuh kasih sayang seeh
buktikan jika kamu bener-bener merasa menyesal karena telah memisahkan Joana dan Marvel jadi jangan cuman omongan doank laaah
pengen nyodok aja neeeh Brianna pake tongkat billiard