Kisah cinta Dokter cantik dan seorang Pengacara tampan yang dingin. Dipersatukan oleh perjodohan. Dipertemukan oleh takdir cinta keduanya.
Akankah mereka berdua pada akhirnya bersenyawa? 💕💕💕
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RieyruNa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 30
"Ayo Rin kita makan dulu," Ayesh masuk dengan menenteng makanan yang tadi di antar oleh kurir.
Hyorin bangkit dari duduknya, meraih bungkusan yang Ayesh bawa kemudian mengambil wadah dan menata makanan itu di atas meja makan.
"Mas terimakasih ya," ucap Hyorin tiba-tiba disela mereka bersantap malam.
"Terimakasih untuk apa?"
"Untuk semuanya dan tadi siang saat di rumah Ayah," jawab Hyorin.
"Ayah menghubungimu Rin?"
Hyorin menggelengkan kepalanya, merasa sedih dengan Ayahnya yang seakan sudah lupa dengan dirinya.
"Mas besok aku masuk kerja ya,"
"Kamu belum menjawab pertanyaanku yang tadi Rin," Ayesh bukannya menjawab malah mengalihkan pembicaraan.
"Yang mana Mas?"
"Coba kamu ingat-ingat dulu,"
Hyorin mencoba mengingat-ingat perkataan Ayesh sebelum ada kurir mengantarkan makanan. Setelah berhasil mengingat-ingat Hyorin kemudian menjawabnya.
"Kalau aku ditanya apakah aku menyukai orang yang dulu aku tolong, jawabannya belum tentu Mas, sebab aku tidak mengenalnya dengan baik. Lalu bagaimana cara aku mengenali orang itu, mudah saja Mas asalkan dia bisa menunjukkan sapu tangan milikku yang pernah aku pakai untuk membalut lukanya, mungkin saja aku bisa percaya jika orang itulah pemilik liontin ini."
"Lalu bagaimana jika dia menyukaimu sejak pertemuan pertama? Itu artinya sainganku bertambah satu lagi." Ayesh terkekeh.
"Itu tidak akan mungkin Mas, dia saat itu langsung pingsan dan mungkin tidak melihat wajahku."
"Benarkah seperti itu? Oh ya Rin apakah kamu punya sapu tangan yang sama?"
"Mas Ayesh kenapa sih kok kaya sedang mengintrogasi aku," Hyorin memanyunkan bibirnya.
"Jawab saja Rin, aku hanya ingin tahu tentang hal itu."
"Aku ada Mas sebab Ibu membuatkannya sepasang, yang satu untukku dan yang satunya untuk Kak Oshan."
"Berarti yang satunya ada di Oshan?"
"Tidak Mas, aku yang menyimpannya."
"Bolehkah aku melihatnya Rin?"
"Baiklah tapi setelah kita selesai makan ya Mas," Hyorin berkata sambil melanjutkan makan malamnya.
Mereka sudah duduk di ruang depan kembali setelah selesai membereskan meja makan.
"Sebentar ya Mas, aku ambil dulu di kamar."
Ayesh hanya mengangguk tanda mengiyakan.
"Ini Mas," Hyorin menunjukkan sapu tangan yang sebenarnya milik Hyoshan.
"Boleh aku lihat?"
Hyorin menyerahkan sapu tangan yang ia pegang kepada Ayesh.
Ayesh merogoh sakunya dan mengeluarkan benda yang sama dengan yang Hyorin perlihatkan kepadanya.
Hyorin merasa tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Dia meraih sapu tangan di tangan Ayesh dan meneliti setiap sudut sapu tangan itu.
"Sama persis," guman Hyorin lirih.
"Itu artinya...Mas?" Hyorin menunjuk Ayesh dengan diliputi rasa belum percaya.
"Iya Rin aku adalah orang yang dulu kamu tolong,"
"Liontin ini berarti punya kamu Mas?"
"Iya Rin,"
"Kenapa Mas Ayesh tidak bilang dari awal?"
"Aku takut kamu masih menyimpan dendam kepadaku, sebab pertemuan kedua kita dan selanjutnya terjadi dengan suasana yang tidak menyenangkan. Aku belum menyadarinya waktu itu, tapi begitu aku melihat liontin yang kamu kenakan, aku berusaha mencari tahu semua hal itu."
"Itulah alasan kenapa Mas lebih memilihku saat perjodohan?"
"Salah satunya karena hal itu, tapi lebih tepatnya aku mencintaimu Rin. Kamu gadis yang baik, aku ingin melindungimu."
Butiran bening lolos dari pelupuk mata Hyorin, seakan tak percaya dengan semua kenyataan yang ada.
Ayesh menyeka air mata di pipi Hyorin dan membawa gadis itu ke dalam pelukannya.
"Kamu jangan menangis lagi ya Rin, aku tidak mau melihat kamu terus saja menangis."
Hyorin mengeratkan pelukannya di pinggang Ayesh.
