Malam temaram, cahaya siluet datang menyambar. Detak jantung berlarian ke segala arah. Menimpali ubin yang kaku di tanah.
Di sana, seorang anak kecil berdiri seperti ingin buang air. Tapi saat wajah mendekat, Sesosok hitam berhamburan, melayang-layang menatap seorang wanita berbaju zirah, mengayunkan pedang yang mengkilat. Namun ia menebas kekosongan.
Apakah dimensi yang ia huni adalah dunia lain? nantikan terus kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asyiah A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari jalan yang benar
Moon tertidur, Stella mengelus lehernya perlahan.
"Jadi kucing jangan molor terus! " Ucapnya.
Moon hanya membuka satu matanya, lalu kembali tertidur.
"Tampaknya, matamu terkena beban batu sebesar 100 kilo, ya? Ckckck. " Stella menggelengkan kepala, mendesis sedikit kesal tapi juga menahan diri untuk tidak menggigitnya.
Lucy sedikit mundur ke belakang, kini jaraknya sudah tinggal sejengkal, "Memang begitulah pekerjaan makhluk berbulu halus! " Bisiknya.
"HEHEHE."
Stella dan Lucy cekikikan. Mereka saling bertukar cerita meski hanya lewat telepati.
Tabib Zhu yang melihat mereka berdua terlihat akrab, mengulas senyum singkat.
"Selalu akur, ya! "
Stella dan Lucy mengangguk dan tersenyum.
Dini hari telah tiba, kunang-kunang yang mengantarkan mereka meredup.
Lucy berusaha berbicara pada mereka tentang jalan yang harus mereka tempuh kali ini.
Setelah itu, para kunang-kunang pergi meninggalkan mereka. Sekarang, hanya sinar bulan yang menemani petualangan menuju bukit.
Jalan yang curam mereka tempuh, setidaknya 10 menit berlalu dengan jantung yang berpacu tak menentu. Ada banyak sekali pinggiran tebing yang sangat terjal, bahkan bukit itu juga dikelilingi oleh sungai yang alirannya mereka hirup tadinya.
"Ikuti jalanku! "
Tabib Zhu memimpin jalan. Kekuatannya sudah terkumpul, dia memakai penglihatan tersembunyinya dan mulai mencari tau monster sudah sampai mana berjalan.
Mata batin Tabib Zhu sangat berguna saat dia berada di fase emosi stabil. Oleh karena itu, Tabib Zhu tak main-main jika menyangkut kekuatan dan tindakannya, terutama kali ini.
Dengan mata yang terbuka, Tabib Zhu berjalan dan dirinya yang satu lagi mengintai musuh.
"Celaka! para monster berbalik arah dan mengambil jalur yang kita tempuh saat ini! "
"Jadi kita harus bagaimana? " Kick menanyakan hal itu. Menatap kembali Lucy yang terlihat memucat.
"Setelah jalan lurus ke depan. Ada persimpangan, bukan? " Tanya Tabib Zhu pada Lucy.
"Ya, Tabib Zhu. Kita harus belok ke kanan. "
"Kita ke kiri saja. Para monster sudah semakin dekat. Mereka mencium darah kalian! "
Mereka bergegas melangkahkan kaki dengan lebih cepat. Hingga Moon mendadak terbangun dan terlihat panik.
"Tetaplah diam, kucing yang pintar! " Seketika Moon tak lagi mengeong.
Mereka tiba di persimpangan jalan. Jalan yang membelah bukit yang lebar dan besar. Mereka berbelok ke kiri.
Sekitar satu jam kemudian, para monster yang sudah membawa monster lainnya : monster berkepala kuda, monster komodo yang lidahnya terjulur dan monster kera.
Tabib Zhu melihat dari kejauhan. Para monster sudah menghilang memasuki jalur yang salah. Mereka belok ke kanan.
"Syukurlah! Mereka mengambil jalur ke kanan! "
"Syukurlah kalau begitu! " Lucy menimpali.
Biksu Chou yang sejak tadi diam kini mulai berbicara, "Aku tak banyak berkomunikasi pada kalian. Maaf kan aku. Tapi aku bisa menjanjikan satu hal. "
"Kau tak perlu berkata begitu. Kita ini satu tim! " Ujar Tabib Zhu, menepuk pundak Biksu Chou.
Pakaiannya yang suci sudah bergumul dengan noda debu.
"Tak apa, kesusahan ini harus segera berakhir. Aku hanya punya mantra-mantra di buku ini. " Biksu Chou memperlihatkan kitab suci yang selalu dia bawa.
"Aku akan memberikan yang terbaik. Aku ada pada tahap yang sudah siap memakai seluruh kekuatanku untuk memakai mantra-mantra melawan sesuatu yang besar, mengerikan dan bertaruh nyawa. "
"Kalau begitu, kami mengandalkanmu, Guru. " Lucy menunduk lalu kembali berjalan ke depan.
