Seperti kata pepatah, "Setelah kehilangan, barulah dia menyadari perasaannya." Itulah yang dialami oleh Revandra Riddle, pria berusia 30 tahun yang menikahi Airin Castela dalam pernikahan kontrak selama 5 tahun. Pernikahan mereka terjadi karena perjodohan; kedua orang tua Revan sangat menyukai Airin, sementara Erika Queen, kekasih Revan, justru menjadi sosok yang dibenci. Untuk itu, demi memisahkan mereka berdua, orang tua Revan menjodohkan dirinya dengan Airin.
Namun, selama pernikahan itu, Revan tak pernah memberi hatinya pada Airin. Ia terus berlaku kasar dan dingin, menunjukkan kebencian yang mendalam terhadap istrinya. Namun, takdir seakan ingin memberinya pelajaran; suatu hari, Revan mengetahui bahwa Erika, sang pujaan hati yang ia lindungi selama ini, ternyata telah mengkhianatinya. Detik itu juga, Revan tersadar akan kesalahannya. Airin yang selama ini bersabar dengan segala perlakuan buruknya, justru merupakan wanita yang setia dan mencintainya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gebi salvina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Malam itu begitu tenang dan angin malam yang sejuk bertiup lembut. Langit penuh dengan bintang-bintang yang berkelap-kelip, seolah-olah mereka berlomba untuk menghiasi kegelapan. Airin duduk di kursi balkon kamar tidurnya, menikmati keindahan malam yang damai itu. Angin malam menerpa wajah cantiknya, membuatnya merasa begitu bebas dan nyaman.
"Aah, aku tidak pernah merasa sebebas ini. Setelah hampir lima tahun belakangan ini," gumam Airin dalam hati. Selama ini, Airin selalu bersikap berbanding terbalik dengan dirinya yang sebenarnya. Dia menampilkan sikap anggun, lembut, sopan, dan selalu diam mengalah. Semua itu ia lakukan demi menarik perhatian Revan, suaminya, yang ia cintai.
Namun, di balik topeng yang selama ini ia pakai, Airin sebenarnya memiliki sisi lain yang ingin sekali ia keluarkan. Malam ini, saat ia menikmati sepi malam dan keindahan langit yang berbintang, Airin merasa seolah-olah ia bisa menjadi diri sendiri untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama.
Airin bangkit dari duduknya dengan perasaan bercampur aduk. Langkah kakinya membawanya menuju pembatas balkon yang menawarkan pemandangan kota yang terang benderang. Dia berdiri di sana, menopang kedua tangannya di pembatas balkon, merenung ke arah cahaya-cahaya yang berkelap-kelip di kejauhan.
"Saat ini pasti sekarang dia sedang bersama wanita yang ia cintai, kan!" gumam Airin dengan nada penuh kekecewaan. Pikirannya terus melayang pada Revan dan Erika yang mungkin sedang merayakan kebersamaan mereka di tempat yang jauh dari sini. Airin tersenyum getir, perasaan sakit hati dan kehilangan menderanya.
Tekadnya semakin kuat. Ia membulatkan tekad bahwa besok ia akan pergi ke pengadilan agama. Apapun yang terjadi, Airin ingin segera bercerai dari Revan, lelaki yang tidak pernah menghargai cinta dengan kesetiannya selama ini. Bahkan jika mengharuskan dia mengeluarkan surat kontrak pernikahan mereka pun, ia akan melakukannya demi membebaskan diri dari ikatan yang telah menyakitinya.
Malam itu, Airin tak bisa tidur. Pikirannya terus melayang pada keputusan yang akan diambilnya esok hari. Namun, di balik rasa sakit dan kecewa yang menghantuinya, ada secercah harapan bahwa keputusan ini akan membawanya pada kebahagiaan yang baru. Keberanian dan tekad Airin menjadi bukti kekuatan hati seorang wanita yang telah terluka, namun tetap berani untuk melangkah maju demi kebahagiaan yang hakiki.
...
Sementara lelaki yang Airin duga tengah bersama Erika itu justru sedang duduk di bar langganannya dengan tatapan kosong, matanya sayu dan wajahnya pucat. Di depannya terdapat beberapa gelas anggur yang sudah kosong. Ia terlihat jauh dari bahagia saat mendengar bahwa Airin ingin mengakhiri pernikahan mereka lebih cepat, selain itu, wanita yang ia cinta bertahun-tahun juga telah mengkhianatinya. Bukan hanya kehilangan istri, ia juga telah kehilangan kekasihnya.
Bayu, sahabatnya yang duduk di sebelahnya, mencoba menghiburnya. "Bukankah ini yang kau inginkan? Kenapa kau terlihat tidak rela, setelah Airin menyetujui perceraian itu? Setelah ini kau dan Erika bisa bersatu, bahkan jika orang tuamu marah, Airin lah yang mengajukan gugatan, jadi mereka tidak mungkin menyalahkanmu," ucap Bayu sambil menepuk pundak Revan.
Revan menegak segelas anggur dalam sekali tegukan, lalu menujuk Bayu dengan tangan yang gemetar, "Kau tahu, Bayu? Aku merasa seperti monster sekarang. Aku merasa seolah-olah telah mengkhianati Airin, wanita yang telah setia dan sabar bersamaku selama ini. Aku merasa sangat bersalah, bahkan jika nantinya aku bisa bersama Erika."
Semua kenangan saat Airi mencoba menarik perhatiannya terus bergelayut dibenaknya, dan ia kembali meneguk anggur untuk menenangkan diri. Bayu hanya bisa diam dan memahami rasa bersalah yang dirasakan oleh sahabatnya. Keduanya terdiam, tenggelam dalam suasana yang suram dan hati yang hancur.
