NovelToon NovelToon
Ikatan Takdir

Ikatan Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Suami Tak Berguna / Anak Haram Sang Istri
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: si ciprut

Perjalanan hidup Kanaya dari bercerai dengan suaminya.
Lalu ia pergi karena sebuah ancaman, kemudian menikah dengan Rafa yang sudah dianggap adiknya sendiri.
Sosok Angela ternyata mempunyai misi untuk mengambil alih harta kekayaan dari orang tua angkat Kanaya.
Selain itu, ada harta tersembunyi yang diwariskan kepada Kanaya dan juga Nadira, saudara tirinya.
Namun apakah harta yang di maksud itu??
Lalu bagaimana Rafa mempertahankan hubungannya dengan Kanaya?
Dan...
Siapakah ayah dari Alya, putri dari Kanaya, karena Barata bukanlah ayah kandung Alya.

Apakah Kanaya bisa bertemu dengan ayah kandung Alya?

Lika-liku hidup Kanaya sedang diperjuangkan.
Apakah berakhir bahagia?
Ataukah luka?

Ikutilah Novel Ikatan Takdir karya si ciprut

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon si ciprut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Barata Tahu Semuanya

Barata kembali ke rumah Kanaya saat malam hampir habis.

Rumah itu sunyi. Terlalu rapi. Terlalu bersih—seperti rumah yang pernah dihuni kebohongan dengan disiplin tinggi. Rafa, Kanaya, dan Alya tidak ada. Pengamanan Rafa membuatnya yakin: mereka aman. Untuk pertama kalinya, Barata melangkah masuk tanpa niat bertemu siapa pun—ia hanya ingin memastikan satu hal.

Ia menuju kamar yang dulu ia bagi dengan Angela.

Lemari masih terkunci. Kuncinya masih di tempat lama—Angela selalu yakin tak ada yang berani mengusik. Barata membukanya perlahan. Di bagian paling belakang, di balik map-map kosong dan kotak perhiasan, ada satu map tipis berlabel klinis, rapi, tanpa nama.

Ia membukanya.

Dokumen rumah sakit.

Tanggal-tanggalnya berulang, bertahun-tahun ke belakang. Nama dokter berbeda, klinik berbeda. Tapi diagnosisnya konsisten. Resepnya berulang. Catatan kecil di margin—tulisan tangan yang dingin dan metodis.

Terapi hormonal jangka panjang.

Indikasi: supresi fertilitas pria.

Catatan: pasien tidak diberi tahu tujuan akhir terapi.

Barata duduk perlahan di tepi ranjang.

Tangannya gemetar saat membuka halaman berikutnya—hasil lab, grafik, catatan lanjutan. Semuanya mengarah ke satu kesimpulan yang tak lagi bisa dihindari:

Ia dibuat tidak subur.

Bukan sementara.

Sejak lama.

Angela.

Nama itu tak perlu tertulis. Cara penyimpanannya saja sudah berbicara. Rapi. Terklasifikasi. Disimpan bukan untuk diingat—melainkan untuk dikendalikan.

Barata tertawa kecil. Suaranya hampa.

“Jadi itu sebabnya,” gumamnya. “Kebimbangan itu… bukan kebetulan.”

Semua masuk akal sekarang. Mengapa Angela tak pernah panik soal keturunan. Mengapa ia selalu mengarahkan pembicaraan menjauh. Mengapa Alya—pertanyaan itu—selalu dibiarkan menggantung, menjadi umpan emosional yang sempurna.

Ia menutup map itu pelan, seolah takut kebenaran akan pecah jika disentak.

Bukan hanya tubuhnya yang dikendalikan.

Pilihan hidupnya juga.

Barata berdiri, menatap bayangannya di cermin. Wajah yang sama—tapi kini tanpa ilusi terakhir.

“Alya…” katanya pelan. Tidak ada tangis. Tidak ada amarah yang meledak. Hanya kelegaan pahit.

Ia akhirnya tahu jawabannya.

Dan ironisnya, jawaban itu membebaskannya.

Karena kini jelas:

ia tidak pernah dijadikan ayah—

ia dijadikan alat.

Barata merapikan kembali dokumen itu ke tempat semula. Ia tidak membawanya. Tidak perlu. Kebenaran sudah tertanam di dirinya.

Ia melangkah ke ruang tamu, menatap kursi kecil tempat Alya pernah belajar berdiri. Senyum tipis muncul—bukan kepemilikan, bukan klaim.

“Terima kasih,” bisiknya pada rumah itu. “Kamu memberiku akhir yang jujur.”

Di luar, fajar mulai menyingsing.

Barata meninggalkan rumah Kanaya tanpa menoleh.

Bukan karena tak peduli.

Melainkan karena kini ia tahu, dengan pasti:

Ia tidak akan kembali mendekat—

bukan karena ragu,

melainkan karena tak ada lagi yang bisa dipakai untuk memerasnya.

***

Barata menemui Angela malam itu—bukan dengan amarah yang meledak, tapi dengan ketenangan yang membuat orang justru takut.

