Berawal dari perselingkuhan seorang pacar yang mengakibatkan diriku dalam titik terendah. Secara tidak sengaja bertemu dengan seorang wanita yang menjadi jembatan bagiku untuk membalaskan dendam ini.
Namaku Devan Juliardi, menikah dengan Kirana Larasati yang merupakan mama dari pacarku Clarissa. Kehidupan buruk masih menderaku dengan kabar kehamilan Clarissa hingga penghianatan Kirana terhadapku.
Setelah kekecewaan yang aku dapatkan dari kedua wanita itu, aku memutuskan hidup yang baru. Meninggalkan urusan pernikahan dan fokus mencari kebahagiaan dan mendapatkan apa yang aku inginkan. Meski bayangan masa lalu terus menghantuiku, dengan berbagai upaya mereka agar aku kembali. Namun tidak semudah itu, Ferguso.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wanto Trisno 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keluarga Tante Laura
Saat melihat tante Laura, aku mengingat Kintani. Apakah dia sudah sudah baikan atau belum? Dan di sinilah aku saat ini. Saat ini aku masuk ke dalam ruang rawat Kintani. Di sana juga ada ayahnya Kintani yang sedang menungguinya.
"Eh, Masnya yang kemarin meminjam charger, kan?" tanya Pria gemuk itu, menatap ke arahku. Pandangannya tegas dan seketika mengalihkan pandangan ke arah sampingku.
"Iya, Mas. Itu tadi anak ini juga menunggu pacarnya yang sakit di sebelah. Iya, pacarnya sakit dan dibawa ke rumah sakit ini." Tante Laura malah membicarakan kebohongan itu. Padahal kan sudah dijelaskan kemarin. Mengapa dia tidak memahami situasi, sih?
"Ooh, jadi kamu sedang menunggu pacarmu? Terus, apa dia mau meminjam charger lagi?" tanya pria itu lagi. Dia kelihatan lebih waspada daripada kemarin.
"Dia itu temanku, Yah. Masa dia nggak boleh nengok aku? Eumm ... sebenarnya dia sekalian mau nolongin aku. Iya kan, Devan?" tanya Kintani yang tidak menyangka ucapan mamanya sama sekali.
"Iy-iya," jawabku lirih dan ragu. Sebenarnya aku tidak berniat bohong padamu, om gendut. Tapi aku juga bingung cara mengelaknya.
Sepertinya ibu dan anak itu memang bekerja sama untuk mengatakan hal yang tidak benar. Padahal lebih baik jujur apa adanya. Kalau begini, bisa-bisa nanti kalau Kirana ketemu om gendut ini jadi kayak gimana.
"Oohh, sayang sekali kalau begitu. Ku pikir dia pacarmu, Tan. Baiklah, kalau Kintani bukan pacarnya anak ini. Kalau teman boleh saja main ke rumah. Dan ajak pacarmu juga, biar tidak cemburu, khehehe."
Tawa orang itu sungguh renyah dan berbeda dari orang lain. Tentu saja aku tidak bisa menolaknya. Hanya tidak mungkin, seorang pria beristri main ke rumah perempuan lain. Yang ada nanti ada perang dunia ke tiga. Eh, kan Kirana dan tante Laura adalah teman dekat. Jadi tidak masalah kalau kuajak dia sekalian. Tidak akan cemburu jika bertamu ke rumahnya.
Satu hal yang masih belum aku putuskan. Apa aku tetap akan bertamu ke rumah mereka? Sudahlah, tidak perlu dipikirkan kembali. Yang ada nanti bakal repot jadinya. Aku ini lelaki bersuami dan memiliki anak tiri yang ingin aku hindari. Tapi tak akan bisa berbuat apapun dengan bebas.
"Kenapa temanmu itu pendiam, Kintani? Ehh, om belum tahu siapa namamu." Dia menatapku dengan tajam. Sepertinya sedang mengintrogasi calon mantu. Eee, jangan calon mantu, lah. Meskipun aku sebenarnya mau sama Kintani yang cantik. Nanti yang ada aku bakalan kena smack down.
"Ooh, dia memang seperti itu sejak dulu, Yah. Lagian dia juga sudah kerja mapan sekarang. Pacarnya juga cantik dan muda. Aku mau ngerebut tapi nggak berani, ahihihi."
"Makanya, Yah. Mama bawa dia ke sini. Kalau-kalau nanti mau sekalian mau sama anak kita, hehehe. Becanda, Yah." Tante Laura tersenyum setelah mengatakan itu.
"Haha! Dasar kamu ini ... kalau begitu, ini urusan anak-anak. Ayah belum makan karena harus menunggu Kintani. Mah, mana makananku? Mumpung masih ada waktu sebentar, sebelum berangkat ke kantor."
"Ini sudah disiapkan dari rumah. Ini untuk ayah sendiri. Eumm, Devan. Apa kamu sudah makan?" tanya tante Laura padaku. Mungkin dia mau menawari aku juga. Tapi aku pun tidak mau menerima. Aku sedang menunggu makanan dari mama.