"Mas maafkan aku yang tidak bisa mengenalimu dengan baik," ucap Hyorin lirih.
"Kamu tidak perlu minta maaf Rin, yang penting kita sudah bertemu. Bahkan kita sudah terikat satu sama lain."
Hyorin mengurai pelukannya, menatap wajah Ayesh lekat kemudian berkata, "Maafkan aku yang belum bisa menjadi istri seutuhnya untuk kamu Mas," Hyorin berkata penuh penyesalan.
"Bukankah aku sudah bilang, aku akan menunggumu sampai kamu benar-benar bisa menerimaku dengan tulus, dan bisa melepaskan Dokter Indra dengan tidak memberinya sebuah harapan."
"Kamu tenang saja Mas, aku pasti akan segera menemui Kak Indra,"
"Jangan terburu-buru Rin, pikirkan dulu dengan baik baru ambil keputusan yang menurut kamu paling tepat."
"Baiklah Mas," Hyorin memilih untuk menurut.
"Besok kita jalan-jalan ya Rin, lusa aku harus ke luar Kota bersama Doni.
Hyorin memeluk Ayesh kembali seolah tidak ingin Ayesh meninggalkannya.
****
"Rin kamu sudah siap apa belum?" ucap Ayesh dari balik pembatas kamar antara dirinya dan Hyorin.
"Iya Mas bentar," jawab Hyorin dari dalam.
Setelah beberapa saat Hyorin keluar dari dalam kamar yang ditempatinya.
"Ayo Mas, aku sudah siap."
Ayesh terpukau dengan penampilan Hyorin yang sederhana namun terlihat sangat manis.
Ayesh mengacak rambut Hyorin gemas.
Mereka akhirnya meninggalkan Apartemen dan menuju ke sebuah taman bermain.
"Mas aku mau naik itu!" Hyorin menunjuk Bianglala yang ada di depannya.
"Ayok...,"
Mereka membeli tiket dan kemudian menaiki Bianglala. Pemandangan Kota terlihat jelas dari atas, sungguh sangat indah.
Puas menaiki Bianglala, mereka kemudian menaiki Roller Coster dan wahana bermain yang lainnya. Hampir seluruh wahana mereka kunjungi.
Kini Ayesh dan Hyorin sudah berada di dalam mobil hendak meninggalkan area taman bermain.
"Kita mau kemana lagi Rin?"
"Pantai...kita lihat sunset Mas?" jawab Hyorin penuh harap Ayesh akan menyetujuinya.
"Siap laksanakan Tuan Putri," ucap Ayesh.
Mobil mereka menuju ke sebuah pantai, sebenarnya saat di parkiran tadi Ayesh sekilas melihat Silvia bersama dengan Indra, yang entah dari mana mereka. Mungkin dari dalam taman bermain juga sama seperti dirinya dan Hyorin. Beruntung mereka tidak saling bertemu ketika berada di dalam.
Ayesh merasa lega sebab Hyorin tidak harus melihat Laki-laki yang dicintainya pergi bersama dengan Silvia, saudara tiri yang sering kali menyakiti Hyorin. Ayesh tidak ingin lagi melihat air mata Hyorin terbuang percuma hanya karena menangisi Laki-laki tak berpendirian itu.
"Rin kamu capek ya?" tanya Ayesh sambil mengemudi.
"Tidak Mas, malah aku sangat bersemangat," Hyorin tersenyum manis.
"Apakah kamu lapar?"
Hyorin menggeleng bersamaan dengan perutnya yang berbunyi.
Krriuuuukkkk....
"Perut kamu tidak bisa bohong," Ayesh tergelak.
Hyorin begitu merasa malu, wajah Hyorin sampai memerah dibuatnya.
"Kamu tidak perlu malu Rin, aku ini suamimu bukan orang lain."
"Kita beli makan dulu setelah itu kita menuju pantai." Sambung Ayesh.
Mereka menuju Restoran cepat saji, memesan dari dalam mobil kemudian memutuskan untuk makan sambil jalan saja supaya tidak terlambat sampai di pantai.
Mereka sampai di sebuah pantai tepat sebelum Matahari tenggelam, mereka melihat sunset yang begitu indah. Warna jingga yang terpancar dari balik awan yang seolah telah menelan Matahari menambah keindahan pergantian siang dan malam di senja itu.
Lembayung senja mengingatkan kita bahwa setiap hal memiliki akhirnya masing-masing. Semua akan kembali ke peraduannya jika saatnya telah tiba.
Ayesh dan Hyorin masih setia duduk di hamparan pasir yang luas.
"Rin apakah Dokter Indra pernah menghubungimu akhir-akhir ini?"
Hyorin menggeleng, sedikit merasa sedih dengan kenyataan yang ada.
"Apakah kamu tetap yakin jika pemuda itu benar-benar mencintai kamu Rin? Maaf aku tidak bermaksud membuat kamu tersinggung." tanya Ayesh penuh kehati-hatian.
