Setelah kecelakaan yang merenggut nyawa ibunya dan membuatnya buta karena melindungi adiknya, pernikahan Intan dibatalkan, dan tunangannya memutuskan untuk menikahi Hilda, adik perempuannya. Putus asa dan tak tahu harus berbuat apa, dia mencoba bunuh diri, tapi diselamatkan oleh ayahnya.
Hilda yang ingin menyingkirkan Intan, bercerita kepada ayahnya tentang seorang lelaki misterius yang mencari calon istri dan lelaki itu akan memberi bayaran yang sangat tinggi kepada siapa saja yang bersedia. Ayah Hilda tentu saja mau agar bisa mendapat kekayaan yang akan membantu meningkatkan perusahaannya dan memaksa Intan untuk menikah tanpa mengetahui seperti apa rupa calon suaminya itu.
Sean sedang mencari seorang istri untuk menyembunyikan identitasnya sebagai seorang mafia. Saat dia tahu Intan buta, dia sangat marah dan ingin membatalkan pernikahan. Tapi Intan bersikeras dan mengatakan akan melakukan apapun asal Sean mau menikahinya dan membalaskan dendamnya pada orang yang sudah menyakiti
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon La-Rayya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berteman
"Baiklah, kita perlu membicarakan hal lain sekarang." Ucap Sean.
"Jadi bagaimana kau akan membalas keluargaku?" Tanya Intan.
"Bukan itu. Ini tentang rumah." Ucap Sean.
"Oh!" Seru Intan.
"Aku akan memenuhi bagianku dalam perjanjian itu, jangan khawatir. Tapi aku ingin kau mengerti, pernikahan kita ini dirahasiakan. Aku ingin semua orang percaya bahwa kaulah pengantinku yang dulu dipikir oleh semua orang bunuh diri, mengerti?" Ucap Sean.
"Ya, akulah penggantinya. Tapi tak seorang pun boleh tahu. Ini untuk membersihkan reputasi mu yang buruk, kan?" Balas Intan.
"Ya, karena aku ingin menjadi pengusaha terkenal. Kau akan mengatakan pada semua orang bahwa selama ini kau bersembunyi karena kau menjadi buta dan mengalami kesulitan beradaptasi akibat kecelakaan." Ucap Sean.
"Kau benar-benar akan memanfaatkan keterbatasanku untuk keuntunganmu?" Tanya Intan.
"Tentu saja, aku perlu mengambil manfaat dari hal ini entah bagaimana caranya." Balas Sean.
"Oke, ada lagi?" Tanya Intan.
"Ya, aku jarang di rumah, jadi silakan lakukan apa yang kau suka selama kau menginap di sini. Aku bodoh sekali menempatkan mu di kamar pembantu, kau bisa pilih salah satu kamar di lantai atas." Ucap Sean.
"Tidak terima kasih. Tapi aku lebih suka bersama Bi Lila, dia kelihatan baik." Balas Intan.
'Yang benar saja? Aku dimarahi Julian karena menempatkannya di kamar pembantu, dan sekarang aku berusaha bersikap baik dan dia malah mau tidur sekamar dengan pembantu? Gadis ini tidak masuk akal!' ucap Sean dalam hati.
"Lakukan saja sesukamu, kita akan jarang bertemu, kamu bisa pergi sekarang." Ucap Sean sedikit kesal.
"Oke." Jawab Intan singkat.
Dia berdiri, melangkah ke kiri, berbalik sepenuhnya, lalu berjalan tepat enam langkah ke pintu, membukanya, lalu pergi.
'Pasti sulit sekali tidak bisa melihat apa pun dan harus selalu berhati-hati.' pikir Sean.
......................
Intan meninggalkan ruangan kerja Sean. Dia mulai menghitung langkah. Sudah tiga tahun dia hidup seperti itu, menghitung setiap langkahnya dan beradaptasi. Awalnya, rasanya sangat sulit baginya. Dia selalu menangis setiap malam karena menabrak apa pun dan mengalami memar, terutama ketika Hilda menghalangi jalannya hanya untuk melihatnya jatuh.
Intan merasa semuanya akan berbeda jika Mamanya masih hidup. Dia selalu mengerti Intan dan tahu apa yang harus dikatakan.
Mama Intan mengajarinya untuk memperlakukan karyawan sebagaimana dia ingin diperlakukan. Karena rasa hormat penting untuk hidup berdampingan.
Intan pikir Mamanya pasti akan kecewa dengan Hilda dan Papanya atas apa yang mereka lakukan padanya. Tapi Intan akan membuat mereka belajar dari kesalahan mereka. Lebih baik melihat mereka menderita sekarang dan memperbaiki diri, daripada menunggu sampai terlambat dan melakukan hal-hal yang tidak bisa diperbaiki.
Intan bisa berjalan dan mencapai dapur tanpa menabrak apa pun, suatu prestasi luar biasa untuk rumah yang dia tidak tahu di mana letak segala perabotannya. Sesampainya di dapur, Intan mencium aroma bawang putih yang mulai kecokelatan. Bagi Intan, aromanya sungguh nikmat.
"Baunya enak banget, Bi Lila. Butuh bantuan?" Ucap Intan.
Bi Lila hendak bicara, tapi kemudian berhenti.
