Tidak terpikirkan oleh Sabrina lulus kuliah kemudian menikah. Pertemuanya dengan Afina anak kecil yang membuat keduanya saling menyayangi. Lambat laun Afina ingin Sabrina menjadi ibu nya. Tentu Sabrina senang sekali bisa mempunyai anak lucu dan pintar seperti Afina. Namun tidak Sabrina sadari menjadi ibu Afina berarti harus menjadi istri Adnan papa Afina. Lalu bagaimana kisah selanjutnya? Mampukah Sabrina berperan menjadi istri Adnan dan menjadi ibu sambung Afina???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jatuh cinta hingga tidak bisa bangun.
"Selamat pagi Tuan Adnan, Nyonya Sabrina" sapa satpam ketika Adnan sudah sampai di sekolah tk.
"Selamat siang Pak" Adnan tersenyum ramah. Walaupun notabene pemilik yayasan tersebut, Adnan bukan orang yang sombong dan angkuh. Walau memang beberapa tahun terakhir Adnan sempat dingin kepada setiap wanita karena trauma dengan pernikahannya. Namun begitu mengenal Sabrina sikapnya menjadi berubah.
"In, kita keruang guru dulu ya," ajak Adnan. Ia berniat menemui kepala sekolah tentu karena ada kepentingan intern yayasan.
"Sebaik nya... aku menunggu disini saja," Sabrina tidak ingin ikut bukan tidak menghormati suaminya. Namun ia khawatir Afina akan kebingungan mencari keberadaannya.
"Ya sudah..." Adnan menuju kantor. Sedangkan Sabrina menunggu di taman sekolah tk seperti biasanya. Sabrina tidak tahu jika sejak kedatangannya tadi ada wanita yang memperhatikan.
"Sabrina" suara familar itu mengejutkan Sabrina yang sedang membaca buku.
"Mbak Bella?" Sabrina seketika berdiri berhadapan dengan mantan istri suaminya itu.
"Boleh saya duduk," suara Bella yang lembut itu. Baru Sabrina dengar selama mengenal Bella.
"Silahkan Mbak," Mereka sama-sama duduk di kursi taman yang panjang di antara alat permainan prosotan, ayunan, dan lain sebagainya. Keduanya saling diam hingga beberapa saat kemudian.
"Sabrina, kamu kan seorang wanita, dan suatu saat nanti akan mempunyai anak, jika kamu di posisi saya, kemudian suatu saat nanti kamu dengan Adnan bercerai apa kamu rela, jika anak kamu dibawa oleh istri Adnan yang baru," tutur Bella tidak punya perasaan.
"Maksud Mbak Bella apa?!" ketus Sabrina. Kata-kata Bella terasa menusuk dada Ina hingga ke ulu hati.
"Jangan marah Sabrina, saya hanya ingin berdamai, kamu memberikan Afina kepada saya dengan cara kekeluargaan, atau kita bertemu di pengadilan?!" kata Bella seolah ia korban.
"Hihihi..." Sabrina geli dengan kata-kata Bella. Orang bodoh pun tahu, jika orang yang sudah menterlantarkan anaknya dengan alasan apapun tentu tidak akan menang di pengadilan.
"Kenapa kamu tertawa? Saya rasa, kata-kata saya tidak ada yang lucu," Bella menatap nyalang wajah Ina.
"Lagian Mbak Bella ini lucu. Lucu sekali, kenapa Anda berbicara seperti ini dengan saya? Karena Anda takut kan... jika berbicara dengan Adnan langsung." Sabrina balik menghujam.
Bella mendelik gusar. Ia siap menabuh genderang perang. Ia berpikir wanita kemarin sore ini telah berani meledek. Tetapi demi anaknya ia akan menggadaikan harga dirinya. Membaik-baiki Sabrina.
"Harusnya darah lebih kental daripada air Mbak, tetapi... ternyata tidak untuk Mbak Bella," Sabrina heran ada ibu yang sudah membuang anak nya sejak bayi, tetapi ketika kepepet dengan seenaknya akan mengambil kembali.
"Kamu salah menilai saya Sabrina, semua yang kamu tahu tentang saya itu salah," kata Bella tetapi hanya di mulut. Tentu mengumpat dalam hati.
"Semoga benar ya Mbak," Sabrina kali ini menjawab halus. Berbicara kasar sebenarnya bukan tipikal nya. Jika Bella memang benar orang baik seperti yang keluar dari mulut nya barusan. Sabrina lebih memilih membujuk suaminya agar damai dan membesarkan Afina bersama-sama. Tetapi semua orang tahu sifat Bella yang sudah berwatak buruk sejak orok, tentu Sabrina akan bepikir dua kali.
"Bagaimana Na, tolong bujuk suami kamu ya, jika boleh aku akan mengajak Fina menginap di rumah saya, tidak lama kok, hanya samalam saja," pinta Bella.
"Sebaiknya Mbak bicara dengan Mas Adnan sendiri," Sabrina tidak mau berpanjang lebar bicara.
"Bundaaa..." seru Afina baru keluar dari dalam kelas begitu melihat Sabrina langsung duduk di pangkuan.
