NovelToon NovelToon
TURUN RANJANG : Dinikahi Pilot Galak

TURUN RANJANG : Dinikahi Pilot Galak

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / Pernikahan Kilat / Angst / Romansa / Pihak Ketiga / Naik ranjang/turun ranjang
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: Dhanvi Hrieya

Aruna Mayswara terpaksa menerima pernikahan yang digelar dengan Jakson Mahendra-mantan kakak iparnya sendiri, lelaki yang sempat mengeyam status duda beranak satu itu bukan tandingan Aruna. Demi sang keponakan tercinta, Aruna harus menelan pahitnya berumah tangga dengan pria yang dijuluki diam-diam sebagai 'Pilot Galak' oleh Aruna dibelakang Kinanti-almarhumah kakak perempuannya. Lantas rumah tangga yang tidak dilandasi cinta, serta pertengkaran yang terus menerus. Bisakah bertahan, dan bagaimana mahligai rumah tangga itu akan berjalan jika hanya bertiangkan pengorbanan semata.

***

"Nyentuh kamu? Oh, yang bener aja. Aku nggak sudi seujung kuku pun. Kalo bukan karena Mentari, aku nggak mungkin harus kayak gini," tegas Jakson menatap tajam Aruna.

"Ya, udah bagus kayak gitu dong. Sekarang tulis surat kontrak nikah, tulis juga di sana perjanjian Mas Jakson nggak akan nyentuh tubuhku," ujar Aruna menggebu-gebu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhanvi Hrieya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 29. ANCAMAN

Suara bell pintu menggema di ruangan tengah, beberapa kali terdengar tanpa jeda. Aruna tersentak dari tidur lelapnya, kerutan di dahi Aruna terlihat. Lidah Aruna berdecak kesal di saat atensinya tertuju ke arah jarum jam di dinding kamar, orang mana yang sejahil itu di jam satu pagi.

"Astaga tamu mana yang nggak tau waktu," gumam Aruna serak.

Ia turun perlahan dari ranjang, melangkah menuju ruang tamu. Aruna melangkah mendekati kaca depan, menyibak tirai jendela ke samping dengan kedua mata memicing memperjelas penglihatannya. Jari jemari Jakson seakan tidak mau menyerah membunyikan bell, Aruna melotot hingga rasa kantuk menguap di udara.

Aruna bergegas menuju ke arah lemari di pojok ruangan, meraih kunci pintu utama sebelum Mentari terbangun karena ulah Jakson. Bergerak kembali membuka pintu, mendengar suara pintu terbuka Jakson berhenti menekan bell pintu. Aruna meraih sendal jepitnya, memakainya dengan cepat sebelum melangkah mendekati pagar rumahnya. Mata Jakson bergerak melirik ke arah pintu tidak ada kehadiran putrinya, atensi Jakson kembali dibawa ke arah wajah Aruna.

"Di mana putriku?" tanya Jakson terdengar berat.

"Hah? Putrimu," ulang Aruna mengerutkan dahinya.

Bukankah pria ini yang mengatakan Mentari bukan putrinya, bahkan menghina anaknya dengan kejam. Baru beberapa jam saja ia kembali berubah pikiran, Aruna mendesah kasar.

"Maaf, sepertinya Anda ini salah alamat deh. Di rumah ini tidak ada putri Anda tuh," balas Aruna terdengar datar, dengan formal memanggil Jakson.

Jakson mendesah kasar, "Jangan main-main denganku, Aruna. Kembalikan putriku sekarang juga!"

Aruna berkacak pinggang menatap garang ke arah Jakson, sebegitu menjijikkan pria di depannya ini. Tidak tegas pendirian, Aruna tidak paham apa kelebihan Jakson selain uang dan wajah tampannya ini.

