Bagaimana jadinya jika dijodohkan dengan ketua osis yang selalu menghukum mu disekolah? Konyol? Yah tentu saja!
Itulah yang terjadi dengan gadis bernama Bianca Dealova Christabel. Dijodohkan dengan ketos yang minim ekspresi. Hemat dalam mengeluarkan kalimat. Agam Ezekiel Arbyshaka, the king disekolah SMA Garuda.
Namun, siapa sangka dibalik cover kalem, dingin nan bijaksana, tersimpan sebuah sisi liar yang baru diketahui oleh Bianca setelah menikah dengannya.
"Dasar ketos nyebelin!"
"Shit! I'm addicted to that girl's lips."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rsawty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecemasan Bianca
Bianca menatap nanar figur Agam yang sedang berbaring tak berdaya didalam sana dengan terpasang selang infus.
Tidak. Dia tak ingin kehilangan Agam. Air matanya kembali menetes. Tak terhitung berapa butir sudah air bening yang menetes dari pelupuk matanya tiap terbesit dihatinya jika dirinya akan kehilangan lelaki itu.
Alena menghela napas dan berdiri dari duduknya mendekati Bianca. "Masuk gih."
Bianca menggeleng pelan dengan arah tatapan mengarah pada Agam dibalik kaca. "Gak mau Bun, aku takut.."
Alena mengusap kepala Bianca. "Takut kenapa?"
"Intinya takut bun. Aku takut kehilangan Kak Agam.." ungkap Bianca menunduk.
"Emang Agam akan pergi kemana? Dia kuat Bia jangan remehin Agam.. dia cuma tidur pasti bentar lagi bakalan bangun."
Bianca menoleh pada Bundanya dengan mata berkaca-kaca. "Tapi dari semalem dia gak sadar-sadar bun."
Alena menjitak kepala Bianca. "Kok kamu jadi gini sih! Kamu harus positif thinking dong. Kamu denger kan yang dibilang dokter semalem? luka Agam gak parah."
Kilas balik semalam.
"Anak Anda-- lukanya gak parah. Hanya saja dibagian kepalanya terluka sedikit parah, tapi semuanya sudah ditangani dengan baik dan anak Anda tinggal menunggu waktu sadar saja."
Kelimanya yang terlihat gelisah sejak tadi menghela napas lega mendengar penuturan sang dokter.
Alena mendorong punggung Bianca untuk memasuki kamar rawat inap Agam. "Kamu temenin calon menantu Bunda ya, Bunda mau kekantor dulu nyusulin Ayah."
"Ish Bunda!"
Hal pertama yang menyambut Bianca adalah keheningan dan bau obat-obatan khas rumah sakit.
Bianca melangkah mendekati brangkar Agam dan duduk dikursi disebelahnya. Ditatapnya Agam dengan dalam. Lelaki ini terlihat pucat juga di sekujur wajahnya babak belur.
Tangannya bergerak mengusap dahi Agam. "Kakak nyenyak banget tidurnya. Dari semalem loh."
Bianca menumpukkan kepalanya di lipatan tangannya, di tepi brangkar Agam. "Cepat bangun my prince." gumamnya.
Detik demi detik dengan posisi itu, mata Bianca semakin berat. Perlahan, kelopak matanyapun tertutup memasuki dunia mimpi.
Sepuluh menit kemudian. Jemari Agam nampak bergerak. Perlahan lahan kelopak matanya terbuka. Matanya menyipit menyesuaikan cahaya.
Tatapannya turun mengarah pada Bianca yang tengah tertidur. Samar-samar cowok itu tersenyum. Pelan-pelan sebelah tangannya terulur mengusap rambut Bianca.
Ternyata itu mampu membuat tidur Bianca terusik. Perempuan itu membuka matanya dan sedetik kemudian matanya langsung melek ketika melihat Agam yang sudah sadar. "Kak Agam kamu udah sadar!"
Agam mengangguk pelan sambil tersenyum lebar. Ia merentangkan kedua tangannya. "Want to cuddle?" ujarnya dengan suara serak.
Tanpa pikir panjang Bianca langsung masuk kedalam pelukan Agam. Tangisannya luruh. Ia menangis didalam dekapan Agam. "Kak, aku takut, aku takut kak Agam pergi ninggalin aku.. dan aku-- aku-- gak bisa liat Kak Agam lagi!" Bianca sesegukkan.
Agam menepuk-nepuk kepala Bianca. "Emang aku mau pergi kemana Bi?" Agam heran dengan Bianca. Padahal lukanya tak terlalu parah. Hanya saja sekujur tubuhnya terasa nyeri semua akibat di pukuli para orang-orang misterius semalam, juga wajahnya yang babak belur, dan dibagian kepalanya yang di perban terasa sakit.
Memang pada dasarnya luka Agam tak parah. Maka dari itu papa dan Adik nya tak ikut menginap. Bianca lah yang terlalu lebay sampai-sampai mengira Agam akan pergi meninggalkannya. Bahkan, Bianca hari ini tak masuk sekolah sebab mencemaskan keadaan Agam. Nyatanya, Agam baru bangun tidur dan sudah sadar sedari semalam saat Bianca sudah pulang alias tak berada disini. Justru, besok Agam sudah diperbolehkan pulang.