Revan terlihat sangat mabuk, matanya memerah dan tubuhnya terhuyung-huyung. Bayu menatap sahabatnya dengan keprihatinan, menahan kesabaran karena perilaku Revan yang tak terkendali. Revan mengoceh tanpa henti, seolah tak peduli dengan kondisinya yang mengenaskan.
"Lepaskan, aku tidak mabuk! Aku masih bisa minum lagi, hei! Isi lagi gelasnya," teriak Revan sambil berusaha melepaskan diri dari bantuan Bayu. Namun, Bayu tetap kukuh memapah sahabatnya itu, berusaha untuk mengantarkannya pulang secepat mungkin.
"Diamlah, Revan. Kau ini selalu saja merepotkanku," ucap Bayu dengan nada kesal, namun tetap mencoba untuk menenangkan sahabatnya. Dengan sedikit kesulitan, Bayu menyeret Revan ke arah mobil yang sudah diparkir di dekat tempat mereka.
Setelah melemparkan tubuh Revan yang tak berdaya ke kursi belakang, Bayu menghela napas panjang. Ia menggenggam setir mobil dengan erat, berusaha untuk fokus menyetir kendaraan agar mereka bisa segera sampai di rumah.
Di kursi belakang, Revan terus meracau dengan tidak jelas, mengoceh tentang segala macam hal yang tak penting. Sementara itu, Bayu mencoba untuk tak terpengaruh oleh omongan sahabatnya, memfokuskan perhatiannya pada jalan di depan mereka.
Malam itu, untuk pertama kalinya Bayu melihat Revan dalam kondisi begitu terpuruk, wajar memang, dalam waktu yang bersamaan, dia tidak hanya kehilangan istri baik seperti Airin, namun juga dikhianati wanita yang dicintainya, Erika.
Begitu tiba di rumah, Bayu dengan hati-hati memapah Revan masuk ke dalam rumah yang terasa kosong dan gelap. Biasanya, setiap kali Revan pulang, meskipun tidak ramai, setidaknya masih ada kehadiran Airin yang menemani dan lampu yang menyala terang. Namun kini, semua terasa hampa dan sunyi.
Bayu membantu Revan untuk duduk di sofa ruang tamu dan berusaha membaringkannya agar lebih nyaman. Dia hendak membantu Revan melepas jas dan sepatunya, namun Revan menolak dengan tegas.
"Tidak perlu, nanti Airin akan membantuku," ucap Revan dengan suara parau. "Dia juga akan menyeka tubuhku dan mengganti bajuku dengan piyama," lanjutnya dengan nada penuh harap.
Bayu menatap Revan dengan penuh prihatin. Hatinya terenyuh melihat betapa Revan begitu menyesali perbuatannya terhadap Airin, istrinya yang telah ia sia-sia, kan. Bayu tak tega melihat Revan seperti itu, namun dia sadar bahwa dia tidak bisa membujuk Airin, karena wanita itu, jauh lebih tersakiti dibanding Revan.
"Revan, Airin sudah tidak ada di sini lagi," ucap Bayu dengan tegas, berusaha memberi pengertian pada sahabatnya yang sedang terpuruk.
Revan menatap Bayu dengan tatapan kosong, seolah tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Dia merasa seolah kehilangan segalanya, dan dunianya menjadi hampa tanpa kehadiran Airin.
"Kau renungkan lah baik-baik, jika benar kau menyesalinya, jemput Airin, minta maaf padanya sebelum kalian benar-benar bercerai," ucap Bayu pada Revan.
Revan yang masih dalam pengaruh alkohol hanya mengangguk lalu tiba-tiba tertawa. Ia bangkit dari sofa, berjalan menuju lantai atas. Bayu yang melihat sepertinya Revan baik-baik saja, segera meninggalkan sahabatnya itu, untuk pulang ke rumahnya sendiri.
Revan berjalan dengan gontai, ia melewati kamar yang biasa Airin tempati. Revan masuk dan melihat seisi kamar yang sepi, perasaannya menjadi campur aduk. Kesedihan, penyesalan, dan amarah bergulir di dalam hatinya. Matanya menatap kosong ke arah tempat tidur yang kini terlihat begitu besar dan sepi tanpa kehadiran Airin.
Malam itu, Revan mencoba tidur di kamar Airin, berharap bisa merasakan kehangatan yang belum pernah ia rasakan bersama istrinya itu. Namun, seolah kamar itu kini menjadi saksi bisu atas kesedihan dan penyesalan yang melanda hati Revan.
Di tengah keheningan malam, Revan merasakan kehilangan yang begitu mendalam, menyesali semua perbuatannya yang telah menyakiti hati Airin dan mengakibatkan perpisahan mereka. Dalam hatinya, ia berjanji akan berusaha memperbaiki diri dan meminta maaf pada Airin, sebelum benar-benar terlambat.
***
Kalau Kayla hidup menderita maka Rudi akan turut menderita kemudian Ibu kandung Airin sakit hati ,
Biar Rudi tahu bagaimana derita Airin setelah kehilangan ibu kandung ketika melihat Kayla menderita , Biar Rudi dan Ibu kandung Airin merangkak di kubur Ayah kandung Airin demi memohon ampun ,
Dosa kita dengan Allah SWT itu mungkin di ampun tapi dosa kita dengan manusia bagaimana mahu mohon ampun kalau orang itu sudah tidak lagi ada di dunia .
glirn ga undang aja,bru hboh...ga ush ngrsa jd krban deh,sdngkn klian jg tau spa pnjhatnya....iri blang dong,ga ush ftnah2 sgla.....tar airin bongkar kbusukan bpkmu sm emak tiri trcntamu....