Hidup Naura sudah berantakan, semakin berantakan lagi ketika ia diperkosa dan diharuskan menikah dengan brandalan bernama Regan Januar. Kejadian mengerikan itu terpaksa membuat Naura mengundurkan diri dari pekerjaannya, berhenti kuliah, dan berbohong kepada ibu dan sahabatnya. Tidak ada ekspektasi berlebih dengan pernikahan yang didasari dengan alasan menyedihkan seperti itu. Namun, apakah pernikahan mereka akan berjalan baik-baik saja? Atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon macarhd, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tegang?
Seperti apa yang dikatakan oleh Ardy semalam, hari ini Naura kembali pulang ke kontrakannya. Ia tidak pulang sendirian, melainkan diantar oleh Regan dan turun di tempat seperti biasa. Awalnya Tessa yang akan mengantarkannya pulang, namun wanita itu harus menemui seseorang yang akan mengurus acara pernikahan nantinya. Alhasil Naura pulang bersama laki-laki mengerikan itu.
Entah atas dasar kemauannya sendiri, atau disuruh dan dipaksa oleh Tessa. Yang pasti, selama di perjalanan tadi, Regan memasang wajah yang tidak mengenakan. Seperti biasa juga, tidak ada obrolan yang meliputi keduanya. Selama hampir satu jam dihabiskan oleh keheningan dengan kepala yang entah memikirkan hal apa.
Kini Naura tengah merenung di tempat tidurnya. Mengedarkan pandangan ke seluruh sudut kontrakannya. Tempat yang akan ia tinggalkan sekarang juga.
Sudah bertahun-tahun menempati tempat ini membuat Naura sedikit tidak rela kalau harus meninggalkannya. Meski sempit dan pengap, ini sudah menjadi tempat keluh kesahnya bahkan ketika ia masih duduk di bangku SMA.
Iya, selama itu.
Mau setidak rela apa pun, Naura tetap tidak bisa mengelak sekarang. Tempat ini harus segera ia tinggalkan.
Tidak mau membuang-buang waktu, Naura beranjak dari duduknya dan mulai mengemasi barang-barang yang akan ia bawa. Barang itu meliputi pakaian dan keperluannya saja, sisanya akan ia tinggalkan di tempat ini. Meski sudah diterima dengan baik di rumah itu, tidak mungkin, kan, jika Naura harus membawa barang-barang yang tidak memungkinkan untuk dibawa? Seperti alat-alat bersih dan peralatan lainnya. Keluarga Regan akan tertawa kalau saja Naura tetap melakukannya.
Setelah selesai mengemasi barang-barangnya, Naura keluar dari kontrakan dan berjalan menuju tempat kerjanya. Iya, toko kue Bu Nadia. Ia akan mengundurkan diri dari pekerjaannya sekaligus berpamitan kepada wanita baik yang sudah banyak membantunya itu.
Bagaimanapun, Naura tidak bisa menghilang begitu saja, Bu Nadia akan khawatir dengan keadaannya.
"Ya ampun, Naura?!"
Belum sempat memasuki toko itu, Naura sudah dikejutkan dengan suara Bu Nadia yang kebetulan tengah berjaga di depan. Melihatnya dengan tatapan yang... entahlah, Naura tidak bisa mengartikannya.
"Kamu ke mana aja?" lanjut wanita itu.
Ini terkesan tidak tahu malu, di mana Naura datang dan bersikap seolah tidak ada kesalahan yang telah dia lakukan. Tersenyum kikuk, Naura melanjutkan langkahnya. Memasuki toko ketika Bu Nadia sudah mempersilakannya untuk masuk.
"Kamu baik-baik aja, kan?" tanya Bu Nadia. Keduanya sudah duduk di ruangan wanita pemilik toko kue itu.
"Aku baik-baik aja, Bu. Maaf udah bikin khawatir kemarin," jawab Naura.
Mendengar itu, Bu Nadia menghela napas lega di tempatnya. "Terus selama itu kamu ke mana aja?"
"Aku pulang kampung, Bu, nemuin Ibu."
Itu sebuah kenyataan, jadi tidak termasuk ke dalam kebohongan, kan?
Naura memang sempat pulang ke Bandung untuk menemui ibunya di sana. Setidaknya ia tidak begitu membohongi wanita baik itu.
"Oh, nemuin Ibu kamu." Bu Nadia manggut-manggut di tempatnya. "Ada apa? Ada sesuatu yang terjadi?"
Sesuatu yang perlu diperhatikan ketika mencari pekerjaan adalah bagaimana seorang bos memperlakukan karyawannya. Bu Nadia bisa jadi urutan terbaik pertama dalam hal itu. Bisa dilihat bagaimana cara dia memperlakukan Naura, memang sebaik itu.
"Nggak ada apa-apa, Bu. Cuma lagi kangen aja."
"Syukurlah, takutnya ada apa-apa sampai bikin kamu menghilang beberapa hari ini."
