"Tidak heran ini disebut Jurang Neraka, aku sudah jatuh selama beberapa waktu tapi masih belum menyentuh dasar..." Evindro bergumam pelan, dia tidak mengingat sudah berapa lama dia terjatuh tetapi semua kilas balik yang dia lakukan memakan waktu cukup lama.
Evindro berpikir lebih baik dia menghembuskan nafas terakhir sebelum menghantam dasar jurang agar tidak perlu merasa sakit yang lainnya, tetapi andaikan itu terjadi mungkin dia tetap tidak merasakan apa-apa karena sekarang pun dia sudah tidak merasakan sakit yang sebelumnya dia rasakan dari luka yang disebabkan Seruni.
Evindro akhirnya merelakan semuanya, tidak lagi peduli dengan apapun yang akan terjadi padanya.
Yang pertama kali Evindro temukan saat kembali bisa melihat adalah jalan setapak yang mengeluarkan cahaya putih terang, dia menoleh ke kanan dan kiri serta belakang namun hanya menemukan kegelapan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hendrowidodo_Palembang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21. Kembali Ke Hutan Kematian
Memang proses pemurnian darahnya menjadi terhenti namun Evindro bisa meningkatkan tenaga dalamnya dengan pesat setelah menyerap seluruh permata siluman yang dimiliknya dan menguasai lebih banyak Perubahan Jenis.
Evindro sebenarnya ingin berlatih lebih lama lagi namun suatu pagi Nacha memanggilnya dan berkata.
"Evindro, seorang pendekar tidak bisa mengandalkan senjata, hampir separuh kemampuanmu bergantung pada pedang pusaka yang kau miliki serta ilmu pedang tingkat tinggi. Kau tidak akan cukup kuat jika terus mengandalkan kedua hal tersebut..."
Pedang Penguasa Malam merupakan Pusaka Penguasa Dunia, ketajaman pedangnya bisa berubah tergantung dari jumlah tenaga dalam yang dialirkan padanya. Dengan pedang itu, selama Evindro memiliki tenaga dalam yang cukup maka dia bisa menembus kulit siluman apapun.
Ilmu Pedang Ilusi seperti yang Nacha sampaikan merupakan ilmu tingkat tinggi, alasan Evindro bisa bertahan hidup selama beberapa bulan di Hutan Kematian adalah berkat ilmu tersebut terutama pada masa-masa awal.
Biarpun Evindro memiliki Seni Tasawuf dari Kitab Al Hikam, tetap saja tidak bisa dibandingkan dengan ilmu pedang tersebut.
Terlebih lagi sejauh ini Ilmu Pedang Ilusi hanya dapat digunakan dengan Pedang Penguasa Malam.
Kalau pedang tersebut tidak bersamanya, kemampuan Evindro memang berkurang hampir separuhnya.
Nacha menyarankan agar Evindro menjelajahi kembali wilayah Hutan Kematian yang sama namun kali ini sebisa mungkin tidak menggunakan pedangnya dalam menghadapi siluman apapun.
"Seorang pendekar harus bisa bertarung tanpa menggunakan senjata, dia harus menjadi senjata itu sendiri." Nacha menepuk pundak Evindro.
Evindro tersenyum pahit, perkataan Nacha mengingatkannya pada pertempuran terakhir di kehidupan pertamanya. Evindro memang mencapai tingkat Pendekar Suci menggunakan Kitab Al-Hikam tetapi dia hanya memiliki Tulang Harimau Besi dan tidak memiliki pedang pusaka sehingga tidak bisa menggunakan kemampuannya dengan sempurna.
Kalau Nacha memintanya melakukan pelatihan ini beberapa bulan yang lalu, Evindro akan menolaknya karena dia yakin tidak akan sanggup melakukannya tetapi kemampuannya yang sekarang membuatnya cukup percaya diri. Evindro menebak semua ini termasuk dalam perhitungan Nacha.
Nacha menyarankan Evindro tetap membawa Pedang Penguasa Malam bersamanya namun berusaha tidak menggunakannya kecuali bertemu siluman yang tidak mungkin dikalahkan tanpa pedang tersebut. Evindro menyanggupinya, lagipula ini akan mempercepat proses pemurnian darahnya.