Tentu membuat hati Bella bagai tersayat sembilu. Pasalnya ia duduk di setelah Sabrina tetapi tidak di anggap oleh anak kandungnya sendiri.
"Selamat hari ibu.... muach" Afina mencium pipi Sabrina.
"Terimakasih sayang..." Sabrina balik mencium pipi Fina.
Sekali lagi hati Bella mencelos ketika yang dicium putrinya bukan pipi nya padahal ia yang melahirkan. Namun justeru wanita yang baru saja menjadi ibu tiri.
"Sekarang ucapin juga untuk Mama Bella," Sabrina tentu tidak ingin Afina membenci ibu kandung Nya walaupun bagaimana keadaanya.
Afina seketika menoleh obyek di sebelah. Ia masih trauma dengan penculikan seminggu yang lalu tentu akan berpikir dua kali jika akan bersalaman.
"Bunda... Fina mau pulang... ayooo..." rengeknya memelas. Menarik lengan Sabrina. Tidak ada pilihan lain bagi Sabrina kecuali menurut. Tentu jangan sampai berdampak buruk dalam psikologi Afina.
Sabrina dan Afina meninggalkan Bella yang masih terpaku di tempat.
"Papaaa..." Afina berlari ketika Adnan ke luar dari ruang guru.
"Duuuuhhh anak Papa" Adnan menggendong Afina tanpa aba-aba kemudian masuk ke dalam mobil.
"Kita makan siang di luar ya In" kata Adnan ketika roda empat itu sudah berjalan.
"Yeee.... asiiikkk.... jalan-jalan..." belum di jawab oleh Sabrina. Afina sudah berseru riang. Sabrina tersenyum begitu juga dengan Adnan.
"Ya Bun, makan di restoran ya," desak Afina segara maju mendekatkan wajahnya pada Sabrina yang duduk di depan menemai suaminya menyetir.
"Iya, tapi nggak boleh bobo dulu," pesan Sabrina. Kebiasaan Fina jika di mobil belum lima menit sudah tidur. Lain cerita jika sudah pulang dari restoran.
"Nggak Bun, nggak nggantuk kok, lihat nih mata Fina," bocah hampir berumur 5 tahun itu melebarkan mata dengan jari, tampak lucu. Sabrina dan Adnan lagi-lagi tertawa.
"Seperti Bunda kamu ini Fin, biasanya kalau di mobil baru lima menit sudah ngorok," kelakar Adnan melirik sekilas istri di samping.
"Kapan?! Jangan mengada ada deh" Sabrina melengos. Padahal jika di mobil sedang tidak bersama Afina Sabrina pun cepat ngantuk.
"Jangan ngambek, tidur juga tidak di larang kok, kalian berdua itu segala sesuatunya mempunyai kesamaan. Ngerasa nggak," tutur Adnan memang benar adanya.
"Nggak... nggak tidur... lihat nih" Sabrina pun mengikuti gaya Fina melebarkan mata. Sambil cekikikan.
Adnan terkekeh. Tangan satunya menggapai pundak Sabrina.
Sabrina mengamati Adnan yang tidak berhentinya tertawa merasa sanang. Sebenarnya Sabrina ingin berbicara mengenai kehadiran Bella. Namun Sabrina tidak ingin merusak momen seperti saat ini.
"Bunda... tadi Fina di kelas disuruh beryanyi," Fina menceritakan apa yang ia lakukan di sekolah tadi.
"Hebaaattt... pasti suaranya bagus?" Sabrina tersenyum menoleh ke belakang, dan senyum itu tertangkap lirikan mata Adnan, membuat hatinya berdesir.
Adnan dibuat jatuh cinta oleh Sabrina hingga tidak bisa bangun. Tidak Adnan pungkiri hati nya tidak rela tiap kali melihat Sabrina memberi senyum itu kepada pria lain. Maka tidak jarang membuat hati nya kesal dan marah. Bukankah hal itu manusiawi sebagai mahluk sosial memang harusnya demikian.
Adnan menarik napas panjang, mengapa ia sampai segila ini? Kadang jika sudah marah di luar kuasa nya.
"Kita mau makan dimana Mas?" tanya Sabrina. Namun Adnan tidak menjawab.
"Mas..." Sabrina mengusap lengan berbulu tipis dan hitam itu lembut.
"Apa?" Adnan menoleh ke samping.
"Sudah berapa kali aku bilang sih Mas... kalau lagi nyetir jangan suka melamun," Sabrina tidak habis pikir.
"Kata Bunda... kita mau makan dimana Pa?" suara lantang Afina dari belakang. Fina sebenarnya sudah menahan kantuk. Namun ia ingin membuktikan janjinya pada Sabrina untuk tidak tidur.
"Di dekat taman sebelah sana ada resto yang sejuk, kita ke sana saja ya," Adnan belok kanan mencari resto yang agak jauh dari jalan raya. Mereka pun bergandengan tangan setelah turun dari mobil.
...Happy reading....
lbh gk nyambung lg 🤣🤣🤣🤣
hajar bello