Aylin Buana pergi ke klub malam untuk pertama kalinya karena ajakan dari sahabatnya setelah dia melihat tunangannya berciuman dengan seorang wanita di ruang kerja. Di meja bar ada seorang pria botak yang tertarik akan kecantikannya Aylin dan memasukkan obat ke minumannya Aylin. Namun, ada seorang pria ganteng yang berhasil menyelamatkan Aylin dari niat busuk pria botak hidung belang itu. Keesokan harinya Aylin membuka mata dan menemukan dirinya tidur di atas lengan kokoh dan dirinya memakai jubah mandi lalu dia bersitatap dengan senyuman seorang cowok ganteng. Aylin awalnya benci dengan cowok ganteng itu tapi kemudian menjalin kasih dengan cowok ganteng itu. Sayangnya pada akhirnya mereka berpisah karena ego masing-masing. Lalu Aylin dinikahkan dengan cowok pilihan mamanya. Aylin memiliki suami yang sempurna. Namun, Aylin tidak bahagia. Aylin selalu merindukan mantannya, si cowok ganteng itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lizbethsusanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertempuran Sengit
Gionatan bergegas ke rumah besarnya Theo dan dia menemukan Aylin sedang menggendong Langit hendak masuk ke dalam rumah.
"Ay!" Gionatan bergegas mengejar Aylin setelah dia keluar dari dalam mobilnya dengan terburu-buru.
"Om Gio, hai!!!" Langit berteriak memanggil nama Gio dengan wajah ceria sedangkan Aylin justru berlari kencang menuju ke pintu depan rumah suaminya.
Gionatan berhasil mengejar dan menahan pundak Aylin lalu bergegas berkata, "Ada hal penting yang ingin aku sampaikan, Ay"
"Aku tidak tertarik" Aylin menggoyangkan pundaknya.
Langit menatap heran mamanya.
Gio langsung merebut Langit masuk ke dalam gendongannya dan mengabaikan pelototannya Aylin lalu dia berkata ke Langit, "Langit masuk ke dalam dulu, ya, nanti Om ajak Langit beli es krim"
"Yeeaayyy" Langit mencium pipi Gionatan lalu merosot turun dari gendongan Gionatan dan langsung berlari kecil masuk ke dalam rumah.
Aylin bersedekap di depan Gio, "Aku sudah bilang jangan temui aku lagi, kan. Aku nggak mau cerai sama Suamiku jadi jangan bikin masalah di sini!"
"Ini justru soal Theo. Theo dalam bahaya dan aku harus melindungi kamu sama Langit dulu sebelum aku menolong suami kamu"
Aylin menutup mulutnya dengan telapak tangan.
Gio melanjutkan ucapannya dengan tergesa-gesa, "Aku udah bawa anak buahnya Kakekku. Mereka veteran tim pasukan khusus. Kamu dan Langit jangan keluar rumah! Aku akan pergi membantu Theo setelah memastikan kamu dan Langit aman. Lalu ....."
"Aku ikut" Potong Aylin dengan wajah serius.
"Nggak! Ini berbahaya Ay" Gionatan memegang kedua bahu Aylin dan menggelengkan kepalanya.
Aylin menggoyangkan bahunya lalu berbalik badan meninggalkan Gionatan menuju ke mobil cowok itu sambil berkata, "Pokoknya aku ikut"
"Ay, tunggu!" Gio bergegas mengejar Aylin.
"Aku ikut titik!" Teriak Aylin tanpa menoleh ke belakang.
"Maafkan aku, Ay!" Gionatan memukul tengkuk Aylin dan saat Aylin jatuh pingsan, dengan sigap Gio menangkap tubuh Aylin.
Dokter tampan itu kemudian membopong Aylin lalu berlari kencang masuk ke dalam rumah. Gionatan membaringkan Aylin di atas ranjang. Pria tampan itu merapikan rambut yang menutupi wajah Aylin lalu mengecup kening Aylin. "Aku akan berusaha sekuat tenaga menyelamatkan suami kamu demi kamu dan Langit, Ay. Kalau kamu ingin bahagia bersama suami dan anak kamu maka aku akan mengusahakannya meski aku harus pergi setelah itu dan hatiku bakalan sakit banget kehilangan kamu. Aku sangat mencintai kamu, Ay dan aku rela berkorban untuk kebahagiaan kamu" Gionatan kembali mengecup kening Aylin lalu bergegas pergi meninggalkan Aylin di kamar.
