**Tidak ada adegan vulgar cinta sesama jenis disini ya***
Tawaran Menjadi istri kontrak seorang gay (Galeo davin) dengan Bayaran 1 Milyar untuk 1 tahun, membuat Resha Alea (Eca) langsung menyetujuinya, karena kebutuhan yang mendesak akibat hutang judi yang di wariskan oleh mendiang orang tuanya.
Setelah pernikahan, Eca selalu menyaksikan kebersamaan Leo dan teman dekat laki lakinya, Stavi yang bernama asli (Gustav Alvaro).
Seiring berjalannya waktu, Perlahan Leo berubah sedikit demi sedikit karena afirmasi dan perlakuan yang Eca berikan di setiap harinya.
(Novel ini ringan ya, jangan berharap konflik yang berat seberat beban hidup ... jangan!)
Yang suka silahkan lanjut baca, yang gak suka gak usah menggiring kebencian lewat kolom komentar, lebih baik di skip, okey?! ✨
Btw ini novel ke 3 author ya, makasih yang udah setia nemenin dari novel pertama, I love you so bad my readers 💜✨
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fareed Feeza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Salting
"Ya bukan sih ... "
"Gak usah lo ketemuan lagi sama dia."
"Loh? Kenapa?"
"Gak kenapa-kenapa, pokoknya jangan. Bantu gue jalan ... " Titah Leo.
Butuh bantuan tapi jutek kayak gini!
Eca mendekat kan diri dan mengalungkan sebelah tangan Leo ke pundaknya. Sambil berjalan perlahan dapat Leo rasakan saat berada berdekatan dengan Eca sangat jauh berbeda ketika dia dekat dengan Anna.
Apa gue udah ketergantungan sama nih gantungan kunci yang super ngeselin ini? Kontrak gue cuman tinggal beberapa bulan lagi, dan gue harus lakuin semuanya sendiri kayak dulu.
Lebih banyak melamun membuat Leo tidak sadar bahwa Eca sudah membantu sampai di dekat tempat tidurnya.
"Silahkan kak, udah sampe ... Kamu mikirin apa sih, kok malah bengong terus."
"Ca ... Tinggal tiga bulan lagi kita bareng-bareng kayak gini, boleh gue minta sesuatu sama lo?" Tanya Leo dengan wajah seriusnya.
"Apa? Jangan bilang minta hak suami sama istri."
Leo menyunggingkan senyumnya, "Itu lo paham."
"Kak apaan si!" Protes Eca yang wajahnya langsung memerah.
Leo meraih kedua tangan Eca, di genggamnya erat di hadapan wajahnya, ini adalah kali pertama Leo melakukan hal selembut ini pada Eca.
Apa lagi yang dia maksud sih sebenernya.
"Tidur satu kamar sama gue." Ucap Leo.
"Tuh kan!"
"Engga, beneran ... Cuman tidur, gue janji."
"Tujuan kakak apaan sih? dulu perasaan kakak paling anti kalau kita deket-deket, eh sekarang malah minta tidur satu kamar."
Itu dulu, sekarang gue udah mulai luluh sama semua yang lo lakuin sama gue.
"Gue cuman mau menikmati kebersamaan kita di beberapa bulan terakhir pernikahan kontrak ini."
.
.
Eca sudah membawa bantal dan juga selimut kesayangannya ke dalam kamar Leo, setelah menimbang-nimbang dia menuruti apa yang Leo inginkan.
"Aku tidur dimana? Di lantai?"
"Di samping gue."
"Awas ya cari-cari kesempatan dalam kesempitan."
Suka suka gue lah.
.
.
Malam semakin larut, dua orang yang berada di atas tempat tidur yang sama belum juga memejamkan matanya.
masing-masing dari mereka masih menatap langit-langit kamar yang sama.
"Bosen!" Gumam Eca, badannya berguling kanan dan kiri, karena matanya yang masih segar, dan Leo melarang untuk memainkan ponsel ketika sudah naik ke atas tempat tidur.
"Gimana gue bisa tidur kalau lo gabisa diem kayak gitu Ca?" Protes Leo yang padahal sama-sama tidak bisa tidur.
"Yaudah deh, aku pindah kamar biasa aja Kak, yang ada kita begadang kalau disini berdua."
"Begadang? emang kita mau ngapain?" ledek Leo.
Eca reflek menarik selimut sampai ke atas lehernya, dan itu membuat Leo tergelak. "Jangan sentuh aku." Ucapnya.
"Kalau gue mau, Lo bisa apa?"
"Bisa tendang kaki kamu! Mau?" Tantang Eca.
Leo hanya tersenyum, sejujurnya dia sangat senang malam ini karena Eca mau menuruti permintaannya.
Perlahan Eca naik ke atas tempat tidur dengan bantal yang menutupi tubuh bagian depannya. Eca meletakan Guling di antara dia dan Leo sebagai pembatas.