"Haiyaaa, ayo lebih cepat lagi! " Kick memecah suasana. Dia berlari duluan mengejar Tabib Zhu.
......................
Jalan yang memang tidak direkomendasikan oleh para kunang-kunang nyatanya berbahaya.
Saat ini, mereka semua melihat seekor anaconda yang sangat besar.
"Apa kita kembali saja? " Kick menoleh ke belakang.
"Jangan. Hadapi saja rintangan ini. Anggap saja kita sedang naik level! " Lucy mulai melepas simpul roknya dan memperlihatkan pakaian baju zirahnya.
"Tapi, makhluk itu sungguh sangat besar!! "
"Dasar mental ciut! " Suara Lucy menggema di telinga Kick.
Kick mendadak tertantang dan berlari menyusul Lucy.
Semua memegang senjata, tak terkecuali Stella. Satu tangannya memangku Moon dan satu lagi memegang pedang.
CIATTTTT
Satu tebasan tak berarti. Anaconda merayap dan mengejarnya. Lucy menghindar. Dia berlari melawan arah.
Kick menyerang dari belakang. Dia menaiki tubuh hewan berlendir itu, sisik kulitnya tampak menusuk, beruntung dia memakai sepatu yang tahan tembus.
HIYAAAAKKKK
Kick menaiki kepala anaconda. Anaconda seketika mengerang.
SRRRREEEEEEKKKK
SSRRRRRRRRRRRR
Anaconda menjadi tak seimbang, dia sedikit oleng sebab saat ini Kick sudah menaiki sepenuhnya kepalanya. Menghentak dengan kaki hingga darah mencuat.
SLASSSSSH
Robekan di kulit kepalanya membuang anaconda mendadak menjerit tak terkendali.
RRRRRGGHHHHH
SRRRRRRRRRRTTT
Lidahnya menjulur dan kembali masuk secara berulang.
Sementara itu, Stella, Biksu Chou dan Tabib Zhu sedang menggores pedang mereka pada ekor anaconda yang mencoba melilit mereka bertiga.
Lucy yang melihat hal itu, segera berlari dan, SLASHHHHH, ekor yang melilit mereka putus.
Mereka terjatuh dan kembali bangkit. Berusaha menolong Kick yang sekarang sedang dibawa berlarian ke sana dan kemari oleh anaconda.
Kick menusuk bertubi-tubi ular itu dengan seluruh kemampuan dan inderanya. Meski saat ini kepalanya teramat pening karena akibat guncangan dan beberapa kali kepala ular membenturkan diri ke pohon besar. Berusaha menjatuhkan Kick.
Kick tetap menusuk kembali dan tidak melepaskan pedang. Dia tetap berpegang di sana.
"Aaaahhh! Tolongggg!!! " Teriaknya.
Ular anaconda berlari ke depan. Tanpa mereka duga, tepi jurang itu sedang sang ular kejar.
Saat ular ingin melompat, sebuah suara menyentak Kick.
"Lompat! Ada jurang di sana! "
Seketika Kick menarik pedang yang berlumur darah dan melompat.
BUGGGGG
Guncangan air yang sangat jauh terdengar oleh mereka. Anaconda yang besarnya sama dengan pohon besar tempat mereka bersembunyi semula, terlihat tak berdaya menjatuhkan diri ke dalam aliran air sungai yang besar.
"Aku tak yakin dia mampu bertahan! " Ucap Lucy.
"Kau masih sempat mengkhawatirkan makhluk itu!"
Kick tampak murka, dia berjalan lebih dahulu dari pada yang lainnya. Langkahnya berat sedikit tertatih. Rupanya Kick berusaha menyembunyikan lukanya yang belum terasa begitu perih dibagian punggung.
"Awww!!! " Kick meringis.
Sementara Lucy hanya diam saja. Diam dan kembali memasangkan pedang yang masih memiliki bercak darah dari anaconda.
"Apa kau tidak terlalu sadis padanya? " Stella menghampiri Lucy.
"Dia saat ini sedang marah, tentu tidak baik-baik saja. Jelas, aku sangat khawatir padanya. " Ucap Lucy.
Dia kembali mengibas rambut panjangnya yang terurai dan kembali menggulungnya dan menusuk dengan Sangjit , bergambar burung Phoenix berwarna perak dengan mata yang hijau dan manik-manik di bagian bulu yang berjumlah enam berwarna merah hati.
"Tapi bukan begitu caranya. Ayolah, datangi dia. "
"Untuk apa?"
Ucapan mereka semakin berbisik. Hingga Moon mengeong.
MEOWWWW
"Cup... Cup... Kucing pintar, diamlah! " Moon kembali diam.
"Tunjukkan kalau kau peduli padanya. Aku yakin, saat ini dia pasti butuh bantuan mu! "
Lucy terlihat masih berkeras hati. Hanya diam saja dan menatapi punggung Kick dengan hati yang berguncang. Rasa egois itu masih menjalar erat, melumpuhkan pikiran objektifnya. Lucy tampak kesal sekali.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...