"Aku tidak tahu Mas, bahkan saat ini aku merasa kami semakin jauh. Mungkin karena aku belum memberikan kepastian sehingga dia memilih untuk menjauh,"
"Bagaimana jika dia ternyata bersama orang lain?"
"Mas...sudahlah jangan bahas Kak Indra lagi,"
Hyorin tidak bersemangat untuk membahas Indra yang menghilang begitu saja, bahkan beberapa hari Hyorin tidak masuk kerja, Kak Indra tidak menghubunginya sama sekali, tidak seperti saat pertama kali Hyorin baru tiba dari Jerman dan mulai bekerja di rumah sakit yang sama, Indra begitu getol mengiriminya chat setiap hari.
Saat itu Hyorin merasa membumbung tinggi, orang yang dia cintai ternyata merespon dengan caranya tanpa Hyorin harus ungkapkan. Namun kini Hyorin merasa ada perubahan sikap dari pemuda itu.
"Ayo Rin kita pulang sudah hampir gelap, tapi kita cari tempat untuk sholat Maghrib dulu ya,"
Hyorin mengekori Ayesh dari belakang. Sekitar pukul Sembilan malam mereka tiba di Apartemen.
"Mas aku mandi duluan ya," ucap Hyorin begitu memasuki kamar dan bergegas mengambil handuk kemudian memasuki kamar mandi.
"Rin sudah belum gantian, aku sudah sangat gerah," Ayesh mengetuk pintu kamar mandi.
"Iya bentar Mas,"
Hyorin kemudian keluar dengan mengenakan bathrob mandinya, Ayesh menelan saliva nya melihat pemandangan yang ada dihadapan matanya. Jakun Ayesh nampak naik turun.
"Mas kok melamun katanya mau mandi," Hyorin membuyarkan lamunan Ayesh.
"Eh...iya Rin, aku mandi sekarang."
Ayesh bergegas memasuki kamar mandi, khawatir dia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak menerkam gadis di hadapannya, secara naluriah seorang Laki-laki tentu tidak akan tahan hidup satu atap dengan pasangan halal namun tidak melakukan apapun.
Hyorin merasa aneh dengan tingkah Ayesh. Namun, gadis itu memilih untuk tidak mengambil pusing semua itu.
Begitu Ayesh memasuki kamar mandi, Hyorin menyiapkan baju ganti untuk suaminya, kemudian dia masuk ke dalam kamarnya untuk bertukar pakaian.
****
Hyorin bersiap untuk tidur, ketika pintu kaca pembatas di ketuk dari luar.
"Bolehkah aku masuk Rin?" suara Ayesh menggema dari luar.
"Iya boleh Mas, masuklah!"
Ayesh kemudian masuk ke dalam dan mengikuti Hyorin yang duduk sambil bersandar di ranjang.
"Rin besok aku tinggal tidak apa-apa kan?"
"Iya Mas tidak apa-apa, aku akan baik-baik saja."
"Bagus kalau seperti itu, aku hanya ingin mengatakan hal itu. Kamu istirahatlah, besok sudah harus masuk kerja jugakan?" tanya Ayesh sambil beranjak menuruni ranjang.
"Iya Mas...tunggu," Hyorin menahan Ayesh yang hendak keluar dari kamar.
"Ada apa Rin?"
"Jangan pergi!"
Hyorin mendekap Ayesh dari belakang yang berdiri di tepian ranjang dengan posisi Hyorin masih berada di atas ranjang.
Ayesh berbalik dan menangkup pipi Hyorin gemas.
"Aku pergi untuk bekerja bersama Doni, aku janji tidak akan macam-macam. Selesai dengan urusanku aku akan langsung pulang."
Hyorin menggeleng seolah tidak mau melepaskan Ayesh.
"Baiklah kalau begitu ayo kita tidur," Ayesh berkata sambil merebahkan diri di kasur yang seharusnya Hyorin tempati seorang diri.
"Mas...,"
"Sini tidur di sampingku Rin, tidak apa-apa aku tidak akan nakal."
Ayesh menarik lengan Hyorin, membuat gadis itu terjatuh di samping dirinya. Ayesh mendekap Hyorin penuh kasih sayang.
Hyorin yang dibuat malu oleh tingkah Ayesh, memilih membenamkan wajahnya ke dalam dada bidang Ayesh.
Tidak seberapa lama, terdengar dengkuran halus Hyorin yang telah terlelap, Ayesh kemudian memejamkan matanya mengikuti Hyorin yang sudah berada di alam mimpi dengan tetap memeluk gadis di sampingnya dengan sayang, setelah sebelumnya dia meninggalkan jejak sayang di kening Hyorin.
Jangan lupa like, komen, vote dan jadikan favourite ya Kak 💕💕💕
tetap semangat thorr
klau jovvanka menyakiti Orin?