Mereka bertemu di apartemen lama Angela. Lampu redup. Tirai tertutup. Angela tampak terkejut sesaat saat melihat Barata berdiri di ambang pintu—utuh, hidup, dan… berbeda.

“Kamu berani datang,” kata Angela, menyembunyikan kegelisahan di balik senyum tipis.

Barata melangkah masuk tanpa izin. Ia meletakkan map tipis di meja. Bunyi kertas menyentuh kayu terdengar jelas.

“Jelaskan,” katanya singkat.

Angela melirik map itu. Sekejap saja. Namun cukup untuk membuat matanya berubah.

“Kamu menggeledah,” katanya datar.

“Aku membaca,” jawab Barata. “Dan sekarang aku paham.”

Hening menyelimuti ruangan. Angela duduk perlahan, menyilangkan kaki. Ia tidak menyangkal. Tidak bertanya. Itu pengakuan paling jujur yang bisa ia berikan.

“Sejak kapan?” tanya Barata pelan.

“Sejak aku tahu siapa ayahmu,” jawab Angela akhirnya. “Sejak aku tahu apa yang kamu bawa dalam darahmu.”

“Kamu meracuniku?” suara Barata tetap rendah, tapi tiap kata tajam.

“Bukan racun,” Angela membetulkan. “Kontrol.”

Ia berdiri, berjalan mendekat. “Kamu terlalu berbahaya untuk dibiarkan punya keturunan. Itu perintah. Dan—” ia berhenti di depan Barata, menatap lurus, “—itu juga caraku memastikan kamu tetap hidup.”

Barata tertawa lirih. “Jadi aku hidup… sebagai pria yang kamu kebiri?”

Angela menelan ludah. Untuk pertama kalinya, pertahanannya retak.

“Kamu tidak mengerti,” katanya cepat. “Kalau kamu punya anak, mereka akan memburumu. Mereka akan mengulang siklus ini. Aku memotongnya.”

“Tanpa izinku,” Barata menegaskan.

“Tanpa pilihan,” Angela membalas.

Barata mendekat setengah langkah. Tak ada ancaman fisik. Namun jarak itu cukup membuat Angela terdiam.

“Kamu tahu apa yang paling kejam?” tanya Barata. “Bukan obatnya. Tapi kebohongan yang kamu pelihara—membiarkanku ragu pada Alya. Membiarkanku hampir menghancurkan hidup orang lain karena rasa bersalah yang kamu ciptakan.”

Angela memalingkan wajah. Suaranya melemah. “Aku tidak berniat—”

“Kamu berniat,” potong Barata. “Kamu menyimpan dokumennya rapi. Kamu ingin aku menemukannya suatu hari, saat itu paling menyakitkan.”

Angela terdiam lama. Lalu ia berkata pelan, hampir seperti pengakuan:

“Aku ingin kamu berhenti mencari keluarga. Aku ingin kamu hanya punya aku.”

Kalimat itu jatuh berat.

Barata mengangguk pelan. “Terima kasih sudah jujur.”

Angela mengangkat wajahnya. Ada harap tipis. “Jadi…?”

“Jadi ini akhirnya jelas,” kata Barata. “Aku tidak punya keturunan. Aku tidak punya jalan ke Kanaya. Dan aku tidak lagi punya titik tekan.”

Ia mengambil map itu kembali. “Dan kamu—kehilangan satu-satunya alatmu.”

Angela tersenyum pahit. “Kamu akan menyerahkanku?”

“Aku tidak perlu,” jawab Barata tenang. “Prayuda tidak membiarkan alat yang rusak tetap hidup.”

Wajah Angela memucat.

Barata berjalan menuju pintu. Sebelum keluar, ia berhenti tanpa menoleh.

“Satu hal,” katanya. “Aku mungkin kehilangan kesempatan menjadi ayah. Tapi kamu—kehilangan kesempatan menjadi manusia.”

Pintu tertutup.

Angela terduduk lemas di sofa, napasnya bergetar. Untuk pertama kalinya, ia benar-benar sendirian—tanpa perlindungan, tanpa kendali, dan tanpa Barata.

Dan di luar, Barata melangkah pergi dengan langkah ringan.

Bukan karena menang.

Melainkan karena beban terakhir akhirnya jatuh.

Prayuda tahu kegagalan itu bahkan sebelum Angela sempat menjelaskannya.

Ia tahu dari sunyi.

Dari jalur yang tiba-tiba terputus.

Dari Barata yang tidak bergerak seperti umpan seharusnya.

Dan dari satu fakta sederhana yang membuatnya murka: kontrol telah hilang.

Angela dipanggil ke sebuah rumah dinas yang tak pernah tercatat sebagai milik siapa pun. Tak ada pengawalan. Tak ada ponsel. Tak ada tas. Semua dilepas di pintu.

Ia masuk sendirian.

Prayuda Wicaksono berdiri di dekat jendela, membelakangi ruangan. Jasnya rapi. Tangannya di belakang punggung. Seperti biasa—orang yang tak perlu menoleh untuk membuat orang lain gemetar.

“Kamu gagal,” katanya pelan, tanpa emosi.

Angela menelan ludah. “Barata tidak lagi bisa digunakan.”