Setelah menutup pintu kamarnya Aylin dengan pelan, Gionatan berkata ke ketua veteran tim pasukan khusus, "Om Agus tolong jaga Aylin dan Langit, ya"
"Siap!" Sahut Kapten Agus.
...♥️♥️♥️♥️...
Theo melangkah keluar dari dalam mobilnya setelah dia menghentikan mobilnya di basement gedung raksasanya The Colombo. Dia datang bersama lima orang kepercayaannya karena hanya tersisa lima orang itu yang lainnya sudah ditumpas habis oleh kakak-kakaknya.
"Kenapa aku terlahir di The Colombo? Kenapa aku bertemu Aylin dan jatuh cinta? Kenapa aku harus memilih jalan ini?" Gumam Theo sambil melepas kacamatanya saat langkahnya dihadang dua puluh orang berbadan atletis.
"Kalian tidak kenal siapa aku?" Tanya Theo sambil menggulung kemejanya. Wajah Theo dingin dan datar.
Pimpinan dari kedua puluh orang berbadan atletis yang menghadang langkahnya Theo itu menjawab, "Saya tahu siapa Anda"
"Lalu kenapa kamu berani menghadang aku? Kamu nggak takut mati?" Theo memiringkan bibirnya.
Kelima anak buahnya Theo sudah bersiap di belakang Theo, mereka sudah siap untuk menyerang kapan pun juga.
Kedua puluh orang yang berdiri tegak di depan Theo saling melempar pandang. Lalu pimpinan kedua puluh orang itu berkata, "Kami tahu kalau kami bukan lawannya Anda, tapi kami harus menjalankan tugas kami meringkus Anda. Meringkus pengkhianat"
Theo kembali memiringkan bibirnya dan dengan sigap dia menghindar lalu mendaratkan pukulan mautnya di ulu hati pria penuh tato di lengan itu.
Melihat pimpinan mereka terkapar di lantai puluhan orang berbadan atletis langsung berteriak dan maju ke depan dengan serentak mengarah ke Theo dengan senjata andalan mereka masing-masing.
Theo dan anak buah yang dia bawa berhasil melumpuhkan setengah dari gerombolan itu.
Tiba-tiba, sebuah pukulan keras menghantam tengkuknya. Theo terjatuh, pandangannya berkunang-kunang. Dua pria berbadan besar berdiri di depannya, seringai kejam menghiasi wajah mereka. "Yang berkata kau itu legenda hanya mengigau di siang bolong, cih! Berani sekali kau masuk ke sini hanya membawa lima orang? Kau meremehkan kami, hah?!" Salah satu dari mereka menggeram.
Theo berusaha bangkit, menahan rasa sakit. Ia tak punya pilihan selain bertarung sendirian karena semua anak buahnya sudah terkapar tak berdaya. Dengan bekal latihan bela diri yang ia pelajari sejak kecil, ia berusaha melawan. Pukulannya mengundang maut dan kelincahannya jauh lebih unggul. Ia bergerak sangat lincah, menghindar, dan membalas dengan pukulan cepat ke titik vital lawan-lawannya.
Pertarungan sengit kembali tak terhindarkan. Theo berhasil menghindari pukulan yang mengarah ke tenggorokan, lalu dengan gerakan lincah dia berhasil meloloskan wajah, dan pipinya dari sabetan pisau panjang. Di tengah desakan, ia melihat sebuah tongkat besi tergeletak di lantai. Dengan gerakan sigap, ia meraihnya dan mengayunkan dengan sekuat tenaga. Salah satu pria itu tersungkur, pingsan. Lawan yang lain terkejut, memberinya celah untuk melancarkan serangan terakhir. Pria itu pun roboh.
Theo terengah-engah, tubuhnya sakit semua. Ia harus segera menemukan adik tirinya Aylin. Dia menerima pesan text yang menginfokan, adik tirinya Aylin ada di dalam cengkeraman The Colombo tepat setelah Theo menendang perut lawannya.
"Katakan di mana adik iparku!" Geram Theo.