"Apa buktinya kalau Mentari itu putri Anda? Apakah Anda ayahnya? Tidak ada bukti, maka tidak bisa mendapatkan Mentari kembali. Bukankah ini alasan kenapa Anda menghina putriku tadi siang, huh?" Aruna membalas dengan sengit.

Siapa yang menyangka jika Aruna tidak mudah untuk dihadapi, istrinya ini seakan tidak kehabisan bahan untuk melawan Jakson. Salahkan lidah tak bertulang di saat berbicara tidak mengandalkan otak, Jakson menyesali perkataan yang sudah ia lontarkan. Kini ia menyesalinya, Jakson tidak bisa hidup tanpa putrinya. Tidak lagi peduli jika anak perempuan itu bukan anaknya, ditariknya napas kasar dan dibuang perlahan melalui mulut. Berusaha sudah payah menekan emosinya, Jakson melembutkan tatapan matanya.

"Aku salah, dan aku menyesalinya. Aku nggak lagi peduli jika Mentari bukan darah dagingku. Aku akan menerimanya dengan lapang dada, karena itu. Aku mohon kembalikan Mentari padaku, Aruna," ujar Jakson memelas, meminta belas kasihan pada Aruna.

Aruna tertegun untuk beberapa saat mendengar perkataan Jakson, saat tangan kanannya terangkat terlihat samar-samar dari pencahayaan bohlam lampu temaram cairan merah yang terlihat menetes. Di saat kepala Aruna menunduk ia mulai menyadari Jakson bertelanjang kaki, apakah pria satu ini tidak sadar jika ia tengah terluka dan tanpa alas kaki keluar rumah.

Desahan berat mengalun, "Pulanglah! Ini bukan waktu untuk bertamu. Seperti yang aku katakan tadi, Anda harus ada bukti jika Mentari adalah putri Anda. Karena sepupu Anda sudah tau Mentari dilahirkan olehku, maka kedua orang tua Anda yang sok berkuasa itu akan mulai ribut. Mentari putriku, anak yang aku lahirkan dengan taruhan nyawa. Tidak ada yang bisa menyakiti putriku baik secara psikis maupun fisik, keputusanku tetap sama."

Jakson mengerang tertahan, dan menjawab, "Kamu mempermainkan aku, Aruna. Dia putrimu, sudah pasti dia darah dagingmu. Tidak akan mungkin aku memiliki bukti jika dia putri kandungku. Ratusan kali pun aku melakukan tes DNA dia akan tetap bukan putriku. Aku tidak peduli fakta itu, yang sekarang aku inginkan adalah di kembali pada pelukanku. Aku janji, akan memperlakukan Mentari seperti biasanya. Membahagiakannya, aku janji. Jika perlu aku akan menuliskan surat perjanjian untukmu."

Aruna kembali membawa atensinya ke arah Jakson, apakah ia harus tertawa atau menangis saat ini mendengar jawab Jakson. Pria ini benar-benar tidak mengingat malam kelam itu, ia hancur karena Jakson. Aruna menyembunyikan siapa ayah anaknya dari semua orang, saat Kinanti tahu dia hamil. Aruna menutup rapat mulutnya, berkata jika ia tidak ingat siapa yang telah melecehkannya. Bagaimana caranya mengatakan pada kakaknya yang sangat ia sayangi, jika suaminya telah merenggut kesuciannya. Beruntung Kinanti tidak memarahinya, malah mengulurkan tangan mengatakan ia akan membatu Aruna menyembunyikan kehamilannya. Bahkan bersedia bersandiwara hamil untuk Aruna, setidaknya itulah yang Aruna ketahui.

"Jawabanku tetap sama, mau Anda mampu atau tidak. Itu tidak ada urusannya denganku, dan silahkan kembali pulang. Sebelum aku menghubungi pihak keamanan untuk menyeret Anda pergi," sahut Aruna tegas.

