My Secret Lover

Sania bermain ke rumah Larissa bersama Flora dan Gavin, gadis itu baru sempat mengajak kakak kelasnya berkunjung menemui sang pujaan hati yang kini telah menjadi milik orang. Gavin tertegun saat melihat Larissa lagi, ingin sekali dirinya memeluk wanita didepannya itu. Namun, ada Riko yang duduk tak jauh dari mereka. Flora tersenyum malu, dia terus membuang muka ketika ditatap. Rasanya tidak pantas mendapatkan maaf dari sahabatnya tersebut.

Akan tetapi Larissa memiliki hati yang baik dan tulus. Dia memeluk Flora, betapa beratnya hidup sang sahabat yang terus dikekang dan diperlakukan kasar oleh suaminya. Sania sudah menceritakan tentang kehidupan Flora padanya, Larissa bahkan sampai menangis tidak tega menghentikan sahabatnya bercerita.

Gavin hanya bisa diam saat tak sengaja melihat beberapa foto yang tertempel di dinding. Larissa bersama Pram juga keluarga besar, senyuman mengembangkan nampak jelas diwajah wanita pujaannya. Awalnya dia merasa tidak rela, namun setelah Sania menjelaskan dan memberinya beberapa kata-kata cowok itu mulai ikhlas. Lagipula Pram lebih bisa memberikan kebahagiaan untuk Larissa, semuanya dimiliki oleh pria tersebut.

“Kamu bahagia La?” tanya Gavin. Wanita di sampingnya mengangguk sambil tersenyum.

“Bagus kalo gitu, aku ikut senang dengarnya.”

Sania menyuruh Gavin untuk duduk bersama Riko. Mereka bertiga para wanita akan mengobrol didalam kamar. Cowok itu menolak, menggelengkan kepalanya tidak mau duduk berdua dengan pria dingin tersebut. Setelah Larissa yang berbicara akhirnya Gavin mau menurut, dia mulai melangkahkan kakinya menuju tempat Riko.

Rasa canggung dia rasakan. Keduanya sama sekali tidak berbicara, Gavin ingin bermain ponsel namun ragu dan tak enak dengan keberadaan Riko yang duduk disebelahnya. Pada akhirnya pria dewasa itu memulai pembicaraan dengan menanyakan nama terlebih dahulu. Lambat laun mereka lancar mengobrol, bahkan sampai curhat tentang masalah percintaan mereka.

Tak terasa hari mulai gelap. Tapi para wanita masih asik didalam kamar. Gavin sudah habis dua gelas kopi dan teh, Riko juga telah pergi bersama Ayunda meninggalkan dirinya yang duduk tanpa ditemani siapapun. Untungnya Mitha keluar menawarkan Gavin minuman lagi. Gadis itu sedikit tertawa melihat empat gelas yang telah kosong. Seharusnya dia tidak ikut Sania karena jika para wanita sudah berkumpul maka mereka tidak akan ingat dengan apapun.

“Mau tambah lagi minumnya?”

“Nggak usah, kembung nih perut. Daritadi yang ditawarkan minum doang makanannya nggak.”

Mitha menggaruk kepalanya lupa memberikan camilan. Dia tersenyum malu lalu permisi masuk untuk mengambil beberapa makanan ringan. Gavin menghentikan, dia tidak ingin makan apapun lagi. Dirinya meminta Mitha untuk menemaninya saja.

“Tuan kamu galak nggak?”

“Kenapa emang? Tuan muda semuanya baik.”

“Udah berapa lama kerja di sini? Gajinya besar?” Mitha mengernyitkan dahi.

“Mau kerja juga kah di sini? Kebetulan tukang kebun dibelakang lagi butuh orang buat rawat tanaman Tuan muda. Untuk gaji bisa dibicarakan setelah Tuan pulang atau ke Nyonya Larissa juga bisa.”

“Emang wajah saya kelihatan kayak tukang kebun ya?”

