Baru kali ini Ustad Fariz merasakan jatuh cinta pada lawan jenisnya. Akan tetapi, dia tidak bisa menikah dengan gadis yang dicintainya itu. Dia malah menikah dengan wanita lain. Meskipun begitu, dia tidak bisa menghapus nama Rheina Az Zahra si cinta pertamanya itu dari hatinya. Padahal mereka berdua saling mencintai, tapi mengapa mereka kini mempunyai pasangan masing-masing. Bagaimanakah mereka bisa bersatu untuk bersama cinta pertama mereka?
Ikuti kisah Ustaz Fariz dan Rheina Az Zahra untuk bisa bersama!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon She_Na, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 Takut khilaf
Empat hari kemudian datanglah bulan Ramadhan. Rhea sangat bersyukur karena bulan Ramadhan ini dia bersama dengan orang yang dicintainya, orang yang kini telah memilikinya dan sudah berstatus suaminya.
Ustad Fariz pun demikian. Dia sangat senang karena Ramadhan kali ini dia bisa bersama orang terkasih yang didambakannya sejak dulu.
Apalagi ini hari pertama di bulan Ramadhan, mereka bisa sahur dan buka bersama dan beribadah malam bersama, sangat-sangat indah menurut mereka.
"Ustad, tau suamiku gak dimana? Ini ponselnya ketinggalan, kayaknya tadi buru-buru deh berangkatnya," Rhea bertanya pada Ustad Jaki ketika bertemu di perjalanan menuju Pondok Pesantren.
"Mungkin ada di ruangannya. Ini kan bulan Ramadhan, jadi siang nanti habis dzuhur pasti pulang," jawab Ustad Jaki.
"Ya udah Ustad ini nitip aja ya," Rhea memberikan ponsel Ustad Fariz pada Ustad Jaki.
"Kamu kasih sendiri aja deh, kan lumayan bisa ketemu yayang," goda Ustad Jaki seperti biasanya.
"Isssh Ustad nih, ya udah aku bawa lagi aja kalau gitu, abis ini mau dzuhur, nanggung, bentar lagi juga pulang," Rhea mengantongi kembali ponsel suaminya.
"Assalamu'alaikum...," ucap Rhea.
"Wa'alaikumussalam....," ucap Ustad Jaki.
Di dalam ruangan, Ustad Fariz sibuk dengan buku-bukunya. Ustad Jaki masuk ketika sudah mendapatkan balasan salam dari Ustad Fariz.
"Ustad, tadi Rhea nyariin, katanya ponsel Ustad tertinggal di rumah. Tadi dia mau nitip, tapi aku suruh ngasihkan ke Ustad sendiri," ucap Ustad Jaki ketika sudah duduk di kursi depan Ustad Fariz.
"Iya tadi aku buru-buru berangkatnya," Ustad Fariz menjawab dengan mata tidak beralih pada buku-bukunya.
"Tumben buru-buru? Biasanya juga ogah-ogahan ninggalin istri tercintanya," sindir Ustad Jaki.
"Sebenarnya sih gitu," Ustad Fariz mengalihkan pandangannya pada Ustad Jaki.
"Lah terus kenapa?" tanya Ustad Jaki.
"Bulan Ramadhan," jawab Ustad Fariz.
"Apa hubungannya sama bulan Ramadhan?" tanya Ustad Jaki heran.
"Gak tahan liat dia, apalagi kalau di rumah, aduuh... godaannya berat bulan Ramadhan," ucap Ustad Fariz terkekeh.
Ustad Jaki tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban dari sahabat yang juga menjadi saudaranya ini.
"Lah terus sebentar lagi dzuhur, gak pulang?" tanya Ustad Jaki.
Ustad Fariz menggeleng dan berkata,
"Rhea kan gak tau kalau bulan Ramadhan gak ada jadwal di siang hari," jawab Ustad Fariz.
"Lah terus mau dimana?" tanya Ustad Jaki.
"Disini aja atau di rumah Umi," jawab Ustad Fariz.
"Kayaknya kamu harus pulang deh, tadi aku udah terlanjur bilang pada Rhea kalau abis dzuhur biasanya kita pulang," jawab Ustad Jaki sambil nyengir.
"Astaghfirullahaladzim Ustad....," Ustad Fariz memijat pelipisnya.
Dengan terpaksa Ustad Fariz pulang ke rumah Rhea. Sebenarnya dia sangat senang pulang ke rumah itu, bahkan sangat ingin menetap di rumah itu. Namun dia takut khilaf jika pada saat puasa begini, bisa bahaya.
Bagaimana tidak, Rhea jika di dalam rumah selalu memakai baju yang sangat membuat suaminya menelan ludah dan mengontrol hasratnya.
