Mahesa Sura yang telah menunggu puluhan tahun untuk membalas dendam, dengan cepat mengayunkan pedang nya ke leher Kebo Panoleh. Dendam kesumat puluhan tahun yang ia simpan puluhan tahun akhirnya terselesaikan dengan terpenggalnya kepala Kebo Panoleh, kepala gerombolan perampok yang sangat meresahkan wilayah Keling.
Sebagai pendekar yang dibesarkan oleh beberapa dedengkot golongan hitam, Mahesa Sura menguasai kemampuan beladiri tinggi. Karena hal itu pula, perangai Mahesa Sura benar-benar buas dan sadis. Ia tak segan-segan menghabisi musuh yang ia anggap membahayakan keselamatan orang banyak.
Berbekal sepucuk nawala dan secarik kain merah bersulam benang emas, Mahesa Sura berpetualang mencari keberadaan orang tuanya ditemani oleh Tunggak yang setia mengikutinya. Berbagai permasalahan menghadang langkah Mahesa Sura, termasuk masalah cinta Rara Larasati putri dari Bhre Lodaya.
Bagaimana kisah Mahesa Sura menemukan keberadaan orang tuanya sekaligus membalas dendamnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ebez, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Titipan Dendam Lama ( bagian 2 )
Dewi Upas terkejut melihat sosok yang menghadang jalannya. Ajian Tapak Wisa tahap dua seharusnya sudah mampu membuat pendekar sekelas Dewi Kipas Besi luka parah tetapi tidak berguna saat digunakan pada sosok berbaju wulung itu. Terlebih lagi tangannya terasa kebas dan ngilu, menandakan bahwa lawannya menguasai tenaga dalam yang mungkin setingkat atau lebih tinggi dibandingkan miliknya. Ini sungguh di luar pemahaman nya.
"Siapa kau, Anak muda?! Kenapa kau menghalangi jalan ku?! ", tanya Dewi Upas segera.
" Aku hanyalah pendekar kleyang kabur kanginan. Aku mengembara dari satu tempat ke tempat yang lainnya untuk menemukan orang orang yang sudah mencelakai guru ku. Salah satu diantara orang orang itu adalah kau Dewi Upas! ", Mahesa Sura menatap tajam ke arah perempuan tua berbaju ungu gelap itu.
" Guru mu? Siapa sebenarnya guru mu?! ", lanjut Dewi Upas tak kalah penasaran.
" Sepertinya usia tua memang membuat mu menjadi ceroboh Dewi Upas..
Apa kau tidak sadar bahwa aku menggunakan ilmu yang sama dengan mu saat menghadapi mu tadi? Dari situ seharusnya kau sudah tahu siapa guru ku", ucap Mahesa Sura yang membuat Dewi Upas tersadar seketika.
Murid murid Nyai Kanuruh Sang Manusia Racun penguasa Lembah Seribu Bunga sebelumnya hanyalah 3 orang saja. Mereka adalah Cempaka, Rengganis dan Gandari. Cempaka mati muda setelah bertarung dengan Patih Daha semasa pergolakan Mandala ( kerajaan bawahan) Daha demi membela kekasihnya yang ikut memberontak melawan kekuasaan Bhre Daha. Jelas pemuda berbaju wulung di depannya sekarang adalah murid Rengganis, kakak seperguruannya.
"Kau... kau murid Kangmbok Rengganis?! ", tanya Gandari alias Dewi Upas dengan suara bergetar.
" Tentu saja aku adalah murid Nini Rengganis, Dewi Segala Racun. Orang yang kau celakai dengan cara licik hingga terpaksa harus meninggalkan tempat ini hingga hidup terlunta-lunta di jalanan.
Hari ini aku sebagai murid Nini Rengganis datang kemari untuk menuntaskan dendam guru ku pada mu heh Dewi Upas! ", tegas Mahesa Sura segera.
Dewi Upas terkesiap sejenak mendengar omongan itu tetapi kemudian ia tersenyum mencibir.
" Guru mu saja tidak mampu untuk mengalahkan ku. Kau bocah kemarin sore sok-sokan ingin membalas dendam guru mu? Chuuiiiihhhh!!!