Kenyataannya memang ada apa-apa. Hanya saja, Naura tidak mau membahas itu semua kepada Bu Nadia.
Terlalu memalukan untuk diceritakan.
"I-iya, Bu. Sebenarnya ada yang ingin aku omongin juga. Aku... mau menetap di Bandung." Naura kembali mengucapkan kebohongan dalam mulutnya. Sesuatu yang sudah ia pikirkan semalaman. Alasan yang paling masuk akal untuk diucapkan. Setidaknya, Bu Nadia tidak akan bertanya-tanya akan ke mana ia sampai harus berhenti kerja di tokonya.
Tidak seperti yang Naura duga sebelumnya, Bu Nadia terlihat biasa-biasa saja. Tidak terkejut dengan apa yang ia ucapkan barusan.
"Itu artinya, kamu mau berhenti kerja di toko ini?"
Naura mengangguki pertanyaan Bu Nadia.
"Naura, saya selalu dukung apa yang kamu lakukan. Selama itu baik untuk kamu dan keluarga, lakukanlah." Bu Nadia berdeham pelan di tempatnya. "Em... tapi, gimana sama kuliah kamu?"
"Aku udah mengurus pengunduran diri, Bu. Nanti sore udah harus berangkat ke Bandung."
Tidak ada pilihan lain, memang hanya berbohong yang bisa Naura lakukan saat ini. terpaksa mengatakan bahwa ia sudah mengundurkan diri dari universitas tempatnya menganyam pendidikan, padahal aslinya Naura sama sekali belum melakukan hal itu.
Setelah selesai dengan urusan pekerjaan, Naura langsung pamit kepada Bu Nadia untuk kembali menuju kontrakannya. Ada hal yang lagi-lagi membuat Naura tidak habis pikir dengan kebaikan wanita itu. Bu Nadia memberikan sebuah amplop coklat yang isinya sejumlah uang. Anggap sebagai uang pesangon, katanya. Padahal, ia belum bekerja selama itu di tokonya.
Sudah jangan diragukan lagi kebaikannya.
Meski merasa tidak pantas untuk menerimanya, Naura tetap membawa pulang amplop itu karena Bu Nadia memaksa dan mengatakan akan marah kalau saja Naura tetap menolaknya.
Naura pikir, hatinya sudah bisa tenang setelah itu. Namun ternyata tidak. Lima langkah lagi menuju kontrakannya, Naura dibuat terkejut dan gemetar karena matanya melihat seseorang yang duduk tepat di depan kontrakannya.
Melody Cinta. Sahabatnya yang sudah ia tinggalkan beberapa hari terakhir ini. Duduk dengan memasang wajah marah kepadanya.
Bagaimana ini?
Demi apa pun, Naura belum siap kalau harus menceritakannya kepada Melody sekarang.
Belum siap.
Naura belum menyiapkan penjelasan yang lebih masuk akal lagi dari penjelasan yang ia berikan kepada Bu Nadia.
"Lo ke mana aja, Ra? Kok, ngilang lagi? Bahkan lo biarin semua telepon dan pesan dari gue. Lo kenapa?"
Pertanyaan Melody langsung menerpa bahkan sebelum Naura sampai tepat di hadapan perempuan itu. Mendengarnya, Naura menelan ludah susah payah dengan jantung yang mulai bekerja tidak normal seperti biasa.
Percayalah, sensasi yang Naura rasakan sekarang sama dengan sensasi yang dia rasakan saat bertemu dengan Ibunya beberapa waktu yang lalu.
Terlalu menegangkan.
"M-mel, lo kapan ke sini?" Alih-alih menjawab pertanyaan Melody, Naura memilih untuk berbasa-basi terlebih dahulu dengan sahabatnya itu. Tersenyum penuh ragu, menunjukan betapa tidak tahu diri dan tidah tahu malunya Naura saat itu.
"Jawab dulu pertanyaan gue, Ra." Melody beranjak dari duduknya. "Lo ada masalah yang disembunyiin dari gue?"
Naura semakin terintimidasi. Ia mengalihkan pandangannya, tidak sanggup menatap Melody secara langsung sebab, tatapan Melody yang sekarang sangat tajam, menunjukan betapa marahnya gadis itu sekarang.
"Mel?" Naura berdeham di tempatnya. Bingung harus mengatakan apa. Hingga kebingungannya teralihkan ketika ponselnya yang ada di saku celana, bergetar dan bersuara. Tanpa izin lebih dulu, Naura langsung mengambil ponsel dan emnjawab telepon yang ternyata berasal dari Regan.
"Hallo?" ucap Naura. Semoga saja Melody tidak akan mendengar suara Regan di ujung sana.
"Gue bentar lagi nyampe di tempat biasa, lo udah siap?"
Deg...
Kenapa ketegangan ini datang secara bersamaan?
beneran gak tuh aku udah lama lho thor menunggu apakah bakal ada adegan 🍍 nanasnya tp sejauh ini belum terlihat tanda" hihihi