Sangat bohong jika dia tidak tergoda dengan kemolekan dan keseksian tubuh istrinya itu. Apalagi dengan wajah yang cantik dan kulit putih mulusnya Rhea bisa membangkitkan gairahnya yang harus susah payah dia tahan.
Terlebih lagi wanita itu adalah wanita yang paling dicintainya. Sangat tidak mungkin jika dia tidak ingin menjamahnya.
Astaghfirullahaladzim... sungguh besar cobaan Mu Ya Allah..., Ustad Fariz membatin dan mengelus dadanya.
"Kenapa Bie, ada masalah?" tanya Rhea mendekatinya.
Namun Ustad Fariz segera menghadap ke lain arah ketika jarak mereka sudah sangat dekat. Rhea bingung karena tidak biasanya suaminya seperti itu.
Ternyata Ustad Fariz menghindari untuk melihat sesuatu di balik tank top istrinya. Terlihat jelas dan begitu menggoda imannya. Dia takut jika tidak bisa mengendalikannya.
"Aku tidur dulu ya sayang, aku agak sedikit pusing," jawab Ustad Fariz.
Gimana gak pusing liat begituan. Astaghfirullahaladzim...., batinnya seraya memejamkan matanya.
Rhea ingin menyusul suaminya tidur, namun dia harus segera menyelesaikan tulisannya. Dia mengambil laptopnya dan membawanya ke sofa yang ada di dalam kamar. Hingga dia tertidur di sofa.
Ustad Fariz mendekatinya dan mengusap rambutnya.
"Maafkan aku ya sayang, aku takut jika tidak bisa mengendalikan hasrat ku untuk menyentuhmu. Nanti aja ya selepas berbuka, sekarang biar aku tahan dulu," ucap Ustad Fariz, setelah itu dia mengambil laptop Rhea dari pangkuannya dan meletakkannya di meja kerjanya.
Ternyata Rhea terbangun ketika suaminya mengusap rambutnya. Dia mendengar perkataan dari suaminya. Rhea tersenyum dan bersyukur dalam hati karena suaminya sangat mencintainya namun dia juga menertawakan suaminya dalam hatinya.
Setelah shalat maghrib, Ustad Fariz pulang ke rumah Rhea. Sempat Ustad Fariz dihadang oleh Mirna, dia merengek agar suaminya bisa berbuka bersamanya. Namun Ustad Fariz menolak, karena dia harus pulang ke rumah Rhea. Ustad Fariz menyarankan agar Mirna berbuka puasa bersama Umi Sarifah di rumahnya, namun dia menolak dengan tegas.
Ustad Fariz tak mau ambil pusing dengan Mirna, dia ingin cepat menemui Zahra nya karena dia merasa bersalah tadi mengacuhkannya.
Seperti biasa, Rhea memasak makanan favorit suaminya, mereka berdua makan dengan bahagia, karena momen seperti ini tidak setiap hari mereka dapatkan, jadi mereka mempergunakannya untuk saling mencurahkan kasih sayangnya.
Mereka hanya berbuka dengan memakan kurma, kue dan minum. Untuk makannya nanti setelah mereka selesai menjalankan shalat tarawih.
Setelah shalat tarawih, Ustad Fariz pulang bersama Rhea. Sengaja Rhea menunggu suaminya setelah shalat tarawih di Masjid Pondok Pesantren. Mereka jalan beriringan dengan bergandengan tangan.
Hal itu membuat Mirna yang tidak berada jauh dari mereka menjadi lebih geram dan marah. Padahal tadi dia pulang terlebih dahulu, tapi dia kembali lagi untuk mengajak suaminya berbuka di rumah Umi Sarifah, karena menurutnya suaminya tidak akan bisa menolak jika itu menyangkut Umi Sarifah.
Ternyata rencananya kembali gagal. Terpaksa dia pulang sendiri dan memikirkan kembali apa rencana yang tepat untuk dijalankannya.
Ini momen Ustad Fariz dan Rhea berbuka puasa bersama untuk pertama kalinya. Rhea menata semua makanan dan minuman di meja makan. Tiba-tiba Ustad Fariz memegang pinggang Rhea ketika berdiri di sebelahnya dan mendudukkannya di pangkuannya.
Rhea kaget karena sekarang dia berada dalam pangkuan suaminya. Pipinya memerah karena malu, dia berusaha untuk berdiri dan berpindah ke kursi makan tempat dia duduk biasanya, namun suaminya menahannya.
"Biarkan begini saja sayang, aku ingin kita makan seperti ini," ucap Ustad Fariz sambil menatap lekat manik mata Rhea dengan penuh cinta.
