Arsenio Wickley, seorang mafia yang berusia 39 tahun. Semenjak kejadian kekasihnya pergi karena kesalahan pahaman, semenjak itu Arsenio menutup hatinya untuk semua wanita. Tapi, kehadiran seorang gadis mengubah pendiriannya. Clara datang kepadanya, dan berniat menjadi sugar baby Arsen. bukan karena uang tapi karena ia butuh kasih sayang yang tidak ia dapat dari orang tuanya.
" Om, aku mau jadi sugar Baby om" ucap Clara sambil menatap wajah Arsen.
" Apa kau tahu, apa yang dilakukan Sugar Baby?" Arsen mendekati wajah Clara, membuatnya sedikit gugup.
" Memang apa yang harus aku lakukan?" tanya Clara yang penasaran, ia hanya tahu sugar baby itu hanya menemani makan, dan jalan-jalan.
" kau harus menemaniku tidur, apa kau mau?" Arsen semakin memojokkan tubuh Clara.
" tidak!! aku tidak mau.." Clara berlari saat mendengar ucapan Arsen.
" Dasar bocah ingusan" ucap Arsen seraya menggelengkan kepala.
Nantikan kisah kelanjutannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ibu.peri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesta Peresmian.
Setelah makan siang...
Langit sore mulai beranjak redup ketika mobil Arsen melaju pelan di antara jalanan kota yang mulai ramai. Clara duduk di sampingnya, masih mencuri pandang ke arah pria itu—diam-diam bertanya-tanya ke mana mereka akan pergi.
Arsen tidak banyak bicara sejak mereka keluar dari restoran tempat mereka makan siang. Tapi ekspresinya tampak serius, seperti menyimpan rencana yang sudah tersusun rapi di kepalanya.
Mobil akhirnya berhenti di depan sebuah butik eksklusif yang tampak elegan dengan tampilan etalase yang mewah. Clara menoleh, matanya membesar.
“Butik?” gumamnya pelan.
Arsen sudah lebih dulu keluar, lalu membukakan pintu untuk Clara. “Ayo.”
Clara mengikutinya dengan langkah ragu. Ini bukan tempat yang biasa ia kunjungi. Begitu pintu kaca butik dibuka, aroma parfum lembut langsung menyambut, bersama seorang wanita paruh baya dengan dandanan anggun dan profesional.
“Selamat datang, Tuan. Semuanya telah kami siapkan seperti permintaan Anda.”
Arsen mengangguk. “Siapkan semuanya. Aku ingin dia tampil memukau.”
Clara menoleh cepat, menatap Arsen. “Tuan, aku... kenapa harus—”
“Jangan banyak tanya. Ikuti saja,” potong Arsen cepat.
Clara hanya bisa menghela napas pelan, lalu mengikuti dua asisten butik ke ruang rias.
Di sana, sebuah gaun merah elegan telah disiapkan. Warna merah marun yang hangat, dengan potongan leher V yang tidak terlalu rendah dan bagian pinggang yang disesuaikan dengan lekuk tubuh Clara. Sederhana, namun glamor.
Clara menatap gaun itu dengan tatapan kagum dan gugup. Ini bukan dunia yang biasa ia tempati.
Tak lama, penata rias mulai bekerja. Rambut Clara ditata ke atas dengan sentuhan elegan, beberapa helaian dibiarkan menjuntai lembut di sisi wajahnya. Riasan natural diberikan, menonjolkan mata bening dan bibir mungilnya.
Saat Clara berdiri di depan cermin dengan gaun itu terpasang sempurna, sang penata rias tersenyum puas.
“Kau sangat cantik, Nona. Gaun ini seakan dibuat untukmu.”
Clara menatap bayangannya di cermin, nyaris tak percaya. Gaun yang tak pernah ia bayangkan bisa ia kenakan, kini membalut tubuhnya dengan sempurna.
“Terima kasih...” gumamnya pelan.
Sementara itu, Arsen menyelesaikan pembayaran lewat ponselnya.
“Terima kasih banyak, Tuan,” ucap pemilik butik takjub melihat jumlah transfer yang masuk.
“Tak usah berlebihan. Aku hanya ingin yang terbaik.”
Saat Clara keluar dari ruang ganti, Arsen menghentikan langkahnya. Sekejap pandangannya terpaku. Mata dinginnya tak bisa menyembunyikan keterpukauan.
“Sudah selesai?” tanyanya, meski nadanya terdengar sedikit berubah.