"Pokoknya takut kakak akan ninggalin aku selamanya!" Bianca mengurai pelukan mereka dan menegakkan duduknya.
"Aku gak bakalan ninggalin kamu Bi, sebelum kita punya anak."
Tangan Bianca meraih bubur yang telah disediakan perawat diatas nakas lalu diaduknya. "Terus, kalo udah ada anak. Kakak bakalan ninggalin aku, gitu?"
Agam mengangguk, bermaksud bercanda.
"Ihh kakak!" kesalnya seraya menyuapkan bubur kedepan mulut Agam dengan kasar.
Agam menggeleng tanda tak mau menerima suapan itu.
"Makan!" Bianca memelototkan matanya galak, bermaksud ingin membuat Agam terantimidasi. Tapi itu malah terlihat gemesin dimata Agam.
"Cium dulu." Agam menunjuk pipi kirinya.
Bianca memutar bola matanya. Dasar modus!
"Makan dulu! kalo udah sembuh aku ciumin banyak kali deh."
"Beneran?"
"Iya bener! makanya makan!" Bianca kembali menyuapkan bubur pada Agam dan dengan lahap cowok itu menerima suapannya.
"Abang!" Cantika muncul dengan riang dari balik pintu membawa kantong kresek yang berisi camilan diikuti Bastian dari belakang.
"Gimana keadaan kamu Gam?" Bastian menutup kembali pintu dan berjalan kearah sofa.
"Sebenarnya baik-baik aja sih. Tapi-- nih calon bini aku khawatiran banget. Sampe kiranya aku bakal wafat." Agam menunjuk Bianca menggunakan dagu.
Bianca meletakkan kasar mangkok bubur di pinggir brangkar Agam. "Yaudah, sekarang kalo mau wafat, wafat aja! gak peduli gue!" kesalnya berdiri dengan kasar dan akan hendak berlalu dari sana jika Agam tak menahan pergelangan tangannya.
"Bercanda hei. Baperan amat sih." Agam memutar kembali tubuh Bianca menghadapnya. "Duduk. Suapin aku."
Setelah membuang napas kasar. Bianca kembali duduk dan menyuapi Agam dengan telaten.
Cantika terkekeh melihatnya. "Kak Bia ngambek kan ya."
"Diem lo bocil!" Cebik Agam menoleh pada Bastian. Hah, melihat Adiknya hanya membuat tensinya naik.
"Papa kenapa sih bawa tuh anak! bikin darah tinggi aja!" Agam menatap Cantika sewot. "Mending lo diem dirumah main berbie."
"Suka-suka gue!" Cantika membuka kasar snack ditangannya dan memakannya dengan lahap sehingga menimbulkan bunyi kriuk kriuk.
"Tadi, dia yang maksa-maksa papa kesini untuk jenguk kakak kesayangan."
"Ihh papa!" Tak bisakah papanya menyembunyikan rahasia? besar kepala nanti kakaknya itu.
"Kalo sayang, sini bagi camilan lo ke abang." ujar Agam setelah menerima suapan yang kesekian kalinya dari Bianca.
"Gak mau wlee!" Cantika memeletkan lidahnya.
Bastian dan Bianca tertawa-tawa melihat Kakak beradik itu. Meskipun terlihat seperti anjing dan kucng tapi keduanya saling menyayangi. Agam yang tak tahu cara mengungkapkan rasa sayang, dan Cantika yang gengsian memperlihatkan kasih sayangnya pada Agam. Intinya, keduanya sama-sama sayang namun terhalangi oleh karakter masing-masing.
"Pelit!" ucap Agam setelah meneguk air.
"Biar!"
Bastian geleng-geleng kepala. Dasar!
Selang beberapa detik, Beliau menoleh pada Bianca yang kini meletakkan mangkok bubur yang sudah kosong melompong alias telah habis disantap oleh Agam diatas nakas. "Kandungan kamu gimana nak Bianca?"
Pergerakan Bianca terhenti, melipat bibir sambil melirik Agam yang sedang meliriknya, meminta agar lelaki itu menjelaskan pada Bastian.
Ah Agam lupa menjelaskan tentang itu pada Papanya.
"Itu pah sebenarnya--" Agam mengusap tengkuknya kikuk. "Bia gak beneran hamil pah."
"Hah?" beo Bastian bingung.
"Hmm gimana yah pah." Agam tak tahu bagaimana menjelaskannya.
"Itu.. sebenarnya aku yang nyuruh Bianca pura-pura hamil supaya perjodohan yang direncanakan papa bisa batal." Agam melirik Bianca. "Tapi setelah tahu Bianca yang dijodohin sama aku-- aku pengen lanjutin perjodohan itu."
Bastian manggut-manggut dan tersenyum penuh arti. Paham, beliau paham. "Jadi, Bianca, gadis yang kamu sukai yang pernah kamu ceritain ke papa?"
