Bercerita seorang yang dahulu di beri julukan sebagai Dewa Pengetahuan dimana di suatu saat dirinya dihianati oleh muridnya dan akhirnya harus berinkarnasi, ini merupakan cerita perjalanan Feng Nan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anonim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 17: Pengasingan
Sudah dua hari......
Berlalu sejak kejadian di ruang utama sekte, namun jejak tekanan aura Zhao Lie masih terasa di setiap dinding tempat itu. Bahkan burung-burung kecil yang biasa berkicau di atap bangunan utama kini menjauh, seolah insting mereka pun menyadari bahwa sesuatu yang tidak wajar telah menyelimuti tempat ini.
Utusan kedua keluarga Zhao — pria dengan mata teduh dan gerak tubuh tenang — berjalan sendirian di jalan setapak berlapis batu giok, kali ini bukan sebagai utusan resmi, melainkan sebagai pengamat. Namanya adalah Zhao Shen, dan di antara para pengurus internal keluarga Zhao, dialah yang dikenal sebagai “Bayangan Diplomatik” — sosok yang tidak suka banyak bicara, namun kata-katanya bisa menggoyahkan keputusan banyak sekte besar.
Langkahnya melambat ketika ia mencapai gerbang luar sekte. Ia berhenti sejenak di sana, menatap langit yang biru pucat, lalu menghela napas panjang. Pandangannya menajam ke kejauhan, ke arah deretan gunung jauh di barat, tempat matahari akan tenggelam beberapa jam lagi.
"Gerhana Bulan..." gumamnya lirih, seakan mengingat sesuatu dari masa lalu.
Ia tahu bahwa fenomena itu bukan sekadar peristiwa langit biasa. Dalam dunia kultivator, Gerhana Bulan Merah adalah simbol dari pembukaan jalur langit ke dunia roh — momen langka yang hanya terjadi sekali setiap tiga puluh tahun. Dan kali ini, waktunya tinggal tujuh bulan. Sebuah kelipan dalam waktu bagi mereka yang hidup dalam alur panjang kultivasi, namun sangat menentukan bagi orang-orang yang memiliki takdir khusus.
Dan Liu Shi adalah salah satunya.
Zhao Shen tidak bisa menyingkirkan bayang wajah gadis muda itu dari pikirannya. Tatapan matanya polos, namun ada sesuatu yang tersembunyi jauh di balik pupilnya — sesuatu yang bukan berasal dari dunia ini. Ia mengenali tanda itu, seperti goresan halus yang pernah ia lihat pada roh-roh kuno di tanah terlarang milik klan mereka.
“Jika kau tak bisa menjaganya, maka lenyapkan dia... sebelum ia tumbuh jadi sesuatu yang tak bisa dikendalikan.”
Begitu perintah dari salah satu tetua tua yang bahkan Zhao Lie pun tunduk padanya.
Namun Zhao Shen bukan orang yang suka mengambil keputusan tergesa. Maka ia memilih mengamati, mendengar, dan menunggu. Dalam dunia para kultivator, kesabaran adalah senjata yang jauh lebih mematikan daripada pedang.
Sementara itu, di sebuah ruang kecil yang dikelilingi tembok batu dan ditutup pintu kayu berat, dua sosok duduk saling berhadapan. Feng Nan, dengan rambut diikat sederhana dan pakaian abu-abu kusam, menunduk diam. Di hadapannya duduk Tetua Hu, lelaki tua yang kini tampak jauh lebih tua dari usianya. Wajahnya keras, namun mata tuanya menunjukkan kelelahan yang tak bisa disembunyikan.
Tak ada teh di atas meja. Tak ada dupa wangi. Hanya udara berat yang menggantung, seolah dunia enggan mendengar percakapan mereka.
"Aku tak ingin mengatakan ini, Feng Nan," kata Tetua Hu dengan suara pelan. "Tapi tempat ini... sekte ini... bukan lagi tempat yang aman untuk Liu Shi."