Mitha menggelengkan kepala, dia berkata pelan jika wajah Gavin sangat tampan. Walaupun begitu cowok disampingnya tetap masih bisa mendengar, mendapat pujian dari seorang wanita bahwa dirinya tampan Gavin tersenyum malu. Beberapa saat kemudian, Sania dan Flora keluar dengan senyum bahagia. “Masih betah di sini kak? Aku sama Flora sih mau pulang.”

“Eh! Kalian ngapain aja sih didalam sana, lama banget capek aku nungguin.”

“Kan ada temennya itu,” seru Sania sambil mengedipkan mata melirik ke arah Mitha. Gadis itu menggoda Gavin dan nampak kakak seniornya tersebut malu-malu langsung mengajaknya pulang.

Setelah kepergian para sahabat Nyonya-nya. Mitha kembali masuk kedalam membantu yang lain menyiapkan makan malam. Di dapur, gadis itu terus disindir oleh Rara. Mengatakan jika Mitha mengabaikan tugasnya sebagai pembantu, dia malah mengobrol dengan orang asing. Asisten yang lain hanya dapat menyimak, mereka tidak mau bermasalah dengan Rara.

“Caper banget kamu sama tamunya si Larissa.”

“Aku nggak cari perhatian kok sama Mas Gavin. Dia hanya minta ditemani karena sendirian nggak ada teman. Kamu kenapa sih nggak suka gitu, cemburu?”

“Idih, aku cemburu? Aku sih nggak suka cowok miskin.”

“Darimana kamu tahu kalo Mas Gavin miskin? Kenal aja nggak, jangan menilai orang dari penampilannya Ra.”

“Dia kan temennya Larissa, pasti miskin lah. Mana ada Larissa berteman sama orang kaya.”

Para asisten dan Mitha berhenti bekerja sedangkan Rara masih saja mendumel. Ternyata ada Larissa yang tengah berdiri didekat mereka. Semua menunduk, melihat itu Rara berbalik badan. Bukannya meminta maaf dia malah melanjutkan nyinyiran-nya sambil berjalan pergi.

“Maafkan kita dan sifat Rara barusan,” ucap Mitha. Larissa hanya tersenyum dan menepuk-nepuk pundak Mitha lalu pergi dan menyuruh semuanya cepat. Setelahnya, mereka-mereka merasa tidak enak dengan ocehan Rara yang menjelekkan sahabat Larissa. “Apa sebaiknya kita laporkan saja Rara pada Tuan muda? Menurut saya dia sudah sangat tidak sopan berkata demikian. Sejak awal dia juga tidak suka melihat Nyonya Larissa berada dirumah ini.”

“Sudahlah, kita lebih baik diam saja. Biarkan Tuan muda yang mengetahuinya sendiri atau istrinya yang mengadu. Lagipula Rara hanya seorang asisten rumah tangga di sini.,” jawab Mitha.

Didalam kamar, Rara berkomunikasi bersama Bella. Gadis itu masih kerja sama untuk mencelakai Larissa. Karena Bella sudah tidak bisa masuk lagi kekediaman Pram, maka dia memerintahkan Rara melakukan tugasnya. Entah dengan apapun caranya, yang pasti kandungan Larissa harus tidak selamat.

Sayangnya, Rara sedikit kesulitan melakukan tugas tersebut. Ada Mitha, Ayunda, dan Sania yang setiap pagi atau siang bersama wanita itu sedangkan malamnya sudah pasti Larissa akan terus bersama suaminya. Pram sama sekali tidak meninggalkan istrinya sedetikpun.

Jika ingin mencelakainya diluar, ada para penjaga suruhan Wardhana. Mereka semua berbadan besar, Rara tidak berani melawannya, kecuali jika Bella juga memberinya beberapa orang lelaki untuk menjaga dirinya. Larissa sangat sulit untuk disentuh, seluruh keluarganya benar-benar menjaga dengan penuh perhatian.