Rhea tersenyum malu dengan pipi yang semakin merona. Kemudian Rhea mengambil nasi dan lauk seperti biasa satu piring untuk berdua. Setelah itu mereka saling menyuapi dengan penuh kasih sayang.
"Sayang, aku sangat rindu padamu. Maaf jika siang tadi aku seperti mengacuhkan mu. Aku takut khilaf," ucap Ustad Fariz yang bermanja-manja dengan istrinya.
Mereka sedang menonton TV dengan posisi Ustad Fariz tiduran di sofa berbantalkan paha Rhea. Mendengar penuturan suaminya, Rhea tersenyum sambil mengusap-usap rambut suaminya dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya dipegang oleh suaminya untuk sesekali dikecupinya.
"Aku tau Bie, jadi selama Ramadhan gak pulang nih siangnya?" goda Rhea dengan berpura-pura kesal.
"Bukan begitu sayang, aku... ah kamu sih pakai baju gituan, aku kan takut khilaf," ucap Ustad Fariz ragu dan malu.
Rhea tertawa lepas sehingga membuat suaminya lebih malu lagi karena ditertawakan. Ustad Fariz menggelitik tubuh istrinya hingga istrinya lari kesana kemari, hingga pada saat di kamar aura mereka berubah.
Tatapan penuh rindu dan mendamba satu sama lain terlihat di mata mereka. Kini mereka saling menginginkan dan ingin saling memiliki.
"Sayang, aku rindu," bisik Ustad Fariz yang bersamaan dengan tubuh Rhea yang ditidurkan di atas ranjang.
Rhea tersenyum dan mengangguk. Kini tangan mereka saling sibuk membuka pakaian pasangannya. Dan terjadilah malam-malam penuh cinta di atas ranjang itu.
Keesokan harinya Rhea disibukkan dengan acara konten YouTube nya untuk bulan Ramadhan. Dia berbagi resep dan tips untuk sahur dan berbuka puasa.
Dan Ustad Fariz pun untuk siang harinya tidak pulang karena mengurusi pendaftaran santri dan santriwati baru bersama Ustad Jaki di ruang kantornya. Ustad Fariz sudah memberi kabar pada Rhea, dan Rhea pun mengijinkannya dan memberitahu juga pada suaminya bahwa dia sedang sibuk untuk pembuatan video untuk kontennya.
Itupun tak lepas dari pengamatan Mirna, dia beranggapan bahwa hubungan Ustad Fariz dan Rhea sedang bermasalah.
Bagus deh kalau mereka renggang. Tinggal dibumbui dikit pasti berhasil. Dikasih bensin sedikit bisa terbakar. Hahahaha.... , Mirna tersenyum puas dalan hati dengan ide yang ada di kepalanya.
Menjelang maghrib, Rhea berjalan menuju Masjid Pondok Pesantren untuk shalat maghrib, namun dihadang oleh Mirna, ada banyak santriwati yang berjalan menuju Masjid. Dengan begitu rencana Mirna semakin sempurna.
Mirna sengaja mengeraskan suaranya saat berbicara pada Rhea.
"Kenapa suamimu siang tadi gak pulang ke rumah? pasti kamu jadi istri pembangkang, gak nurut sama suami. Pasti suamimu marah karena kamu suka belanja barang-barang mewah tiap hari. Kurirnya aja sampai hafal sama kamu."
Rhea kaget dihadang oleh Mirna dan tiba-tiba Mirna berkata seperti itu. Rhea diam saja, dia tidak mau menjawab dan dia lebih memilih untuk mengacuhkannya, karena Rhea tau jika nantinya Mirna akan lebih marah dan emosi lagi jika dia menanggapinya.
Santriwati yang melewati mereka berbisik-bisik sambil berjalan menuju Masjid. Mereka tidak berani berhenti karena sudah ada Umi Sarifah tidak jauh dari mereka. Mirna tidak menyadarinya karena dia lebih fokus melihat ekspresi wajah Rhea.
Namun Umi Sarifah mendengarkan dan melihat kejadian itu, Umi Sarifah berada tidak jauh dari mereka terpaksa berhenti ketika berjalan hendak ke Masjid.
Ketika Mirna sudah selesai berbicara, dia meninggalkan Rhea sendiri di tempat itu. Rhea mendadak kepalanya berputar-putar dan matanya berkunang-kunang ketika hendak berjalan.
Namun Rhea menguatkan badan dan niatnya untuk berjalan karena dia berpikiran jika itu hanya karena efek kecapekan dan puasa. Dia memijat pelipisnya sebentar, kemudian dia melangkah.
Sayangnya hanya baru selangkah dia berjalan, badannya ambruk di tanah. Rhea pingsan tidak sadarkan diri sama sekali.
salam kenal dan jika berkenan mampir juga di cerita aku