Dengan cepat Leo melempar guling ke bawah lantai, "Sempit! Gak usah di batas-batasin. Gue gak akan ngelakuin itu ... Kecuali lo yang minta duluan." Ucapnya dengan percaya diri.
"Ish mimpi."
Leo mematikan lampu utama dan menggantinya dengan lampu tidur yang redup.
"Selamat tidur Ca."
"Iya kak, selamat tidur juga."
Eca berusaha menahan kegugupan yang dia rasakan saat ini, jika dia satu tempat tidur dengan Leo dalam keadaan tidak akur seperti awal pernikahan rasanya tidak secanggung ini.
"Ca ... "
Panggilan dari Leo membuat Eca mulas,mendadak dia ingin ke toilet.
"Kak ... Aku mulas." Ucapnya dan langsung berlari menuju kamar mandi.
"Kenapa mendadak jadi sakit perut gini sih!" Gumam Eca.
Beberapa menit berlalu, Eca mengira kalau Leo sudah tertidur ... Karena dirinya cukup lama menghabiskan waktu di dalam kamar mandi.
"Udah selesai?" Tanya Leo, yang membuat tubuh Eca kembali meremang.
"U-udah, kamu bukannya tidur kak."
"Aneh ... Mendadak gak bisa tidur, padahal udah minum obat, sini deketan Ca ... Mungkin kalau di usap-usap kepalanya gue bisa tidur."
"Hah? D-di usap?"
"Iya, biar gue bisa tidur."
Eca menggeser tubuhnya sedikit demi sedikit, hingga saat ini kepala Leo sudah menempel di bahu Eca.
Dengan lembut Eca mengusap kepala Leo seperti layaknya seorang ibu yang sedang meniduri anaknya.
Perlahan mereka berdua masuk ke dalam alam mimpi masing-masing, mungkin karena satu sama lain sudah merasa nyaman.
***
Cahaya matahari sudah mulai masuk ke dalam celah gorden kamar Leo.
Pria itu terjaga dari tidurnya, dengan posisi tangan Eca yang melingkar di lehernya. Leo mendongakkan wajahnya ... Jaraknya dengan wajah Eca saat ini mungkin hanya beberapa cm saja.
"Pagi ini adalah pagi ternyaman selama gue hidup di dunia ini." gumam Leo.
Mendengar suara gumaman Leo, Eca perlahan membuka matanya, Eca sedikit kaget dengan posisi tangannya saat ini. "Aaa ... sorry kak, aku kayaknya gak sadar deh pas tidur."
"Jangan sentuh, jangan sentuh .. Eh lo duluan yang nyentuh gue."
"Hah?! Gak salah? Yang minta usap-usap kepala emang siapa? Kamu kan? berarti kamu yang mulai duluan." Eca langsung mengambil bantal dan langsung berjalan keluar kamar Leo.
Leo terkekeh Geli melihat Eca tersipu malu seperti itu.
.
.
Eca sudah bersiap akan pergi ke kampus pagi ini, sarapan dan obat Leo sudah tersedia di meja makan.
Tongkat yang Oscar bawakan untuk membantu Leo beraktivitas pun sudah Eca siapkan, walaupun Leo selalu memilih berpegangan dengan sebelah tangan, tapi Eca tetap menyediakannya.
"Ca ... " Panggil Leo dari dalam kamarnya.
Dengan sigap Eca langsung mengambil tongkat dan langsung menghampiri Leo, "Iya kak, aku datang ... "
"Ini tongkatnya." Eca memberikan tongkat yang dia bawakan pada Leo.
"Gue mau minum obat."
"Iya udah aku bikinin sarapan kok."
"Suapin."
Aaaaa ... Kenapa dari semalem jadi manja banget sih nih bayi gede!
"Iya, ayok." Eca membantu Leo berjalan, dengan memegang sebelah tangannya. Padahal saat ini Leo sudah menggunakan tongkat untuk berjalan, tapi Eca reflek membantu suaminya itu, dia masih khawatir Leo jatuh.
.
.
Leo duduk perlahan di bantu Eca.
Wanita itu dengan sigap menyiapkan makanan dan obat untuk Leo.
Tanpa Eca sadari pandangan Leo sangat lekat pada wajahnya, Leo seperti baru mengagumi pesona wanita imut yang sudah menemani dirinya beberapa bulan ini.
Istri gue.
"Buka mulutnya ganteng." Eca mengulurkan tangannya yang memegang sendok dengan nasi dan lauk di atasnya pada Leo.
Di perlakukan seperti itu saja Leo tidak sanggup menyembunyikan salah tingkahnya, bukannya membuka mulut Leo malah tersenyum sambil mencubit gemas pipi Eca.
"Ih malah cubit pipikuuuu."
Satu suapan berhasil masuk ke dalam mulut Leo, saat rasa saltingnya sudah tersalurkan dengan mencubit pipi Eca.
"Ih salting ... " Ledek Eca pada Leo.