Seorang pembunuh bayaran harus mati ditangan sang kekasih. Namun tiba-tiba dia terbangun di sebuah tempat yang bernama lembah Iblis.
Seperti namanya lembah itu terkenal seram dan penuh dengan misteri. Banyak orang yang masuk kedalam lembah tersebut namun tidak pernah kembali lagi.
Bagaimana jadinya jika seorang pembunuh bayaran di buang ke tempat itu?
Ternyata jasad yang tempati oleh si pembunuh bayaran, adalah putri dari seorang perdana menteri. Gadis itu menjadi korban penculikan sekaligus pembunuhan yang dilakukan oleh orang terdekatnya.
Mampukah gadis itu keluar dari lembah iblis dan membalas semua dendam sang pemilik tubuh?
Baca keseruannya disini🥰🥰🥰🥰. Jangan lupa dukungannya agar bisa semangat dalam berkarya. Terima kasih😘💕
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Senggrong, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BUSUR PANAH ES
Yu Shu Xin menyebarkan rumor buruk tentang Jiang He di Ibu Kota. Dalam rumor menyebutkan bahwa Jiang He telah mengkhianati Raja Ji sebagai calon suaminya.
Tidak hanya itu saja. Jiang He juga dibilang membuat murka keluarga Istana. Sekarang ia kabur bersama selingkuhannya.
Nama baik Jiang He menjadi rusak. Banyak orang yang mencelanya. Kediaman Perdana Menteri terkena dampaknya. Hal itu dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak menyukai Perdana Menteri Jiang untuk mendapatkan keuntungan.
Yu Shu Xin sangat senang. Bahkan setiap mengikuti pesta minum teh, ia sering menambahkan keburukan Jiang He. Tentu saja semua itu hanya kebohongan. Namun banyak orang yang mempercayai semua ucapannya.
Jiang He masih berada di pegunungan Naga. Setelah melakukan perjalanan yang menguras tenaga akhirnya Ia bersama Raja Ji dan Liong sudah hampir tiba di puncak. Tinggal sedikit lagi senjata yang mereka cari akan ditemukan.
Perjalanan mereka tidak mudah. Mereka harus berjalan melewati hutan yang cukup lebat. Apalagi semuanya ditumpuki oleh salju. Saat salju turun mereka berhenti sejenak.
Bahkan terjadi badai salju yang cukup dahsyat. Jiang He dengan terpaksa membawa Raja Ji kedalam ruang baru Giok dari pada harus kehilangan nyawa.
"Ini dimana? " tanya Raja Ji sambil melihat sekelilingnya. Ia belum pernah melihat ruangan sebagus ini sebelumnya. Bahkan didalam istana sekalipun. Apalagi banyak hal-hal aneh yang belum pernah ia temui sebelumnya.
"Selamat datang di ruang dimensi, " kata Jiang He dengan masam. Ia tidak memberitahukan jika ruangan itu berasal dari liontin Giok yang ada dilehernya.
"Ruang dimensi? jadi Kamu memilikinya? " Jiang He menganggukkan kepalanya dengan kaku.
"Jangan pernah memberitahukan pada siapapun kalau hamba memiliki ruang seperti ini. Kalau tidak terpaksa, Hamba tidak akan membawa Yang Mulia kesini, " kata Jiang He dengan serius. Ia harus memberikan peringatan sejak dini. Takutnya nanti Raja Ji berbicara pada orang lain.
"Jangan khawatir, rahasiamu aman bersamaku, " kata Raja Ji tak kalah serius. Ia bukan orang yang suka bergosip.
"Apa tidak ada orang lain yang mengetahuinya? " tanya Raja Ji penasaran.
"Bahkan Guru Xi sekalipun, " jawab Jiang He dengan jujur. Entah kenapa jawaban itu membuat Raja Ji berbunga-bunga. Ia merasa teristimewa karena bisa mengetahui rahasia besar yang dimiliki oleh Jiang He. Meskipun dalam keadaan terpaksa sebenarnya.
"Percayalah.... rahasiamu aman bersamaku, " kata Raja Ji dengan serius.
"Baguslah kalau begitu. Sekarang Yang Mulia akan Hamba antar untuk istirahat di kamar. Mari ikuti Hamba, " kata Jiang He.
Raja Ji mengikuti Jiang He dengan antusias. Ia merasa takjub dengan barang-barang yang ada disana. Semuanya terasa asing baginya.