'Bisakah dia membantu mengatasi gangguan penglihatannya?' tanya Bi Lila dalam hati.
Menerima bantuan Intan bahkan bisa menyebabkannya kecelakaan dan istri bosnya itu akan terluka. Dengan keheningan, Intan agak memahami ketidaknyamanan Bi Lila.
"Menjadi buta bukan berarti aku tak berguna seperti yang dipikirkan banyak orang. Aku masih bisa membantu. Dulu aku bisa membuat roti lapis sendiri, dan mencuci piring." Ujar Intan.
"Tapi bukankah Anda punya pembantu di rumah?" Tanya Bi Lila.
"Ya, memang, tapi para pelayan di rumah sudah punya banyak tugas harian. Aku tidak bisa mengganggu mereka hanya karena aku ingin makan roti lapis atau mencuci gelas. Itu hal-hal yang bisa kita lakukan, bagaimana menurut Bi Lila?" Balas Intan.
"Saya berharap sebagian bos berpikiran sama dengan Nyonya Intan. Saya pernah bekerja di rumah-rumah di mana orang-orang bahkan tidak mau bangun untuk mengambil remot tv atau ponsel dari meja kopi. Pak Sean jarang ada di rumah, jadi tidak banyak pekerjaan di sini. Saya hanya menjaga kebersihan rumah dan memasak saat Pak Sean ada. Saat Pak Sean tidak ada, saya hanya perlu memasak untuk diri sendiri. Jadi, menurut saya, pekerjaan ini lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan pekerjaan-pekerjaan lain yang pernah saya lakukan." Ujar Bi Lila.
"Aku bisa membayangkannya. Sekarang, kita akan bisa terus makan bersama. Aku sudah makan sendirian selama tiga tahun, jadi perubahan ini bagus sekali." Ucap Intan.
Tatapan Bi Lila berubah sendu setelah mendengar apa yang dikatakan Intan. Bi Lila berusia 43 tahun dan tidak pernah memiliki anak karena pekerjaannya. Suaminya telah meninggal hampir sepuluh tahun yang lalu. Melihat seorang perempuan muda dan cantik seperti Intan begitu kesepian, hatinya hancur.
"Senang sekali bisa ditemani Anda, Nyonya Intan."
"Panggil saja aku Intan, Bi Lila. Panggilan Nyonya terlalu aneh bagiku." Ucap Intan.
"Tapi Nyonya Intan bos saya." Ucap Bi Lila.
"Aku bukan bosmu, kita teman. Bi Lila, bolehkah aku tahu lebih banyak tentang Bi Lila?" Ucap Intan.
Bingung, Bi Lila berpikir sejenak dan berasumsi bahwa Intan ingin dia mendeskripsikan dirinya sendiri.
"Nah, Nyonya, maksud saya, Non Intan, saya sudah berusia 43 tahun. Rambut saya sudah putih dan beberapa kerutan mulai muncul. Saya berkulit sawo matang dan berlesung pipi." Ujar Bi Lila mendeskripsikan dirinya.
"Haha, tidak, maaf, aku salah bicara. Bolehkah aku menyentuh wajahmu untuk mencoba mendeskripsikannya di kepalaku?" Ucap Intan.
"Ah, ya, tentu saja, Non Intan." Ucap Bi Lila.
Bi Lila lantas mendekati Intan.
Intan langsung menyentuh bahunya lalu wajahnya dengan hati-hati. Bi Lila bilang ada kerutan di wajahnya, tapi itu sebenarnya tidak lebih dari sekadar garis ekspresi, dan tidak lebih dari itu. Wajah Mamanya muncul di benak Intan. Tapi Bi Lila tampak lebih muda, setidaknya begitulah kesan Intan. Bukan hanya karena usianya, tapi juga karena wajahnya.
Disisi lain...
Sean sedang memeriksa tanda tangan Intan. Dia lalu bangkit dan pergi ke dapur untuk meminta Bi Lila menyiapkan kopi untuknya. Sesampainya di sana, dia melihat pemandangan yang tak dia mengerti. Intan sedang menyentuh wajah Bi Lila, jadi dia berhenti agak jauh untuk memahami apa yang terjadi.
"Bi Lila memiliki wanita yang sangat cantik. Apakah Bi Lila sudah menikah?" Tanya Intan.
"Saya seorang janda, Non Intan." Jawab Bi Lila.
"Saya turut berbelasungkawa." Ucap Intan.
"Jangan khawatir Non, itu sudah lama sekali. Suami saya meninggal sepuluh tahun yang lalu." Ujar Bi Lila.
"Meski begitu, ketidakhadirannya masih mengganggu Bi Lila, sampai pada titik bahwa sepuluh tahun kemudian, Bi Lila masih menjadi janda." Ucap Intan.
"Ya, saya mencintainya, dan saya masih sangat merindukannya!" Kata Bi Lila.
"Aku mengerti, tapi Bi Lila menikah sangat muda, karena dia meninggal sepuluh tahun lalu." Ucap Intan.
"Ya, kami jatuh cinta saat SMA, berpacaran sepanjang hingga lulus. Kami menikah di usia 18 tahun, dan kami harus bekerja keras untuk menghidupi diri sendiri. Dia mengalami kecelakaan di lokasi konstruksi tempatnya bekerja dan akhirnya meninggal dunia." Ujar Bi Lila.
Bersambung...