Malam itu Evindro memasak banyak hidangan sebagai rasa terima kasihnya pada Nacha. Kalau bukan karena Nacha mungkin Evindro tidak bisa hidup hingga hari ini apalagi mencapai kemampuan yang tinggi dalam waktu singkat.
"Evindro, dulu kau bercerita Al Hikmah merupakan padepokan menengah, masih banyak padepokan yang lebih kuat di duniamu. Kalau padepokan menengah saja bisa menurunkan kamu beberapa ilmu tingkat tinggi, bukankah padepokan terkuat mungkin mengimbangi padepokan di duniaku?"
Evindro menelan ludahnya, dia kesulitan menjawab pertanyaan tersebut. Alasan Nacha bertanya demikian karena dia merasa heran. Seingat Nacha, Evindro masih berusia sekitar dua puluh tahun dari usianya tetapi dapat dengan mudah membuka begitu banyak meridian kecil.
Pembersihan Sumsum maupun Perubahan Jenis merupakan proses yang membutuhkan waktu bertahun-tahun mempelajarinya, melihat Evindro melakukannya tanpa petunjuk dari seorang pun membuat Nacha takjub.
"Aku bingung bagaimana cara menjelaskannya tetapi yang bisa kukatakan adalah kondisiku sedikit istimewa." Evindro tersenyum canggung.
Nacha memanyunkan bibirnya, tidak puas dengan jawaban tersebut tetapi tidak mengejar lebih jauh.
Selesai makan malam, Nacha menjelaskan beberapa hal yang perlu Evindro ingat ketika berada di Hutan Kematian. Terutama tentang siluman-siluman yang sebaiknya dihindari oleh Evindro.
"Evindro, kurasa kau sudah menyadari bahwa aku melindungi kamu dari jauh selama kau berada di Hutan Kematian, kali ini demi mendapatkan hasil latihan yang maksimal, kau harus menghadapi semua yang datang seorang diri." Nacha menambahkan Evindro masih bisa meminta bantuannya menggunakan kristal yang dia berikan dulu.
Evindro tersenyum tipis sambil menggaruk hidungnya, dengan kata lain dirinya belum melihat bahaya dari Hutan Kematian yang sebenarnya.
Selesai berbincang, Evindro kembali ke rumahnya untuk istirahat lebih awal. Dia tidak mengetahui akan berapa lama kali ini terjebak dalam Hutan Kematian, yang pastinya akan cukup lama sebelum dirinya bisa menikmati istirahat setenang ini.
Evindro memejamkan matanya, dalam ketenangan seringkali muncul ingatannya tentang pemerintahan Batavia terutama orang-orang yang dikasihinya.
"Tidak peduli berapa lama waktu yang aku butuhkan, aku pasti akan kembali..."
"Kiikk! Kiikkk!"
Evindro sedang duduk bersila sambil memejamkan mata ketika terdengar suara keras dari segala arah. Dia menemukan ada belasan kera dengan bulu berwarna silver sedang mengelilinginya sambil menatapnya gusar.
"Hmm? Kalian ingin membalas dendam untuk pemimpin kalian?" Evindro tersenyum, sama sekali tidak menunjukkan rasa takut meski dirinya telah dikepung.
Beberapa hari sebelumnya Evindro bertemu dengan siluman kera berbulu perak yang berukuran dua kali dari kera-kera di hadapannya. Kera perak itu berniat mencuri sumber daya berbentuk pisang berwarna merah darah yang baru Evindro petik.
Pada akhirnya Evindro berhasil menghabisi nyawa kera perak tersebut menggunakan Seni Tasawuf. Dia membiarkan beberapa kera berbulu silver tetap hidup setelah mengalahkan pimpinan mereka, tidak Evindro duga para siluman kera ini akan kembali dalam jumlah lebih banyak.
"Permata siluman dari pimpinan kalian memberiku sekitar sepuluh lingkaran tenaga dalam, apa kalian bisa memberikan jumlah yang sama?" Evindro berkata dengan nada menantang.
