Leon Harrington seorang hakim yang tegas dan adil, Namun, ia berselingkuh sehingga membuat tunangannya, Jade Valencia merasa kecewa dan pergi meninggalkan kota kelahirannya.
Setelah berpisah selama lima tahun, Mereka dipertemukan kembali. Namun, situasi mereka berbeda. Leon sebagai Hakim dan Jade sebagai pembunuh yang akan dijatuhkan hukuman mati oleh Leon sendiri.
Akankah hubungan mereka mengalami perubahan setelah pertemuan kembali? Keputusan apa yang akan dilakukan oleh Leon? Apakah ia akan membantu mantan tunangannya atau memilih lepas tangan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Peluru yang bersarang di tubuh Jade membuatnya nyaris kehilangan kesadaran. Darah mengalir deras dari luka tembak di perutnya, menodai lantai usang gudang tua itu. Nafasnya tersengal, matanya mulai kabur, namun ia masih memaksa membuka mulutnya, menatap Damien dengan tatapan benci dan getir.
"Hanya ini yang kau bisa?" suaranya parau, namun penuh ejekan. "Damien Lennox... kau adalah pria paling menyedihkan yang pernah aku temui. Berkorban tanpa diingat, ditinggalkan tanpa dikenang. Jane bahkan... tidak pernah merindukanmu..."
Damien mendesis marah. Matanya menyala liar seperti hewan buas yang kehilangan kendali.
"Diam!" teriaknya sembari mengangkat pistol. "Jade Valencia, nyawamu sudah di ujung tanduk, kau masih saja banyak bicara. Bukankah kau dan hakim itu saling mencintai? Kalau begitu... aku akan merestui kalian berdua... mati di hari yang sama!"
Jade tersenyum miris meski rasa sakit makin menyiksa.
"Aku bangga... kalau bisa mati bersamanya. Sementara dirimu..." ia menarik napas dalam-dalam. "...tak bisa mati bersama wanita yang kau cintai. Hidupmu tragis, Damien... hanya dipermainkan oleh wanita..."
Sementara itu, di luar gudang, Leon menghentikan mobilnya dengan rem mendadak. Ia menoleh ke telepon genggamnya yang masih terhubung dengan seseorang di seberang sana.
"Aku akan mengulur waktu," katanya tegas. "Kalian cepat datang dan selamatkan Jade. Lindungi dia... pastikan dia selamat."
Panggilan dimatikan. Leon keluar dari mobil dan melangkah mantap ke arah gudang. Wajahnya tegang, rahangnya mengeras menahan emosi.
Salah satu anak buah Damien mengintip dari balik celah pintu dan langsung berlari masuk.
"Orangnya sudah tiba!" lapornya cepat.
Damien menyeringai licik. "Pertunjukan akan segera dimulai... Urus hakim itu," perintahnya.
Darah terus menetes dari tubuh Jade, membentuk genangan kecil di lantai dingin itu. Pandangannya makin kabur, namun suara langkah kaki Leon yang bergema di dalam gudang membuatnya membuka mata.
"Leon..." bisiknya lirih. Harapan terakhirnya.
Leon masuk dengan langkah pasti. Matanya langsung menatap ke atas—ke arah Jade yang diikat dan tergantung dalam kondisi mengenaskan.
"Jade!" serunya nyaris tak percaya melihat wanita yang dicintainya dalam keadaan separah itu.
Damien berdiri di tengah ruangan, dengan senyum lebar penuh kemenangan.
"Sungguh mengharukan..." ucapnya. "Hakim Leon Harrington, yang dikenal tegas dan adil, kini tunduk demi seorang wanita. Pujaan hatimu?"
Leon memandang Damien dengan tajam. Suaranya tenang, namun penuh tekanan.
"Damien Lennox. Kau membunuh lima orang dan menjebak Jade... semua demi balas dendam. Aku bisa menerima alasanmu membunuh mereka... tapi kenapa Jade harus menjadi sasaran?"
Damien tertawa pelan, dingin, hampir menyeramkan. "Karena Jade adalah orang yang paling dibenci Jane. Mereka bukan saudara kandung. Adiknya menjadi saingan cinta... dan Jane tidak pernah bisa menerimanya."
Ia lalu melangkah pelan, mendekat. "Tapi aku penasaran, Hakim Harrington... bagaimana kau tahu siapa aku?"
Leon mengangkat dagunya sedikit, menatap lurus ke mata Damien. "Aku mendapatkan informasi tentangmu saat berada di luar negeri. Aku tahu kau kembali. Aku tahu kau menyusun rencana ini."
Leon maju selangkah lagi. "Lepaskan Jade. Aku yang seharusnya kau incar. Akulah alasan kenapa Jane menolakmu."
“Sangat romantis. Ingin menyelamatkan gadis itu tanpa rasa takut?” Damien tersenyum miring, langkahnya mundur perlahan. Tatapannya tajam menusuk Leon. “Seharusnya kau tahu... datang ke tempat ini berarti tidak bisa kembali dengan hidup-hidup.”
Dengan isyarat tangannya yang tegas, sepuluh orang anak buahnya keluar dari balik bayangan gudang tua. Mereka mengelilingi Leon dalam formasi melingkar, masing-masing memegang senjata tajam yang mengkilat tertimpa cahaya lampu temaram.
“Leon, cepat pergi! Jangan pedulikan aku!” teriak Jade dari atas, suaranya lemah dengan penuh kecemasan. Darah terus menetes dari tubuhnya, membuat lantai di bawahnya seperti ladang luka yang tak berhenti berdarah.
Namun Leon tetap tenang. Ia menatap Damien dengan mata tajam yang tidak gentar sedikit pun.
“Damien Lennox, menggunakan cara kotor seperti ini untuk menyerang seorang hakim. Kau tahu apa hukumanmu jika tertangkap?” ucap Leon, suaranya tenang tapi berisi ancaman tersembunyi.
Damien tertawa pelan, nada suaranya dipenuhi kebencian. “Hari ini adalah kematian kalian. Untuk apa aku peduli soal hukum? Hukum tidak akan membawamu keluar dari tempat ini.”
Lalu, ia menoleh pada anak buahnya. “Kalian dengar?! Pastikan hakim Harrington tidak bisa keluar dari sini hidup-hidup!”
Mereka semua bersiap, mencengkeram senjata lebih erat, siap menyerang kapan saja.
Leon menarik napas dalam. Pandangannya beralih ke setiap wajah lawan di sekelilingnya. Ia tahu ini bukan pertarungan yang mudah—tapi ia juga tahu satu hal: ia tidak akan membiarkan Jade mati di tangan orang-orang ini. Bukan hari ini. Bukan di hadapannya.
"Aku harus bertahan sambil menunggu sehingga mereka datang. Nyawa Jade ada di tanganku," batin Leon.