Pria berbadan besar menerjang Theo alih-alih menjawab pertanyaannya Theo dan pertarungan kembali pecah. Theo kini menghadapi tiga pria sekaligus. Tiga orang tersisa. Ia memutar tongkat besi yang dia temukan, ia menggunakannya sebagai tameng dan senjata. Ia menghindar dari tebasan pisau, menangkis pukulan, dan sesekali membalas dengan ayunan mematikan. Ia terluka di lengan kanan dan tengkuknya kembali berdenyut nyeri, tapi adrenalin membuatnya terus bertahan.
Salah satu pria mencoba menusuknya dari belakang, tapi Theo berhasil mengelak dan mendorongnya ke arah teman-teman pria berbadan besar itu membuat mereka saling bertabrakan. Ia melihat kesempatan. Dengan sekuat tenaga, ia menerjang pria terakhir yang masih bisa berdiri tegak.
Pria yang masih bisa berdiri tegak terakhir itu ternyata seorang petarung yang licik, ia berhasil melukai Theo di lengan kiri. Namun, Theo tak menyerah. Dengan gerakan cepat, ia berhasil menjatuhkan pria licik bertato itu dan menindihnya. Moncong pistolnya Theo mendarat di dahi pria itu.
"Bunuh aku maka kamu akan kehilangan adik ipar kamu, adik tirinya istri kamu, cih!" Suaranya penuh ancaman.
Wajah Theo sontak pias dan terdengar suara, dor! Darah sontak terciprat di wajah Theo, tapi bukan darahnya.
Theo menoleh kaget dan semakin kaget saat dia melihat Gionatan berdiri tegak di depannya. Theo bergegas berdiri sambil mengusap wajahnya yang terciprat darah lalu bertanya dengan wajah lelah, "Kenapa kamu ke sini?"
"Menolong kamu meskipun awalnya aku enggan" Jawab Gionatan dengan wajah santai.
Theo mencengkeram keras kaos hitamnya Gio, "Aku suruh kau melindungi anak dan istriku tapi kenapa kau ke sini, hah?!"
Gio menarik tangan Theo sambil berkata, "Aylin dan Langit aman. Sekarang waktunya mencari adik tirinya Aylin" Gio berbalik badan dengan cepat lalu melesat ke depan meninggalkan Theo.
Theo mendengus kesal lalu bergegas menyusul Gio sambil menggeram, "Dasar keras kepala! Menyebalkan!"
Theo dan Gio akhirnya sampai di sebuah ruangan besar setelah melumpuhkan beberapa orang dan berputar-putar di semua lantai. Di ruangan besar itu, beberapa pria sedang asyik bermain kartu dan minum-minum. Di sudut ruangan, ia melihatnya. Adik tirinya Aylin. Terikat di kursi, mulutnya tersumpal, air mata mengalir di pipinya. Theo dan Gio merasakan amarah yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya.
Salah satu anggota The Colombo yang paling menonjol, seorang pria berjanggut lebat, melihat kedatangan Gio dan Theo. "Wah, siapa ini? Berani sekali kalian datang kemari, cih!" ejek pria itu. Dia menunjuk Theo dan Gio dengan pisau kecilnya.
"Lepaskan adikku!" desis Gio dan Theo secara bersamaan. Suara mereka parau. Lalu, mereka saling melempar pandang.
Theo melotot ke Gionatan, "Sejak kapan adiknya Aylin jadi adik kamu, hah?!"
Gionatan memiringkan bibirnya lalu berkata, "Ini bukan saatnya untuk cemburu"
Theo mendengus kesal ke Gio.
Pria yang mengacungkan pisau itu tertawa mengejek. "Kalau kalian mau adik kalian. Mudah saja. Tapi kalian harus melewati kami semua dulu."
Theo mendelik ke Gionatan saat Gionatan berbisik, "Aku membawa pasukan tim khusus dan mereka menuju ke ruangan kakak kamu. Pergilah ke sana biar aku urus yang di sini! kakak kamu menyekap asisten pribadi kamu"
Theo sontak mengumpat, "B*j*ng*n!" Suaminya Aylin itu dengan cepat menepuk Gio, "Aku akan segera kembali ke sini. Kau harus hidup"
Gionatan menepuk pundak Theo, "Kau juga harus hidup!"
Theo mengangguk lalu berlari pergi meninggalkan Gionatan.
Gio menarik napas dalam-dalam, menguatkan hati. Ini bukan soal rasa takut, ini soal menyelamatkan adik tirinya Aylin. Ia melemparkan pandangan pada adik tirinya Aylin seolah memberinya isyarat bahwa semuanya akan baik-baik saja.