NovelToon NovelToon
Di Ujung Cakrawala

Di Ujung Cakrawala

Status: tamat
Genre:Nikahmuda / Anak Genius / Anak Yatim Piatu / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Transmigrasi ke Dalam Novel / Tamat
Popularitas:10.4k
Nilai: 5
Nama Author: kaka_21

Di balik tawa yang menghiasi hari-hari, selalu ada luka yang diam-diam disimpan. Tak semua cinta datang di waktu yang tepat. Ada yang datang saat hati belum siap. Ada pula yang tumbuh di antara luka yang belum sepenuhnya sembuh.

Namaku Cakra.
Aku anak dari seorang perempuan yang terlalu kuat untuk mengeluh dan terlalu sabar untuk marah. Aku juga anak dari seorang pria yang namanya selalu disebut dengan kebanggaan, namun hanya hidup dalam kenangan.

Sejak kecil aku tumbuh dalam bayang-bayang ayahku yang gugur sebelum sempat menggendongku. Ibuku membesarkanku sendiri, menyematkan namanya dan kenangan tentang ayah dalam setiap langkahku. Aku tumbuh dengan satu tujuan—menjadi seperti dia. Seorang perwira.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kaka_21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30: Menuju Hari H

Pagi itu, sinar matahari menerobos lembut lewat jendela kamar Cakra. Suasana rumah mulai terasa berbeda lebih hidup, lebih sibuk. Di ruang tamu, Dita tampak duduk di depan meja kecil yang penuh dengan buku catatan, daftar tamu, dan brosur gedung pernikahan. “Cak, minggu depan kamu fitting jas ya. Undangan juga udah harus dicetak hari Kamis,” ujar Dita sambil menandai kalender. Dari sudut lain, Gahar terlihat membuka map berisi dokumen. Ia meneliti satu per satu dengan teliti, memastikan dokumen administrasi untuk pernikahan—KTP, KK, surat nikah orang tua, hingga surat pengantar dari RT/RW—lengkap dan tidak ada yang tertinggal.

“Ini udah lengkap, tapi nanti kita ke KUA buat pastiin lagi,” katanya pada Cakra yang hanya bisa mengangguk, merasa sedikit kewalahan dengan semua ini. Malam hari Setelah hari yang panjang penuh perencanaan dan obrolan keluarga, Cakra akhirnya berbaring di kamarnya. Tubuhnya kelelahan, tapi matanya tak bisa langsung terpejam.

Ia mengambil ponselnya dan mengetik:

“Udah capek belum?”

Tak lama kemudian, panggilan video dari Shifa masuk.

Layar menampilkan wajah Shifa yang juga terlihat lelah, rambutnya dikuncir seadanya. Tapi senyumnya tetap sama hangat dan menenangkan.

Cakra (tersenyum miring):

“Kayaknya ngurusin pernikahan lebih bikin capek dari pada nyisir hutan, ya?”

Shifa:

“Tuh, baru fitting aja udah ngos-ngosan. Gimana nanti pas akad?”

Cakra (menutup wajah dengan bantal):

“Aku nervous parah...”

Shifa:

“Tenang, kamu cuma nikah sekali. Kalau berkali-kali, baru harus khawatir.”

Keduanya tertawa kecil. Cakra menatap layar ponsel dengan tenang, dan berkata lirih,

“Fi, aku senang kita sampai di titik ini. Dulu aku pikir hidupku cuma soal tugas dan kehilangan. Tapi ternyata... ada ruang buat pulang.”

Shifa terdiam sejenak.

“Aku juga... Nggak pernah nyangka bakal cinta sama tentara keras kepala.”

Cakra:

“Eh, keras kepala dari mana? Aku lembut tau...”

Shifa:

“Lembut kalau disuapin, iya.”

Mereka tertawa lagi. Suasana menjadi sunyi untuk beberapa detik. Kemudian Shifa menguap.

Cakra (pelan):

“Tidur, yuk. Besok masih banyak yang harus kita siapkan.”

Shifa:

“Iya... tapi jangan matiin dulu... aku tidur sambil dengerin suara kamu.”

Cakra mengangguk pelan, menatap layar ponsel hingga napas Shifa terdengar pelan dan teratur. Ia kemudian mematikan panggilan, meletakkan ponsel di dadanya, dan menatap langit-langit kamar.

Dalam hati:

"Aku akan jaga dia, sekuat yang aku bisa."