Mimpi mu terlalu tinggi Anak Muda!!!! "
Mendengar cibiran Dewi Upas, Mahesa Sura tidak langsung panas darahnya. Dia tahu bahwa perempuan tua di depannya ini pasti menyimpan Racun Pelemas Tulang yang mencelakai keempat guru nya. Tetapi dia yang sudah pernah mencoba keganasan racun itu dan akhirnya berhasil sembuh dengan ramuan yang ia uji bersama Nini Rengganis, telah menyimpan sebagian penawar itu untuk berjaga-jaga.
"Jangan kau pikir dengan mengandalkan Racun Pelemas Tulang bisa menakut-nakuti ku, nenek tua!
Apa kau pikir aku datang kemari hanya dengan tangan kosong tanpa persiapan? Kau benar-benar wanita tua pikun yang sombong!! ", balas Mahesa Sura dengan percaya diri.
Amarah Dewi Upas langsung menggelegak mendengar perkataan wanita tua pikun dari Mahesa Sura ini. Dia paling benci dikatakan sebagai wanita tua.
" Bocah kurang ajar!!! Kau cari mati..!!!! "
Mulut Dewi Upas komat-kamit merapal mantra. Cahaya putih kembali berpendar di kedua telapak tangannya diikuti oleh angin kencang berbau tidak sedap. Sementara kuku kuku tangannya berubah warna menjadi hitam pekat. Ini adalah bentuk Ajian Tapak Wisa tahap ketiga yang ia latih dengan susah payah selama ini.
Melihat Dewi Upas mulai menggunakan ilmu kanuragan andalannya, Mahesa Sura tak mau kalah. Dengan cepat ia menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada lalu melakukan gerakan serupa dengan Dewi Upas. Kuku nya menghitam sedangkan cahaya putih berbau busuk juga muncul di telapak tangannya.
Betapa geramnya hati Dewi Upas melihat Mahesa Sura bisa mengeluarkan ilmu setingkat dengan nya dengan cara cepat. Dia yang merasa lebih tua tetapi mesti puluhan tahun baru bisa menguasainya, benar-benar merasa terhina.
"Bocah keparat! Susul guru mu ke nerakaaaa...!!
Chhhiiiiiiyyyyyyyyaaaaaaaaaaaaatt!!! "
Sembari menggembor buas, Dewi Upas melesat cepat ke arah Mahesa Sura sambil menghantamkan tapak tangan nya ke arah sang pendekar muda. Dengan cepat Mahesa Sura menyambut kedatangan serangan maut adik seperguruan guru nya itu dengan Ajian Tapak Wisa nya.
Dhhhuuuuuuuuuaaaaaaaaaaarrrrr!!!!!
Ledakan keras seperti bunyi meriam cetbang milik pasukan Majapahit menggema lantang. Baik Dewi Upas maupun Mahesa Sura sama-sama terlempar ke belakang. Tetapi keduanya dengan cepat memutar tubuhnya. Lalu kembali bertarung dengan sekuat tenaga.
Melihat gurunya bertarung seimbang melawan Mahesa Sura, Empat Dewi Beracun pun segera bersiap untuk membantu. Keempatnya segera mencabut pedang mereka masing-masing dan segera melesat ke arah pertarungan guru mereka.
Tak ingin keempat perempuan berbaju minim ini ikut campur dalam pertarungan antara Mahesa Sura, Dewi Kipas Besi berserta kedua muridnya : Ranti dan Cendani juga Pusparini langsung menghambur mencegat keempatnya. Pusparini melawan Raminten, Dewi Kipas Besi meladeni amukan Dewani sementara Cendani berhadapan dengan Lestari dan Ranti bertarung melawan Rukmini.
Di pinggiran padang bunga, Tunggak menonton pertarungan adu nyawa itu sambil mengeluarkan kacang sangrai yang dia beli di Desa Tanjung Karang tadi.
Whuuuuuttttttttt whuuuuuttttttttt...
Bllllaaaaaaaaaammmmmmmm!!!
Ledakan keras kembali terdengar saat Mahesa Sura dan Dewi Upas beradu Ajian Tapak Wisa. Meskipun sudah puluhan kali mengadu kekuatan, namun nyatanya Dewi Upas masih belum bisa menaklukkan Mahesa Sura yang jauh lebih muda. Perempuan tua berbaju ungu gelap itu mulai kehabisan tenaga.