Jiang He membawa Raja Ji naik ke lantai dua. Tepatnya di kamar yang ada di sebelah kamarnya. Bisa saja Ia memberikan kamar di lantai satu. Tapi kalau butuh sesuatu nanti malah repot. Jadi lebih baik membawa ke sebelah kamarnya.
"Yang Mulia bisa istirahat di kamar ini. Kamarku ada disebelah. Kalau butuh sesuatu yang Mulia bisa memanggil hamba di kamar sebelah. Silahkan masuk, " kata Jiang He sambil membuka pintu kamar.
Jiang tidak langsung pergi. Ia memberikan petunjuk tentang apa saja yang ada didalam kamar. Ia juga membawa Raja Ji masuk kedalam kamar mandi. Bagaimana menggunakan alat-alat yang ada di dalam kamar mandi.
"Apa yang Mulia sudah faham? "
"Tenang saja. Kalau ada yang tidak Aku mengerti, nanti Aku bisa tanya padamu, " jawab Raja Ji dengan antusias. Ia tidak menyangka bisa mengetahui barang-barang yang sangat menakjubkan.
"Kalau begitu Hamba kembali ke kamar. Hamba ingin tidur dulu sebentar. Tolong jangan ganggu dulu ya? "
Raja Ji pun menganggukkan kepalanya dengan antusias. Jadi Jiang He kembali ke kamarnya dengan senang hati.
Sepeninggal Jiang He, Raja Ji kembali mempraktikan semua yang sudah diajarkan oleh Jiang He. Raja Ji termasuk orang yang jenius. Jadi sekali diajarin langsung bisa mengerti.
Bebrapa kali ia memainkan lampu tidur yang ada disamping ranjang. Setelah puas ia langsung masuk kedalam kamar mandi.
Ia mengisi bak mandi dengan air panas. Kemudian melepaskan semua pakaiannya . Setelah itu ia masuk kedalam bak mandi.
"Kalau di rumah dipasang seperti ini pasti enak. Tidak perlu jauh-jauh pergi ke kolam untuk berendam. Sabunnya juga harum. Dari mana barang-barang ini berasal?" gumam Raja Ji dengan bingung.
Selesai mandi Raja Ji langsung berbaring di atas ranjang. Ranjang yang lembut dan juga empuk seperti ini seumur hidup baru kali ini Ia rasakan. Ia tertidur sangat nyenyak.
Jiang He pun tidur nyenyak di dalam kamarnya. Ia bangun lebih dulu dari Raja Ji. Setelah bangun Ia segera menyiapkan makanan di dapur.
Raja Ji bangun dengan agak linglung. Ia hampir lupa jika saat ini ia berada di ruang Giok Naga. Ia bergegas keluar dari kamar yang ia tempati dan mencari keberadaan Jiang He.
Tok Tok Tok
Raja Ji mengetuk kamar yang ditempati Jiang He. Karena Jiang He berada di dapur, maka tidak ada yang menyahut.
Raja Ji berfikir Jiang He masih tidur. Jadi ia tidak berniat untuk mengganggunya. Ia berniat untuk berkeliling .
Raja Ji benar-benar takjub dengan dekorasi serta peralatan yang di sana. Berapa banyak uang yang dibutuhkan untuk mendapatkan barang-barang itu semua. Dan dimana ia bisa membeli barang-barang itu semua.
"Yang Mulia sudah bangun?" tanya Jiang He membuyarkan lamunannya. Tiba-tiba saja ia sudah berdiri di belakangnya.
"Kamu dari mana?"
"Dari dapur. Memangnya kenapa?"
"Pantesan aku panggil di kamar tidak sahutan."
'Sebentar lagi makanananya matang. Sambil menunggu apa yang mulia mau menonton televisi?"
"Televisi?"
"Pasti Yang Mulia baru dengar kan? Mari hamba tunjukkan."
Jiang He mengajak Raja Ji ke ruang keluarga, Disana ada televisi besar yang terpasang didinding. Jiang He meminta Raja Ji untuk duduk di sofa. Kemudian ia menyalakan televisi.
Begitu televisi dinyalakan , Raja Ji langsung kaget. Bagaimana bisa manusia masuk ke dalamnya. Bukan hanya satu manusia tetapi juga barang-barang yang belum pernah ia lihat sebelumnya.
"Apa-apaan ini?"
"Tidak perlu kaget seperti itu. Jangan sampai merusaknya. Yang Mulia hanya bisa menontonnya dengan nyaman. Hamba harus segera menyelesaikan masakan di dapur."