"Enggak perlu, Tante. Mamaku juga datang ke rumah sakit dan membawakanku makan. Aku ke sini hanya menengok Kintani. Apa kamu sudah baikan?" Ku arahkan pandanganku ke arah tante Laura.
"Ooh, mama kamu juga datang? Kalau begitu, kita mungkin saling kenal. Tante ingin ketemu sama mama kamu nanti. Atau sekarang, kita temuin mama kamu biar Kintani dikasih izin juga, hehehe."
Ini keluarga gini amat, yah? Kok bisa-bisanya seperti ini. Kalau ini adalah keluargaku, mungkin sudah dibuat pusing oleh gaya mereka yang aneh. Anaknya mau dijodohkan dengan lelaki bersuami, memangnya ini candaan yang pantas? Tapi mau bagaimanapun juga, ini adalah keluarga Kintani.
Kintani adalah perempuan yang aku suka dari dulu. Namun karena keadaan ekonomiku yang tidak memungkinkan, aku bahkan tidak berani mendekatinya. Alasan klasik seperti itu sudah kubuang saat bertemu dengan Clarissa. Namun ternyata bukan karena harta, seseorang tulus mencintaimu. Dan tidak mungkin juga, seorang yang tulus seperti diriku, mendapatkan perempuan yang tulus pula.
Aku dan tante Laura pun keluar dari kamar setelah sebelumnya menyerahkan makanan untuk suaminya. Semoga saja mereka tidak ada hal yang membuatku khawatir. Apakah mama kenal dengan tante Laura? Atau hanya pernah bertemu sebelumnya? Ini perlu pertemuan antara mereka. Biarkan saja bertemu satu sama lain.
Tidak lupa, aku mau mengetuk pintu kembali. Karena takut Clarissa sedang dimandikan. Maksudku sedang dielap saja pakai kain dibasahin pakai air. Namun sebelum tangan ini mengetuk pintu, pintunya sudah dibuka dari dalam. Membuatku kaget dan mundur ke belakang. Ya iyalah, mundurnya ke belakang. Masa ke samping tante Laura yang tidak kalah cantik dari mereka?
Aku dikelilingi oleh para wanita cantik diumur yang jauh dariku. Entah mengapa aku melihat mama, Kirana dan tante Laura. Ketiga wanita itu terlihat masih cantik di usia yang tidak muda lagi.
"Loh, kamu ke mana saja, Devan? Mama cari ke mana-mana tidak ketemu. Eh, Laura? Kamu Laura, bukan? Kita ketemu di sini ternyata." Mama langsung mengalihkan pandangannya ke arah tante Laura. Apakah mama kenal dengan mamanya Kintani? Nah, ini akan terjawab sesaat lagi.
"Gita? Tidak disangka kamu masih terlihat muda. Kamu apa kabarnya? Maafkan aku karena tidak membantumu saat itu. Kamu tahu, saat itu aku juga sedang hidup susah dengan suamiku. Tapi–"
"Sudahlah ... tidak baik kita bicara masa lalu. Kamu kenal dengan anakku? Ini Devan adalah jagoanku yang paling tampan, lohh."
Memang mereka adalah teman yang akrap. Sepertinya semua kebetulan ini akan menjadi reuni antara mereka. Aku tidak mau berurusan dengan masa lalu mereka. Aku mau ketemu dengan Kirana saja. Apakah dia masih di dalam atau sudah pergi? Aku mau memastikannya saja.
Dari luar aku melihat seorang wanita berambut panjang dengan pakaian yang panjang dan terlihat anggun. Tidak seperti penampilan Kirana dari kemarin. Dan aku rasa penampilan seperti ini yang paling cocok untuk istriku.
"Devan? Kamu sudah kembali? Kamu lihatin apa? Ohh, baju ini, kan? Ini punya mama kamu. Dia yang ngasih barusan. Dan ternyata ngepas dipake sama aku." Kirana lalu memutar tubuhnya.
Pakaian itu sangat serasi dipakai oleh wanita sepertinya. Daripada penampilan yang memperlihatkan lekuk tubuhnya, apalagi di depan umum. Aku lebih suka seperti ini. Setidaknya tidak membuat pandangan lelaki hidung hitam putih jadi tercengang.
"Apa yang kamu lihat? Ini cocok atau tidak? Apa kamu nggak suka dengan ini? Aku akan ganti lagi kalau kamu nggak suka."
"Jangan! Kamu lebih baik jangan perlihatkan lekuk tubuhmu pada orang lain. Kamu ini istriku, hanya aku yang boleh melihatnya, he-he-he-he."
"Dasar. Iya deh, ini kan perintah suamiku tercinta. Nanti malam deh, aku pakai yang seksi-seksi, bagaimana?" tawar Kirana mengedipkan sebelah matanya.
Seketika aku pun mengacungkan kedua jempolku. Aku tidak akan menolak kalau soal seperti itu. Kita akan tunggu nanti malam saja.
***