'Brengsek! Anak setan ini benar-benar tidak bisa dianggap enteng! Aku harus cepat mengalahkannya jika tidak ingin dikalahkan oleh nya', batin Dewi Upas sembari merogoh balik baju nya.
Empat jarum sebesar lidi berwarna biru telah ia genggam di tangan kirinya. Tetapi tindakan ini rupanya disadari oleh Mahesa Sura.
'Rupanya kau sudah tidak sabar untuk mengeluarkan Racun Pelemas Tulang mu, perempuan tua. Hemmmmm, aku juga tidak boleh gegabah',
Sambi terus mewaspadai gerakan Dewi Upas, Mahesa Sura mengambil sebuah bumbung kecil dengan tutup warna hitam yang tersembunyi di sabuk. Dia langsung mengeluarkan sebutir pil berwarna hitam dengan wangi yang sedikit aneh. Cepat ia memakan pil itu sambil terus memperhatikan setiap pergerakan Dewi Upas.
Tak lupa ia juga meningkatkan tenaga dalam nya ke kedua telapak tangannya hingga cahaya putih semakin terang berpendar serta kuku tangannya berubah menjadi merah. Rupanya ia menggunakan Ajian Tapak Wisa tahap akhir untuk menyudahi perlawanan musuh bebuyutan guru nya ini.
Dengan satu kali hentakan cepat, Dewi Upas melesat ke arah Mahesa Sura. Belum genap 3 langkah ia bergerak, tangan kiri nya dengan cepat dikibaskan ke arah musuh.
Shhhrrriiiinnnggg shhhrrriiiinnnggg shhhrrriiiinnnggg shhhrrriiiinnnggg!!!
Empat jarum biru melesat mendahului pergerakan Dewi Upas. Tak mau menjadi korban serangan maut ini, Mahesa Sura cepat jejakkan kaki ke tanah hingga tubuhnya melenting tinggi ke udara.
Kala Dewi Upas tahu lawannya lolos begitu saja dari serangan cepat nya, perempuan tua itu kembali merogoh balik bajunya dan melemparkan senjata rahasia nya ke arah Mahesa Sura yang masih ada di udara sekuat tenaga.
Empat jarum berwarna biru kembali menyerang. Mahesa Sura dengan lincah menggeser tubuhnya menghindari serangan maut ini sebelum meluncur turun ke arah Dewi Upas dengan tapak tangan maju lebih dulu.
Hiiyyyyyyaaaaaaaaaaaaaaaaaatt!!!
Dewi Upas pun segera menyambut serangan Mahesa Sura dengan Ajian Tapak Wisa nya. Dan...
Bllllaaaaaaaaaammmmmmmm!!!!
Tubuh Dewi Upas terpental jauh ke arah belakang. Tetapi perempuan tua itu dengan licik melemparkan satu jarum beracun nya ke arah Mahesa Sura yang baru menjejak tanah.
Saat itulah sesosok bayangan melesat cepat menyambar tubuh Dewi Upas sebelum badan perempuan tua itu menghujam ke tanah.
Hoooooeeeeeeeeegggghhhh..!!!!
Darah segar bercampur dengan gumpalan hitam muncrat keluar dari mulut Dewi Upas. Lelaki tua berbaju abu-abu yang menolongnya segera bertanya dengan penuh kekhawatiran.
"Gandari, kau baik-baik saja?! "
Dewi Upas segera menajamkan penglihatannya dan melihat jelas siapa orang yang menolongnya.
"Kakang Layang Pandulu uhukk uhukk uhukk...
Ajian Tapak Wisa pemuda itu lebih tinggi satu tingkat di atas ku. Tetapi ia sudah terkena Racun Pelemas Tulang ku. Dia tidak akan berbahaya lagi. Ban-bantu aku untuk mengalahkan nya Kakang", ucap Dewi Upas dengan nafas tersengal-sengal.
Lelaki tua berjenggot panjang yang disebut dengan nama Layang Pandulu itu mendengus keras seperti seekor banteng ketaton. Perlahan ia mendudukkan tubuh Dewi Upas ke samping batu besar di dekatnya.
Dengan penuh percaya diri ia berkata,
"Istirahatlah disini, Gandari. Gunakan waktu untuk mengobati luka dalam mu.
Bocah itu biar aku yang urus.. "