Bagaimana rasanya, jika kalian sebagai seorang anak yang di abaikan oleh orangtuamu sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembagian Rapor
Suara guntur dan hujan beserta angin semakin kuat. Vania enggan melepaskan pelukan dari Ayahnya. Karena tidak tega melihat Vania ketakutan, Afandi melupakan niatnya untuk melihat Adira.
Setelah hujan mulai reda. Jam sudah menunjukan pukul lima pagi. Afandi bahkan sampai tertidur di kamar Vania. Begitu juga dengan Ella. Dia sempat terbangun, dan tidak mendapati suaminya di samping. Dan Ella sudah menduga, jika Afandi sedang berada di kamar Vania.
Melihat dua kesayangannya tertidur, Ella juga beranjak naik ke kasur Vania. Untuk tidur bersama.
"Sayang bangun ... Bukannya kamu mau keluar kota?" ujar Ella membangunkan suaminya.
"Ya ampun, bantu Ayah siap-siap ya Bu ... Tolong bawakan beberapa baju, karena Ayah gak tahu sampai berapa hari di sana." ucap Afandi bergegas untuk siap-siap.
Setelah siap berkemas, Afandi langsung pergi tanpa berpamitan pada anak-anaknya. Dia seakan lupa jika semalam Adira sangat terluka.
Ella langsung membangunkan Vania untuk bersiap-siap. Mereka berencana akan pergi bersama.
"Bu Mar atau Bu Siti hari ini ada yang bisa temeni Adira ambil rapor? Soalnya Pak Afandi lagi diluar kota. Sedangkan aku mau ambil rapor Vania." kata Ella pada ART-nya yang berada di dapur.
"Kayaknya aku gak bisa Bu, soalnya hari ini aku mau izin cepat pulang. Mau menemani suami untuk kontrol." seru Bu Siti.
Bu Siti ke rumah sakit agak siang, karena dia sudah ikut antri tadi pagi dan mendapatkan nomor urut yang lumayan. Jadi, dia memutuskan untuk pergi agak telat.
"Biar saya aja Bu." ucap Bu Siti.
"Baik lah, kami berangkat dulu. Nanti tolong Bu Siti bilang sama Adira ya."
"Adira-nya udah berangkat Bu, tadi pagi saat Ibu dan Bapak masih di kamar."
"Sepagi itu?"
"I-iya, katanya mau mampir ke tempat teman barunya."
"Baguslah, kalau sekarang dia sudah punya teman." ucap Ella senang. Dia bukan tidak tahu, jika Adira merupakan anak yang tidak tahu cara bersosialisasi.
Ditempat lain, Adira baru saja sampai di rumah Johan Kakeknya. Johan tinggal sendiri sedangkan istrinya telah tiada beberapa tahun yang lalu. Dia enggan ikut tinggal bersama Afandi, karena dia merasa dirinya masih kuat dan bisa mengurus dirinya sendiri. Tetapi Afandi sudah meminta tetangga depan rumah Johan untuk mengurus Ayahnya, mulai dari makanan sampai mencuci pakaian.
Rumah Johan sendiri tidak lah terlalu jauh, hanya menggunakan waktu 45 menit jika menggunakan sepeda motor.
"Eh cucu Kakek yang cantik. Kok kesini? Gak sekolah?" tanya Johan bangkit dari teras.
"Kek, hari ini aku ambil rapor. Temenin aku sebagai wali. Mau ya?" ajak Adira.
Orang tuamu emangnya kemana?"
"Ayah keluar kota, sedangkan Ibu temenin Kak Vania. Mau ya Kek?"
"Boleh, tapi kenapa gak di telpon saja. Biar Kakek nyusul."
"Ya, karena aku ingin pergi berdua dengan Kakek." ungkap Adira manja.
Kakek Johan langsung bersiap-siap. Dia sudah meminta sopir untuk bersiap-siap juga. Setelah melewati waktu sekitar setengah jam. Akhirnya mereka sampai di sekolah Adira. Untungnya acara belum lah, dimulai.
Saat Adira sedang bercanda dengan Ifana, Bu Mar datang sebagai wali untuk Adira. Namun Adira yang melihat Bu Mar, langsung menghampirinya, sebelumnya tentu saja sudah minta izin pada Ifana.