Feng Nan tidak langsung menjawab. Ia menatap ke dinding, seolah mencari sesuatu yang tak ada di sana. Bayangan Liu Shi — tertawa kecil saat ia belajar memusatkan napas, terjatuh saat mencoba teknik dasar — semua itu berkelebat di pikirannya.
"Apa... maksudmu dia harus diasingkan?" tanyanya, nyaris berbisik.
Tetua Hu menutup matanya sejenak. “Bukan karena dia bersalah, bukan karena dia lemah... tapi karena terlalu banyak mata kini tertuju padanya. Dan bukan mata biasa. Ini mata dari makhluk-makhluk yang... bahkan kita tidak tahu dari mana mereka berasal.”
Feng Nan mengepalkan tangannya. "Kita bisa menyembunyikannya. Kita bisa memalsukan informasi, bahkan... memalsukan kematiannya."
"Dan kau pikir mereka akan percaya begitu saja?" potong Tetua Hu, matanya menyala. "Orang dari keluarga Zhao bukan makhluk yang mudah ditipu. Dia mencium aura dari jarak ratusan li. Dan yang lebih mengerikan lagi… dia tidak datang sendirian. Dia adalah ujung tombak."
“Ujung tombak?” Feng Nan mengerutkan alisnya.
"Ya," jawab Tetua Hu sambil mengangguk. “Itu artinya ada tombak yang lain, yang lebih besar, yang akan datang setelahnya.”
Hening.
Angin luar berdesir pelan, menggeser tirai kain tipis yang menutupi jendela. Di luar, langit mulai berwarna jingga, dan cahaya matahari menebarkan bayangan panjang dari pepohonan tua di halaman.
Feng Nan menunduk. Hatinya berkecamuk. Ia tidak ingin mengirim Liu Shi pergi. Ia tahu gadis itu belum siap, bahwa ia bahkan masih belajar teknik dasar meditasi napas ketiga. Namun ia juga tahu... jika tetap di sini, nyawanya bisa melayang hanya karena orang-orang lain melihatnya sebagai "sesuatu yang berharga".
"Gerhana itu..." gumam Feng Nan pelan, "tujuh bulan lagi."
"Dan dalam waktu itu, segala sesuatu akan bergerak lebih cepat dari yang kita kira," jawab Tetua Hu tegas. "Dalam waktu singkat, para pengintai akan datang untuk menyusup. Bahkan mungkin... pemburu akan ikut di kirim."
Feng Nan memejamkan mata. Dalam batinnya, suara-suara bisu menggema. Ia teringat pesan yang dulu ia ucapkan — "Jika ingin melindungi, maka belajarlah melepas."
"Aku akan menyembunyikannya," katanya pelan. "Bukan mengasingkan, tapi menyembunyikan. Di tempat yang tak akan mereka duga."
Tetua Hu menatapnya tajam. “Apa maksudmu?”
“Aku akan membawanya ke kekaisaran .”
"Berbahaya," kata Tetua Hu. “Tapi mungkin... itu pilihan terbaik dari semua pilihan buruk yang kita miliki.”
Dan di luar sana, di balik gerbang sekte...
Zhao Shen berdiri di bawah sinar senja yang mulai pudar. Angin membawa aroma daun kering dan kelembaban dari pegunungan.
Ia membuka gulungan kertas kecil dari lengan jubahnya, membacanya sekali lagi.
Liu Shi adalah kunci ke Gerbang Roh Kedua. Jika dia lolos dari pengawasan kita, maka kekuatan yang tidak bisa kita kendalikan akan bangkit. Awasi. Jika perlu, tindak.
— T.
Tatapannya mengeras. Namun bukan kemarahan yang muncul, melainkan keteguhan. Dalam hatinya, ia tahu: dunia akan berubah dalam tujuh bulan ke depan. Dan gadis bernama Liu Shi mungkin akan menjadi alasan dari perubahan itu.