“Aku tahu,” jawab Prayuda. “Kamu kehilangan alat yang paling mahal.”

Angela mengangkat wajah. “Aku sudah melakukan semua yang diperintahkan.”

“Tidak,” Prayuda menoleh. Tatapannya dingin, menghitung. “Kamu mencampurkan perasaan.”

Angela terdiam.

“Kamu melindunginya terlalu lama,” lanjut Prayuda. “Kamu ragu saat diperintah menghabisinya. Dan yang paling fatal—kamu membiarkannya menemukan kebenaran.”

Angela mengepalkan tangan. “Kalau aku membunuhnya sejak awal, Kanaya akan kabur. Dokumen akan menghilang.”

Prayuda tersenyum tipis. “Alasan yang bagus. Tapi tetap kesalahan.”

Ia melangkah mendekat. Tidak cepat. Tidak marah. Justru itu yang membuat Angela tahu: ini akhir.

“Kamu tahu aturannya,” kata Prayuda. “Aset yang tidak lagi berguna… tidak dipelihara.”

Angela tertawa lirih. “Jadi aku dibuang?”

“Kamu sudah membuang dirimu sendiri,” jawab Prayuda datar. “Dengan jatuh cinta pada target.”

Kalimat itu menghantam lebih keras dari tamparan.

“Aku tidak—” Angela berhenti. Ia tahu tak ada gunanya menyangkal.

Prayuda memberi isyarat kecil. Pintu di belakang Angela terbuka. Dua orang masuk. Bukan algojo. Penjaga senyap—jenis yang tak meninggalkan jejak.

“Kamu tidak akan mati hari ini,” kata Prayuda. “Itu terlalu mudah. Kamu akan menghilang.”

Angela mengangkat wajahnya perlahan. “Dan Barata?”

“Sudah bukan urusanmu,” jawab Prayuda. “Dia tidak lagi bisa memberiku apa pun.”

Untuk sepersekian detik, sesuatu seperti lega melintas di mata Angela. Lalu sirna.

Ia berdiri. Meluruskan punggungnya.

“Aku hanya ingin kamu tahu satu hal,” katanya pelan. “Barata bukan masalah terbesarmu.”

Prayuda menatapnya tanpa berkedip. “Ancaman terakhir?”

“Peringatan,” balas Angela. “Dia sudah memilih jadi jalan buntu.”

Prayuda tersenyum tipis. “Semua orang berpikir begitu… sampai mereka dilindas.”

Angela digiring keluar. Tanpa perlawanan. Tanpa teriakan. Tanpa jejak.

.

.

.

BERSAMBUNG

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

1
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅
cwrdik juga ya lawanya
kira2 gmn akhir dari kisah ini
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅 : ya ya ya selalu seoerti itu di gantung tanpa harapan 🙈🙈
total 2 replies
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅
hisss mumet aq
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅
apa sih sebenarnya ini aq kok makin piyeee gono
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅
jd angela akan mati kah
hahh jd anak itu anak siapa alya kok bisa kanya sma barata dan kok bisa alya hamil hadeh kepingan puzel yg bener2 rumit tingkat dewa 🤣🤣🤣🤣
Perushaa
makin buat aku bertanya, arahnya kemana
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅
lha jd ada flash back nya g kk thor
jawaban dr alya anak dia bukan kira2 kasih flash back nya kapan 🤣🤣🤣
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅 : ohh ttp ada ya
total 2 replies
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅
jd barata malah berkorban gtu ka
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦✍️⃞⃟𝑹𝑨💫⃝ˢᶦ𝐂ɪᴘяᴜт: bisa jadi
total 1 replies
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅
hadeh mumet bacanya apa sih sebenernya yg bikin rumit 🤣🤣🤣
Perushaa
Cerita ini itu rekomend, bangettttt! Penuh misteri, teka-teki, menengangkan. Serasa kita di ajak untuk bermain menjadi detektif.
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦✍️⃞⃟𝑹𝑨💫⃝ˢᶦ𝐂ɪᴘяᴜт: terimakasih mbak Bening
total 1 replies
Perushaa
makin horor dan penuh tanda tanya
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅
hadehhh ini makin lama makin menyinpan misteri aja 🤭
Perushaa
makin horor, makin misteri
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅
rumit sekalin
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅
hahh ini kek baca kasus lama tp kasus apa ya apakah ininkaitan dengan mafia atau gmn sih
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅
angela maju kena mundur kena jadi apa sebenarnya ini kenapa kek blm terurau apa yg di buru nya ish pusing deh 🤣🤣🤣
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅 : ohh gono yo
total 2 replies
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅
mumet thor
jane apa.sih iki 🤣🤣🤣
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶᴳᴿ🐅 : mumet apa yg di buru sebenarnya sih
total 2 replies
Perushaa
makin rumit, makin misteri
ini cerita gak tembus retensi, keterlaluan si LUN itu gak bantu promosiin 😤😤😤
Perushaa: emang minta di santet dukun jombang si lun
total 3 replies
Perushaa
aduh makin banyak teka-teki. bikin penasarannnn

ini bukan genre konflik etika, tetapi horor/ misteri
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!