Pagi hari, di ruang tamu rumah Cakra, Dita duduk dengan rapi mengenakan kerudung dan batik, di depannya laptop menyala dengan video call aktif. Di layar, tampak ibu Shifa bersama Shifa yang duduk di sampingnya. Dita tersenyum hangat. “InsyaAllah kita satu niat ya, Bu. Pengen acaranya khidmat, tapi juga membahagiakan semua pihak.” Ibu Shifa mengangguk. “Betul, Bu Dita. Hanya saja... keluarga besar kami memang terbiasa mengadakan upacara adat Sunda di acara resepsi. Jadi ingin tetap ada elemen itu, walau sederhana.”

Dita sempat terdiam, lalu melirik ke arah kamar Cakra. “Kalau dari pihak kami, Cakra dan almarhum ayahnya... memang lebih terbiasa dengan akad yang ringkas dan langsung inti. Tapi bukan berarti kami menolak, hanya ingin... jangan terlalu mewah, Bu.” Sementara itu, di Bandung, ayah Shifa dan Gahar duduk di ruang belakang. Mereka sedang membicarakan hal yang sama dengan nada yang lebih santai. “Kalau soal adat, ya... itu bagian dari menghormati leluhur. Tapi saya juga paham, kalau pihak Cakra pengennya yang sederhana.”

Gahar menyesap kopinya “Kompromi saja, Pak. Mungkin akadnya sederhana, sesuai keinginan Cakra dan ibunya. Lalu resepsinya kita gabungkan dengan adat Sunda. Tapi tetap ringan dan nggak berlebihan.” Ayah Shifa tersenyum setuju “Setuju. Yang penting anak-anak bahagia.” Siang harinya, Cakra dan Shifa melakukan video call, membicarakan hasil pembicaraan dua keluarga.

Cakra meluruskan kakinya,ia menatap gadis yg sebentar lagi akan menjadi pasangan hidupnya itu “Jadi nanti akad di masjid, sederhana. Resepsi pakai adat Sunda. Kamu nyaman?” Shifa tersenyum lembut “Nyaman. Aku malah senang bisa gabungin dua budaya. Lagipula, resepsi itu buat orang tua juga, bukan cuma kita.” Cakra tersenyum,hatinya lega mendengarkan pernyataan Shifa “Iya... tapi kamu tahu nggak? Dari semua hal, yang paling bikin aku lega itu... kamu tetap fokus ke intinya.”

Shifa memandang layar sambil mengikat rambutnya “Pernikahan bukan soal pesta, Kak. Tapi tentang siapa yang kita pilih buat jalan bareng, sampai tua nanti.” Cakra menimpali,membuatnya tertawa sendiri “Berarti... kamu siap liat aku keriputan?”

Shifa tertawa kecil membalas cakra “Asal kamu siap ngadepin aku ngambek tiap PMS, aku siap tua bareng.” Mereka tertawa kecil, tapi dalam hati mereka tahu: Perbedaan bukan masalah, jika keduanya saling memahami arah. Sore hari Cakra memandangi daftar persiapan di tangannya, lalu menatap foto keluarga di meja. Dalam hati ia bersyukur,akhirnya setelah semua hal yg mereka lewati,kini mereka akan segera memulai kisah baru

"Satu per satu... hidup ini akhirnya mulai rapi. Terima kasih, Tuhan."

Siang hari yang teduh. Cakra dan Shifa baru saja keluar dari kantor batalyon setelah mengurus surat pengajuan cuti dan administrasi pernikahan. Cakra melepas seragamnya dan menaruhnya di mobil, Shifa mengenakan blouse hijau pastel dan celana bahan. Shifa tersenyum sambil meregangkan tangannya ke depan "Akhirnya kelar juga. Sekarang tinggal nyusun dekor sama list catering ya?" Cakra menghela napas lega "Hari ini nggak mau mikirin dekor dulu. Yang aku butuh sekarang tuh… bakso Mang Ujang, dua mangkok."

Shifa tertawa melihat tinggkah cakra namun akhirnya mengangguk setuju "Hahaha! Oke, calon suami gila bakso." Mereka berjalan ke arah warung bakso langganan, tangan mereka saling menggenggam santai. Namun langkah Cakra terhenti mendadak saat melihat seseorang dari arah berlawanan. Seorang perempuan muncul dengan balutan gamis hitam polos, membawa bayi dalam gendongan. Rambutnya yang dulu dicat mencolok kini tertutup rapi oleh kerudung. Di belakangnya, Arlan berjalan perlahan sambil membawa kantong belanja.

