Betapa hancurnya perasaanku, saat aku tau suamiku menikah diam diam di belakangku dengan temanku..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Hari semakin malam, aku pulang dengan perasaan yang bahagia,
"Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumsalam" seru mama
Aku tersenyum kearah mama, melihat mama sudah duduk di ruang tamu aku sudah sangat bahagia sekali.
"Alhamdulilah udah pulang nak" seru mama
"Udah mah." Ucapku sambil duduk di sofa
Kimberly duduk di sampingku dengan wajah yang berseri-seri. "Kak!" serunya, penuh kegembiraan. Aku bisa merasakan kebahagiaannya yang begitu tulus.
Mama segera menanyakan bagaimana sidang perceraian yang baru saja aku jalani hari ini. Aku pun bercerita tentang semua detail yang terjadi di ruang sidang, bagaimana akhirnya aku resmi terlepas dari Hans yang telah membuat hidupku menderita.
Mendengar kisahku, Kimberly dan Mama sama-sama mengucapkan syukur karena aku sudah bisa melepaskan diri dari ikatan yang tidak membahagiakan itu.
"Yaudah, mandi sana. Abis itu kita makan bareng," ujar Mama dengan lembut.
"Oke, Ma," jawabku, lalu beranjak menuju kamarku.
Begitu tiba di kamar, aku meletakkan tas yang kubawa di atas meja rias. Tak lama, ponselku berbunyi dari dalam tas.
Aku segera meraihnya dan melihat siapa yang meneleponku. Ternyata Rena, wanita yang selama ini sering menggangguku. Aku bergumam dalam hati, "Ada apa lagi tuh perempuan?"
[ "Hallo," ] ucapku melalui telepon.
["Hallo juga Rea, selamat ya udah jadi janda dan aku sekarang sudah jadi satu-satunya istrinya Hans," ]sahut Rena dengan nada mencemooh.
[ "Tidak masalah, apa urusannya dengan kamu?" ] balasku ketus.
[ "Aku bahagia lah, sekarang aku jadi nyonya Hans," ] kata Rena dengan bangga.
[ "Bekas aku saja bangga," ] sindirku sambil mematikan panggilan telepon Rena.
Kesal rasanya mendengar ucapan Rena yang menyakitkan hati. Aku segera mengambil handuk dan segera masuk ke dalam kamar mandi untuk melupakan kejadian tersebut.
Air yang mengalir di tubuhku membawa perasaan segar dan tenang, menghilangkan rasa kesal yang mendalam.
Setelah mandi, aku keluar dari kamar mandi dan mengambil piyama untuk segera mengenakannya.
Pikiranku masih saja teringat akan perkataan Rena yang penuh dengan penghinaan. Namun, aku berusaha untuk tidak terpengaruh olehnya dan mencoba melanjutkan hidupku.
Malam itu, Aku memutuskan untuk melupakan Hans dan semua kenangan pahit yang pernah kami alami bersama.
Aku berjanji pada diri sendiri untuk fokus menjalani hidup dan tak mau menangis lagi karena Hans. Semua sudah berlalu, dan kami kini hidup terpisah.
Aku merebahkan tubuhku di atas kasur, berusaha untuk meresapi keputusanku. Tiba-tiba, ponselku bergetar. Aku melihat pesan dari nomor yang tidak kukenal.
"[Save Maharani]"
Maharani? Aku tersenyum sambil membaca pesan dari Maharani.
Aku: "[Oke]"
Maharani: "[Kakak, kapan main ke rumah? Tadi aku cerita ke Mamah loh tentang kakak.]"
Aku terkejut membaca pesan itu. Apa dokter tidak menceritakan kepada Maharani bahwa kami baru saling kenal beberapa minggu yang lalu? Aku merasa bingung dan gugup, takut kalau ada kesalahpahaman yang terjadi.
Namun, aku mencoba untuk menenangkan diri. Toh, mungkin ini adalah cara kehidupan yang memberikan kesempatan bagiku untuk memulai lembaran baru. Aku pun membalas pesan Maharani dengan senyuman.
Aku: "[apa kakak kamu tidak bercerita kalo kami hanya sebatas kenal saja ]"
Dengan hati yang berdebar-debar, aku mulai merasakan harapan baru dalam hidupku. Semoga keputusanku untuk melupakan Hans dan fokus pada diri sendiri membawa kebahagiaan yang lebih besar dan lebih baik bagi masa depanku.