"Bu Mar kok kesini?" tanya Adira
"Kan mau ambil rapor Adira." mengelus bahu Adira.
"Bu Mar pulang aja, nanti rapor aku Kakek yang ambilkan."
"Kok Kakek? Biar Bu Mar saja. Kasihan Pak Johan Adira."
"Karena aku juga ingin, jika yang ambil raporku sesekali adalah keluargaku Bu."
"Ya udah, Ibu pulang dulu ya." pamit Bu Mar.
Ditempat lain, Vania bersama teman-temannya berada di kantin. Sedangkan Ella sedang bersama orang tua dari murid lainnya.
"Bu Ella, anaknya pasti juara satu lagi ya."
"Pasti dong Bu, kemarin kan dia juga termasuk dalam tiga besar saat lomba olimpiade." puji Ella bangga.
"Makanya, kami senang kalau anak-anak kita berteman. Selain karena status kita sama, Vania juga pinter tentunya." puji Ibu lainnya yang merupakan orang tua dari teman Vania.
Acara pembagian rapor di mulai di sekolah Vania, sebelumnya tentu saja sudah ada beberapa kata sambutan dari kepala sekolah.
Vania yang biasanya selalu mendapatkan juara pertama, kini mendapatkan juara ke dua. Itu di karenakan dia sering tidak hadir ke sekolah. Sebab karena keadaannya yang tiba-tiba sering lemah.
Mengetahui dirinya tidak mendapatkan juara pertama, berhasil membuat Vania dan Ella shock dan malu. Apalagi tadi, Ella sempat memuji anaknya di depan orang tuan dari teman-teman Vania.
Setelah acara pembagian rapor usai. Ella langsung mengajak Vania untuk pulang. Padahal sebelumnya, dia dan orang tua lainnya sudah berencana untuk pergi makan dan belanja bersama. Namun, Ella batalkan dengan mengatakan ada urusan mendadak.
Bahkan, saat di perjalanan pulang. Ella mendiamkan Vania karena kecewa.
Di sisi lain, Adira mendapatkan juara pertama. Johan memeluknya dengan bangga. Bahkan setelah acara selesai. Johan mengajak Adira ke suatu tempat. Tadi, saat Adira sedang bersama dengan Ifana. Johan meminta sopirnya untuk membeli sesuatu untuk Adira.
Selama dalam perjalanan Adira berceloteh bahagia. Dia bahkan sempat lupa kalau semalam bertengkar dengan Ibunya. Apalagi Johan bisa menjadi pendengar yang baik. Johan pun, tak pernah bosan menceritakan tentang masa kecil Adira. Bahkan Adira saja sudah sangat hapal apa yang dilakukannya saat kecil akibat dari cerita yang didengarkannya dari sang Kakek.
Mereka sampai di sebuah resort tepi pantai. Kebetulan hari ini pengunjung sangat ramai. Mungkin mereka juga merayakan kesuksesan anak-anak mereka dalan belajar. Terbukti dengan ramainya siswa ataupun siswi yang masih lengkap menggunakan pakaian sekolah.
Johan mengeluarkan sebuah kotak, dari paper bag yang diserahkan oleh sopirnya. Adira hanya menatap tanpa ada niat bertanya.
"Ini untukmu, karena berhasil mendapatkan juara satu." ujar Johan memberikan kotak berisi sebuah kalung berinisial A. Dengan dihiasi kupu-kupu kecil disamping huruf tersebut.
"Untukku?"
"Heum,,, bukannya dulu kamu sangat ingin jadi kupu-kupu? Biar bebas terbang kesana sini, tanpa memikirkan beratnya cobaan hidup?" tanya Johan. Dan Adira mengangguk kecil serta memeluk erat Kakek tercintanya tersebut.
"Makasih Kek, makasih banyak karena selalu mendukung aku. Aku sayang Kakek." ungkap Adira menangis haru.
Di tempat lain, Vania menghamburkan peralatan belajarnya. Di kesal karena tidak mendapatkan peringkat kelas. Apalagi sejak dari pembagian rapor usai. Ella tidak bicara sedikit pun padanya.
"Apa yang harus aku lakukan? Agar Ibu tidak marah padaku. Apa aku harus kembali pura-pura pingsan?" gumam Vania sambil menggigit kuku tangannya.
Rasany ngk enk bget