Raja Ji mengangguk dengan patuh. Sambil menonton ia makan cemilan yang tersedia di atas meja.
liong juga istirahat di tempatnya . Sampai saat ini Jiang He belum tahu dimana Liong tinggal.
Raja Ji sangat senang tinggal di ruang bati Giok. Karena satu jam di dunia nyata sama halnya dengan satu hari di ruang batu Giok, mereka bertiga tinggal disana hampir satu bulan penuh. Sampai badai salju benar-benar mereda.
Selama itu baik Jiang He maupun Raja Ji berlatih dengan serius. Di waktu luang mereka nonton televisi bersama. Hubungan mereka tak terasa semakin dekat.
Saat badai salju benar-benar reda ketiganya kembali ke dunia nyata. Perjalanan yang tertunda akhirnya bisa dilanjutkan.
"Dimana tempatnya?" tanya Jiang He pada Liong.
"Sebentar lagi sampai, " jawab Liong dengan santai.
"Senjata apa yang ada disini?" tanya Raja Ji penasaran.
"Seharusnya pedang Naga api. Tapi sepertinya juga bukan."
Senjata yang ada disini memang bukan Pedang Naga Api. Tetapi Busur panah Es. Busur itu tertancap tepat di puncak gunung es. Busur itu tidak terlihat dengan mata telanjang.
Pedang Naga Api dijaga ketat oleh Naga Api. Tempatnya juga didalam kawah gunung berapi. Butuh perjuangan berat untuk mendapatkannya.
Hanya orang terpilih yang bisa melihat busur itu. Itulah sebabnya sampai ratusan tahun belum ada yang mengambilnya. Padahal tidak ada yang menjaganya.
Saat mereka tiba di puncak, Jiang terpukau oleh Busur panah Es yang bercahaya. Sedangkan Raja Ji tidak melihatnya.
"Ini sudah sampai di puncak. Kenapa senjatanya belum ditemukan? Apakah ada yang salah? " tanya Raja Ji tanpa melihat ekspresi Jiang He.
"Apa yang Mulia tidak melihatnya? " tanya Jiang He sambil menoleh kerahnya.
"Melihat apa? "
"Di depan Yang Mulia sudah ada busur yang berkilau. Sangat bagus sekali, " kata Jiang Je dengan antusias.
"Dimana? " tanya Raja Ji bingung. Ia tidak bisa melihatnya.
"Tidak semua orang bisa melihatnya. Hanya orang terpilih yang bisa, " kata Liong menjelaskan.
"Coba... Nona ambil sekarang. "
Jiang He menurut. Ia langsung mendekat ke arah busur. Begitu tangannya menyentuh busur, cahaya menyilaukan muncul menyelimutinya. Raja Ji dan Liong langsung silau. Keduanya refleks menutup matanya.
"Cahaya apa itu? " tanya Raja Ji. Tidak ada yang menjawab pertanyaannya. Liong fokus menatap cahaya yang ada dihadapannya. Setelah memejamkan matanya sejenak, Ia kembali membuka matanya.
Busur panah Es itu menyatu dengan tubuh Jiang He. Rambut Jiang He langsung memutih.
Tubuhnya melayang keatas. Perlahan cahaya yang menyelimutinya tadi menghilang. Tubuhnya juga kembali turun.
"Bagus! " teriak Liong dengan antusias. Raja Ji pun langsung membuka kedua matanya.
"Apa yang sudah terjadi? kenapa rambutmu memutih? "
"Ha? "
Sebenarnya bukan hanya Raja Ji saja yang terkejut. Jiang He pun sama. Belum lagi Busur panah yang tiba-tiba bersatu dengan tubuhnya. Bagaimana caranya agar busur itu bisa keluar?
Baru saja dipikirkan, sekarang busur itu sudah ada di tangan. Raja Ji juga bisa melihatnya.
"Bagus sekali busurnya! " seru Raja Ji dengan antusias Begitupun dengan Jiang He.
"Dimana panahnya? " tanya Jiang He bingung. Busurnya sudah ada, tapi panahnya tidak ada.
"Coba saja Nona pakai busur itu. Panahnya akan muncul sendiri, " kata Liong.
Jiang He menurut. Ternyata apa yang dikatakannya memang benar. Busur itu sangat ajaib. Sayangnya Raja Ji tidak bisa menyentuhnya sama sekali. Ternyata ucapan Liong tidak bohong. Busur itu hanya mau sama orang yang terpilih.