Cakra terdiam. Matanya menatap tak percaya, namun cepat mengeras. Tangannya menggenggam tangan Shifa lebih erat. Laras melihat mereka. Senyumnya kaku, sorot matanya sinis. Ia melirik Cakra, tanpa benar-benar menatap Shifa. "Cakra… apa kabar?" Cakra menjawab dengan nada datar "Baik." Arlan yg sejak tadi diam,ia mulai membuka mulutnya "Cak, gue... gue minta maaf. Gue nggak bermaksud buat—" Cakra menjawabnya dengan tegas "Udah. Gue udah maafin. Tapi cukup sampai sini."

Ia menatap langsung ke mata Arlan. "Dan jangan pernah muncul lagi di hadapan gue." Suasana hening sesaat. Bayi dalam gendongan Laras menggeliat, menangis kecil. Laras menghindari tatapan mereka. Arlan hanya menunduk. Shifa menarik lengan Cakra pelan "Yuk, kita jalan aja..." Cakra mengangguk cepat. Mereka segera berbalik arah dan menuju warung bakso tanpa berkata sepatah kata pun.

Cakra duduk sambil menatap semangkuk bakso, tapi tidak menyentuhnya. Wajahnya masih tegang. Mamang Bakso mencoba mencairkan suasana "Lho, biasanya yang ini paling lahap… kok malah ngelamun?" Cakra tetap diam, hanya menghela napas keras. Shifa menatapnya, lalu tersenyum kecil. Dengan lembut, ia berkata sambil menyuapkan satu butir bakso ke arah Cakra: "Yuk makan. Kan kamu bilang… yang lalu, biar jadi pelajaran. Tapi masa depan, itu tanggung jawab kita berdua."

Cakra menoleh pelan, mata yang semula keras perlahan melembut. Ia membuka mulut, menerima suapan bakso dari Shifa, lalu menunduk malu. "Aku… nggak ngerti gimana kamu bisa sabar kayak gini." Shifa tersenyum lembut dan menggenggam tangan cakra "Karena aku tahu siapa kamu sekarang. Bukan siapa kamu dulu." Mamang Bakso mulai jengah dengan tingkah pasangan itu "Eh ini romantis banget, kayak sinetron. Besok-besok saya sediain lilin deh satu meja." Shifa dan Cakra tertawa pelan, suasana perlahan mencair. Namun dalam hati Cakra, ia tahu—hari ini bukan hanya tentang luka yang terbuka kembali, tapi juga tentang kekuatan orang yang memutuskan untuk tetap tinggal bersamanya.

1
🇮🇩 SaNTy 🇵🇸
Laaaaaaaaaah... Muter2 BABnya.
cenil
so sweet, seorang perwira dan dokter pasangan ideal..
cenil
semangat berkarya teman...maaf baru berikan komen....dr awal blm begitu tertarik dan akhirnya terimakasih alurnya meninggalkan jejak dan menghibur ...
Siyantin Soebianto
ceritanya jadi penisirin gini ya😇
Nanang
SEMANGAT Thor berkarya nya ya 😇
kaka_21: siap kakak,terimakasih udah mampir
total 1 replies
piyo lika pelicia
semangat ☺️
perhatikan lagi huruf kapital di awal paragraf
kaka_21: baik kak, terimakasih
total 1 replies
piyo lika pelicia
Assalamualaikum, paman pulang! waduh ... makan apa nih?"
piyo lika pelicia
Tiba-tiba pintu terbuka
piyo lika pelicia
Rama
piyo lika pelicia
"Ee.. kamu mau kemana" pake nanya. Virza tertawa kecil. "Aku mau
piyo lika pelicia
"Terimakasih, sepertinya tidak pernah."
piyo lika pelicia
ibu dan juga bapaknya kemana
piyo lika pelicia
"Ma, dengarkan aku
piyo lika pelicia
tidak boleh berkata kasar pada anak mu sendiri 😒
kaka_21: sabar kak, sabar
total 1 replies
piyo lika pelicia
"Ma, dengarkan aku
piyo lika pelicia
iklan untuk kakak ☺️
piyo lika pelicia
dasar ibu yang buruk
piyo lika pelicia
adik yang baik ☺️
piyo lika pelicia
"Eh, Riz. Ada apa?"
Inumaki Toge
Ayatnya enak dibaca,lanjut semangat ya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!