Tanpa menjawab, ia langsung menggandeng tangan Clara. Clara sedikit kikuk, namun membiarkan dirinya dituntun keluar butik.
Arsen sendiri tampak gagah dalam setelan jas hitam dengan dasi burgundy. Tubuh tegapnya terlihat sempurna, wajahnya begitu tegas dan memesona.
Clara menoleh sebentar, lalu tersenyum tipis. “Tuan... semakin tampan.”
Arsen melirik cepat. Bibirnya terangkat kecil. “Kau menggodaku?”
Clara buru-buru mengalihkan pandangan. “Tentu tidak!”
Mereka berjalan menuju mobil yang kini siap mengantar mereka ke hotel tempat acara peresmian akan digelar. Langit mulai berubah jingga, menandakan pesta akan segera dimulai.
****
Sampai di hotel bintang lima tempat peresmian M.C. Corporation digelar, suasana langsung dipenuhi kemewahan. Red carpet membentang menuju ballroom utama. Wartawan dan fotografer berjajar, lampu blitz menyala silih berganti saat mobil-mobil mewah berhenti satu per satu di depan lobi.
Arsen turun lebih dulu, lalu membuka pintu untuk Clara. Gadis itu keluar dengan langkah gugup, namun penampilannya yang luar biasa langsung menyedot perhatian banyak orang. Gaun merah elegan yang membalut tubuh mungilnya, riasan yang lembut namun memukau, membuat sorot kamera berpaling padanya.
Beberapa tamu langsung membisikkan sesuatu satu sama lain. Arsen, yang selama ini dikenal sebagai pria misterius dari Perusahaan Wickley, kini tampil di depan publik bersama seorang wanita muda yang begitu mempesona.
Di dalam ballroom, Mathew sedang menyambut tamu-tamu penting. Ia berdiri dengan tenang, didampingi asistennya. Namun, saat melihat Arsen dan Clara melangkah masuk, tatapannya berubah.
Matanya menajam sejenak menatap Arsen—pria yang dia ketahui sebagai orang terakhir yang bertemu dengan ayahnya, Carlos, sebelum pria itu ditemukan tewas beberapa waktu lalu setelah sebuah transaksi senjata rahasia.
Meski bukti tak cukup kuat untuk menjerat Arsen, Mathew tak pernah berhenti menyelidiki. Hari ini, ia kembali bertatap muka dengan pria itu, tapi ia tak menunjukkan kebencian di wajahnya. Sebaliknya, ia menyambut mereka dengan senyum diplomatis.
“Selamat datang, Tuan Arsen,” ucap Mathew ramah, menyodorkan tangan. “Senang sekali akhirnya bisa bertemu dengan pemilik asli perusahaan Wickley,”
Arsen menyambut uluran tangan itu dengan tenang. “Terima kasih untuk undangannya.”
Lalu, pandangan Mathew beralih pada Clara. Matanya membeku sesaat. Tak disangka, wanita yang mendampingi Arsen malam ini memiliki pesona yang begitu kuat. Bukan karena riasan atau gaunnya—tapi karena aura ketulusan yang langka.
“Dan Anda?” Mathew bertanya, suaranya sedikit menurun, lebih lembut.
“Clara,” jawabnya ragu, mengulurkan tangan.
Mathew menggenggam tangan Clara sebentar, menatap matanya. “Clara... Nama yang cantik, cocok untuk pemilik wajah seindah ini.”
Clara tersenyum sopan, tak tahu harus membalas seperti apa. Namun, Arsen langsung menyentuh punggung Clara ringan, membawanya menjauh dari Mathew. Tatapan Mathew mengikutinya dengan sorot mata penuh pertanyaan—dan ketertarikan.
'Menarik'
Sementara itu, di sudut ballroom, Anton dan Sera berdiri mencolok. Gaun merah menyala yang dikenakan Sera terlalu terbuka dan mencolok dibandingkan tamu wanita lainnya. Belahan dada dan paha tinggi membuat beberapa tamu mengernyit tak nyaman, tapi tak sedikit lelaki mata keranjang yang mendekatinya.
Anton tampak bangga berdiri di sebelah Sera, tanpa sadar bahwa penampilan mereka lebih mengundang gosip daripada decak kagum.
Namun saat matanya beralih pada sosok yang baru tiba bersama Clara, langkah Sera langsung terhenti. Jantungnya berdetak kencang. Matanya membelalak tak percaya.
Ia tidak menyangka pria yang ia hindari akan datang ke acara ini. Tanpa pikir panjang, Sera langsung bergerak perlahan, menyelinap di antara tamu-tamu lain. Ia berjalan menyusuri lorong sisi ruangan sambil menunduk, lalu menghilang keluar ballroom dengan wajah pucat dan napas memburu.