Agam meringis mendengar ucapan Papanya. Kartu bisa terbongkar!
Sementara Bianca bengong ditempatnya seperti orang ling-lung.
Suka? Agam suka padanya? masa iya? tapi waktu itu Agam pernah bilang--
Apa jangan-jangan yang dimaksud Agam adalah dirinya?!
"WHAT!" batin Bianca berteriak didalam sana. Masa iya seorang lelaki dingin, datar dan galak seperti Agam bisa suka padanya! ia masih belum mempercayainya. Perlakuannya saja pada Bianca tak seperti orang suka melainkan hanya jahil semata.
"Hmm soal itu-- papa pasti udah tahu apa jawabannya."
Bastian mengangguk-angguk. "Padahal papa sudah menantikan cucu loh."
Agam melirik Bianca yang kini telah duduk di tempatnya tadi. "Nanti bakalan dibuatin kok pa kalo udah sah." ujarnya mendapat cubitan maut dari Bianca dipinggangnya.
Lelaki itu meringis. "Sakit Bi."
Bianca tersenyum canggung pada Bastian. "Kak Agam lagi sakit pa. Makanya omongannya suka ngelantur."
"Ngelantur gimana Bi? ini beneran. Gunanya menikah agar dapet anak kan?"
"Diem lo!" cebik Bianca memukul kecil bahu Agam.
Ah kenapa Agam ngomongnya tak di filter sama sekali? Bianca sangat teramat malu sekarang. Ingin sekali ia memasukan kepalanya kelubang bawah tanah saking malunya.
Agam meringis mengadu sakit dengan tangan memegangi perut. "Ssshh sakit Bi."
Mata Bianca membulat panik. "Mana? mana sakit? gue terlalu kencang ya mukulnya tadi?"
Dengan bibir mengerucut Agam mengangguk lemah. Ekspresinya ia buat-buat semelas mungkin, seperti menahan sakit tiada tara.
Lantaran paniknya, tangan Bianca terulur spontan memegangi perut Agam, mengusap-ngusapnya pelan. "Maaf yaa, kuat banget ya gue mukulnya tadi?" Agam mengangguk lemas sebagai tanggapan.
Tapi tunggu? bukannya tadi Bianca memukulnya di bahu? kenapa sakitnya diperut!
"Perasaan tadi gue mukulnya dibahu, kok sakitnya diperut sih!" Bianca memukul cukup kuat diperut Agam sebab kesal membuat lelaki itu meringis sakit. Tidak! Ini benar-benar sakit! bukan di buat-buat! Sebab diperutnya juga ada luka lebam akibat pukulan orang semalam. "Aduhh, sakit sumpah Bi, yang ini sakit beneran."
Bianca melipat tangannya didepan dada sambil melirik Agam acuh, tak peduli. "Bodo amat!"
"Tega amat lo sama suami." Agam memelas.
Bastian tertawa pelan melihat interaksi Agam dan Bianca. Hubungan mereka terlihat baik dan lucu. Hatinya bisa lega jika seperti ini, tak ada yang perlu dicemaskan lagi. Kelihatan sekali jika mereka berdua mempunyai perasaan yang sama.
Tetapi dengan kondisi Agam sekarang, Beliau ragu jika anaknya itu bisa melaksanakan pesta pernikahan dalam waktu dekat. "Gam, apa pernikahan kamu dan Bianca diundur dulu sampe kamu sembuh total?"
***
Flashback on
Pria dengan pakaian setelan formal terlihat begitu lihainya menyetir. Tatapannya lurus ke depan memantau pasangan dua remaja. Ia telah mengikuti mereka sedari keluar rumah sehingga pada saat perjalanan pulang.
Brum brum Brum
Derum motor begitu menggema menyalipnya. Pria itu terus melajukan mobilnya mengikuti mereka sampai pada tempat sepi, dua remaja juga lima orang tersebut turun dari motor.
Pria itu menghentikan mobilnya agak jauh dari mereka. Menyaksikan bagaimana kejadian didepan sana. Ia membuka ponsel dan menghubungi seseorang.
"Bonjour monsieur, votre fils et votre futur gendre sont en danger." (Hallo tuan, anak kamu dan calon menantumu sedang dalam bahaya)
"Vous les aidez." (Kamu bantu mereka)
"Je ne peux pas monsieur, parce que je suis seul. Que dois-je faire?" (Gak bisa tuan, karena aku sedang sendiri. Aku harus bagaimana?)
Terdengar helaan napas dari balik telepon. "Appelez la police" (Hubungi polisi.)
Pria itu mengangguk lalu memutuskan sambungan telepon dan beralih menghubungi pihak berwajib.
Ia melaporkan begitu detail, dari situasi, keadaan, hingga lokasinya dimana.
Setelahnya, pria itu kembali menyaksikan kejadian didepan sana. Beberapa kali ia meringis melihat lelaki didepan sana dipukuli brutal.
Selang beberapa menit sirene polisi terdengar menuju tempat mereka. Akhirnya, ia memutar arah mobilnya kearah berlawanan dan berlalu dari sana.
Flashback of
***