Maharani [ kata Kaka sii kalian hanya teman saja, tapi aku gak peduli dan gak percaya kak ]
Aku tersentak, hatiku berdebar. Apakah Arka tau tentang tudingan yang beredar di antara kami? Atau apakah dia ingin menjernihkan suasana agar adiknya tidak salah paham?
"Kak, kamu kenapa?" tanya Kimberly dengan raut wajah cemas melihatku.
"Tidak apa-apa, Dek," jawabku berusaha tersenyum.
Mama menatapku dengan pandangan tajam, seperti bisa membaca isi hatiku.
"Kamu jangan memikirkan Hans rea, dia gak pantas untuk kamu fikirkan, cobalah untuk berdamai dengan status kamu yang sekarang " pesan Mama dengan lembut.
Aku mengangguk, mama gak tau saja kalo ini bukan masalah hans, tapi dokter arka. Kamipun makan malam bersama.
Badanku merasa sangat capek jadi aku memutuskan untuk tidur lebih awal,
Keesokan harinya, setelah selesai rapat aku memutuskan untuk bertemu dengan arka di rumah sakit.
Karena sejak pagi Maharani menginginkan aku main ke rumahnya, katanya mama ingin bertemu denganku, jujur saja aku belum siap karena Emang aku dan arka hanya teman.
Aku menemui suster yang biasa bersama dengan arka, katanya dokter arka masih ada pasien dua dan aku di suruh menunggu di rumah tunggu Pasien.
Menunggu kurang lebih setengah jam akhirnya aku bisa masuk menemui dokter arka, aku duduk dan kami saling berhadapan dengan suasana yang cukup tegang.
Aku mengumpulkan keberanian untuk membuka pembicaraan.
"Dokter Arka, aku ingin bicara soal tudingan yang beredar tentang kita. Aku khawatir adekmu salah paham dan dokter merasa tidak nyaman," ungkapku dengan tegas.
Arka menatapku dalam-dalam, kemudian menghela napas panjang. "Aku tahu, aku juga khawatir tentang hal yang sama. Mari kita selesaikan masalah ini bersama, agar tidak ada lagi yang merasa terganggu," sahutnya dengan mantap.
Aku merasa lega, setidaknya Arka dan aku memiliki pemikiran yang sama. Kini kami bisa bekerja sama untuk menjernihkan suasana dan akan menjelaskan sama sama.
Ceklek..
Pintu terbuka lebar, dan aku serta Arka terkejut dengan kedatangan seseorang yang tidak pernah kami duga sebelumnya. Arka dan aku saling pandang dengan raut wajah yang sama-sama tercengang.
"Mama!" seru Arka terkejut.
"Mamah?" gumamku, tidak kalah kagetnya.
Ternyata yang datang adalah ibu Arka, seseorang yang tak pernah kuduga akan bertemu di sini. Aku merasa cemas, takut akan penghakiman yang mungkin akan ia lontarkan.
"Loh, siapa ini Arka? Cantik sekali! Apa dia yang bernama Rea?" tanya ibunya sambil tersenyum lebar.
Jantungku seakan berhenti, bagaimana bisa ia tau namaku? Aku merasa seperti terjebak dalam situasi yang sangat sulit.
Oh iya seketika aku langsung teringat, Maharani sudah bercerita tentang aku,
"Iya, Mah. Dia Rea," jawab Arka sambil menatapku. "Arka mau menjelaskan ke Mama, kalau Rea ini..."
"Iya, Mama tau, Nak," potong ibunya, masih tersenyum. "Kalau Rea ini calon istri kamu, kan?"
"Aish!" seru Arka, tampak bingung dengan situasi ini.
Aku duduk mematung, tidak tahu harus bereaksi bagaimana. Hatiku berdebar kencang, dan aku merasa seperti sejuta kupu-kupu yang berterbangan di perutku. Apakah ini pertanda baik, atau malah sebaliknya?
"Duh nak, kenapa kamu gak pernah kenalin ke mama, kalo kamu sudah punya calon istri dan itu sangat cantik sekali" puji mama arka
Aku semakin bingung bagaimana ini? Tau gini aku gak ke sini, ini namanya aku terjebak dalam keinginanku sendiri untuk menemui dokter arka.
***
kcuali Delfin teges tinggal kan rumah trus nikah hidup berjuang berdua dan buktikan kl mampu tnp ortu. baru keren kan gk durhaka cm gk di restui krn janda, kcuali gk di restui krn perempuannya bkn wanita baik baik itu baru aku di pihak mamanya.