Para kera perunggu terlihat semakin emosi seolah mengerti yang Evindro katakan, mereka berteriak sambil memukul dada. Tanpa mendengarkan Evindro lebih jauh, kera-kera itu menyerang dalam waktu bersamaan.
Evindro masih tenang dalam posisi duduk bersila, ketika para kera itu cukup dekat dengannya, tiba-tiba semua kera itu jatuh ke tanah seolah batu besar menimpa pundak mereka.
Beberapa bulan sudah berlalu sejak Evindro memasuki kembali Hutan Kematian, kekuatannya kembali mengalami peningkatan pesat. Jumlah tenaga dalam yang dimilikinya sekarang sudah mendekati jumlah pada kehidupannya sebagai Pendekar Juru Selamat.
Awalnya, Evindro sedikit kesulitan menghadapi para siluman hanya mengandalkan tangan kosong sebab walaupun Seni Tasawuf merupakan ilmu tingkat tinggi tetapi menggunakan tenaga dalam berjumlah besar.
Pengalaman di Hutan Kematian yang dijalani Evindro kali ini begitu berbeda, siluman terus menerus datang seolah tidak memberinya waktu untuk bernafas sekalipun.
Hal ini memaksa Evindro lebih giat melatih Aura Tasawuf agar jumlah siluman yang menyerangnya lebih berkurang.
Tidak hanya stamina dan kekuatannya yang semakin terasah, mental Evindro benar-benar dilatih secara terus menerus ketika menghadapi banyaknya situasi sulit serta membahayakan nyawa.
"Siluman kecil seperti kalian ingin menghadapi aku? Seratus ekor seperti kalian pun tidak akan membuatku takut."
Evindro tertawa kecil.
"Kiiikk! Kikkk!" Kera-kera itu berusaha meronta sekuat tenaga namun beberapa kera telah kehilangan kesadaran, sisanya menjerit tanpa henti.
Pada saat yang sama, terdengar lebih banyak suara dari semak-semak serta pepohonan di sekitar Evindro yang membuatnya memiliki perasaan buruk. Tidak lama bermunculan para kera berbulu silver dalam jumlah mencapai ratusan.
Evindro menelan ludahnya sambil mengumpat dalam hati, "Hmm... Kalau sebanyak ini sepertinya aku sedikit takut..."
Setiap kera berbulu silver memiliki kemampuan setara dengan Pendekar Ahli, menghadapi ratusan kera secara bersamaan bukanlah perkara mudah.
Evindro bangkit dan mengambil aba-aba, Aura Tasawuf tidak akan cukup untuk menolongnya menghadapi kera dengan jumlah sebanyak itu.
Besarnya tekanan Aura Tasawuf tergantung dari jumlah yang ditekannya, semakin banyak individu yang ditekan maka semakin lemah kekuatannya.
Sebagian kera silver menyerang Evindro bersamaan sementara sisanya terutama yang berada di atas pohon melempar batu ke arahnya.
"Seni Naga Logam - Sisik Naga Logam!"
Menyadari tidak mungkin menghindari semua batu yang datang dari berbagai arah, Evindro mengeraskan kulitnya menggunakan Seni Naga. Setiap batu yang menghantam tubuhnya pecah berkeping-keping.
"Seni Naga Angin - Pisau Angin Kembar!"
Evindro mengubah tenaga dalam menjadi energi dan mengalirkannya pada kedua telapak tangannya, pusaran angin segera mengelilingi tangannya dan berubah menjadi pisau angin yang tajam.
Evindro melakukan gerakan memutar ketika para kera berada cukup dekat dengannya, seketika Evindro melepaskan pisau angin secara melingkar dan membelah tubuh belasan kera menjadi dua.
"Seni Naga Angin - Meriam Angin!"
Tidak berhenti sampai di sana, Evindro mengeluarkan jurus lainnya. Angin berkumpul di telapak tangannya, membentuk bola angin. Evindro kemudian melepaskannya ke arah pohon yang terdapat kera-kera silver.