Anton yang sedang sibuk menjilat para tamu kaya dan politisi, tak menyadari bahwa Sera telah meninggalkannya.
Namun, tidak bagi Clara. Gadis itu sempat melihat siluet Sera yang pergi dengan terburu-buru.
“Bukankah itu—” Clara belum selesai bertanya.
“Ya,” jawab Arsen santai. “Saudara tirimu. Bahkan...” Ia menunjuk ke arah kerumunan tamu. “Papamu juga ada di sini.”
Tatapan Clara beralih, dan benar saja. Di antara para tamu, Anton Wijaksono tampak berdiri percaya diri, tersenyum lebar saat berbicara dengan seorang pengusaha senior.
Clara mengepalkan kedua tangannya. Ia mengenali senyum itu—senyum palsu yang tak pernah diberikan padanya. Senyum yang hanya muncul saat Anton butuh citra baik di hadapan publik.
Arsen menatap wajah Clara yang berubah suram, lalu menggenggam jemarinya.
“Kita akan mendekatinya,” ucapnya datar namun mantap. “Aku ingin lihat keterkejutan di wajahnya.”
Namun Clara masih bergeming.
“Jangan takut,” bisik Arsen sambil mencondongkan tubuhnya. “Ada aku di sini.”
Clara mengangguk pelan, lalu mengizinkan Arsen menarik lengannya menuju tengah kerumunan. Beberapa tamu melirik ke arah mereka, mengenali Arsen sebagai pria penting dari Wickley Group, dan segera memberi salam.
Namun Arsen tak menanggapi. Matanya hanya tertuju pada satu pria—Anton Wijaksono.
“Selamat malam, Tuan Wijaksono,” sapa Arsen tenang namun penuh tekanan.
Anton menoleh, refleks membalas sapaan, tapi kemudian...
Matanya membelalak.
Clara berdiri di samping Arsen, digandeng erat seolah mereka pasangan resmi. Penampilannya berbeda jauh dari terakhir kali mereka bertemu—bukan Clara si anak buangan. Kini Clara adalah seorang wanita anggun yang mencuri perhatian banyak orang.
Beberapa tamu mulai berbisik-bisik, penasaran dengan situasi ini.
“Apa kau terkejut?” bisik Arsen tepat di telinga Anton, dengan senyum sinis di bibirnya. “Berlian yang kau buang... lebih memilih batu koral. Dan sekarang, aku yang memungutnya.”
Wajah Anton langsung berubah tegang. Rahangnya mengeras, tangannya mengepal.
“Ambil saja anak tidak berguna itu,” ucap Anton dingin. “Aku tidak butuh dia.”
Ia kemudian berbalik dan pergi tanpa rasa bersalah sedikit pun.
Clara menatap punggung pria itu dengan mata berkaca-kaca. Tapi sebelum air matanya jatuh, lengan Arsen sudah melingkar di pinggangnya, menariknya dalam pelukan hangat.
“Dia tidak pantas menjadi ayahmu,” bisik Arsen pelan di telinganya.
Clara menunduk. Ada luka lama yang kembali menganga, tapi juga kehangatan baru yang sedikit mengobatinya.
Tanpa mereka sadari, dari kejauhan, Mathew memperhatikan semuanya.
Ia menyandarkan tubuh pada pilar besar, kedua tangan masuk ke dalam saku celana, senyumnya mengembang tipis.
“Hubungan yang rumit,” gumamnya pelan, mengingat siapa Anton sebenarnya—tokoh bisnis kontroversial yang baru-baru ini menjadi bahan pemberitaan. Fakta bahwa Clara adalah anak Anton... membuatnya semakin tertarik.
Tak lama kemudian, seorang pria bertubuh tinggi dan berwajah tenang memasuki ballroom. Ia mengenakan setelan jas abu-abu gelap yang rapi, langkahnya mantap dan penuh percaya diri.
Clara yang sedang berusaha mengatur napasnya mendongak. Ia mengenali sosok itu dari jauh. Orang yang sangat ia kenali.
Pria itu berjalan ke arah Mathew, menyapa dengan jabatan tangan singkat dan penuh wibawa. Setelah berbicara singkat, mereka berdua naik ke atas panggung.
Clara semakin membelalak, saat mengetahui jika pria itu pemilik sebuah perusahaan dan menjalin kerjasama dengan perusahaan mathew.