Bibir Jakson berkedut Aruna membalik tubuhnya melangkah menuju pintu masuk, kerasnya suara lutut membentur beton membuat langkah kaki Aruna berhenti mendadak. Pikiran Jakson kosong, ia kacau. Aruna menoleh ke belakang, pupil matanya melebar melihat Jakson berlutut di depan pagar.

"Ak—aku akan melakukan apapun, asalkan kamu mengembalikan putriku. Aku mohon," kata Jakson tergagap.

Kenapa pria ini mendadak menjadi sentimental, kemana larinya Jakson yang tidak memiliki perasaan itu. Bibir Aruna terbuka, suara parau dari balik celah pintu membuat Aruna membeku.

"Mama," panggil Mentari menelusupkan kepalanya di balik celah pintu yang terbuka.

Tangannya mengucek kedua kelopak matanya, ia menarik pintu agar terbuka lebih lebar. Mentari terkejut saat ia melirik ke depan, ada ayahnya yang berlutut. Lalu dengan bingung Mentari melirik ke arah Aruna, apa yang terjadi di antara kedua orang dewasa ini.

"Papa!" seru Mentari, kedua kaki kecilnya melangkah lebar mendekati pintu pagar.

Mata Jakson terlihat berkaca-kaca mendapati wajah sang putri, hatinya berkali-kali menjerit mengatakan jika anak perempuan ini adalah putrinya.

"Mentari," panggil Jakson parau, "balik sama Papa ya, kita pulang ke rumah."

Jakson membujuk putrinya, air matanya jatuh begitu saja. Tangan kecil Mentari terulur, menyentuh pipi sang ayah mengusap lembut air mata Jakson. Kepala Menteri melongok ke belakang di mana Aruna berdiri, lalu kembali dibawa ke arah Jakson-ayahnya.

Tangan kecilnya ditarik kembali, kepalanya mengeleng membuat rambut sebahunya bergoyang perlahan. Penolakan Mentari membuat dada Jakson sesak, apakah putrinya telah membenci Jakson.

"Mentari nggak mau pulang kalau Papa memusuhi Mama Aruna." Mentari berucap tegas.

Kepala Jakson mengeleng, "Papa nggak akan bertengkar lagi, Papa janji."

Mentari melirik Aruna masih bergeming, satu sisi Mentari ingin bersama ayahnya tapi di sisi lain ia tak ingin melihat ibunya itu terus menderita karena ayahnya. Mentari melangkah mendekat Aruna menarik-narik ujung baju Aruna, mau tak mau Aruna menunduk.

"Papa sudah janji nggak akan bertengkar lagi sama Mama. Apakah Mama tidak mau berbaikan dengan Papa? Kata Bu Guru di sekolah. Saat orang yang salah meminta maaf, kita harus memaafkan dan segera berbaikan," tutur Mentari membujuk Aruna untuk memaafkan Jakson.

Geram, tentu saja itu yang Aruna rasakan saat ini. Bagaimana bisa Jakson memanfaatkan kemurahan hati Mentari untuk menyeret anak ini kembali ke rumah, Aruna mengulas senyum lembut.

"Hm..., Menteri balik dulu ke dalam ya. Mama mau bicara sama Papa, Mama pasti maafin Papa kok. Kami akan segera berbaikan, Mentari tenang saja." Aruna menjawab dengan nada lembut.

Ekspresi wajah Mentari terlihat cerah seketika, ia mengangguk antusias melangkah memasuki rumah kembali. Aruna melangkah mendekati Jakson, ekspresi wajahnya jauh lebih dingin lagi.

"Anda benar-benar hebat memanfaatkan putriku, biar aku katakan pada Anda satu hal. Jika Anda masih mengemis di sini, besok pagi bukan hanya tidak akan bisa mendapatkan Mentari kembali. Aku akan membawa Mentari menghilang seumur hidup dari pandangan Anda. Jadi, selagi aku berbicara baik-baik silakan pergi sekarang," tutur Aruna mengancam Jakson.

Mata Jakson terbelalak saat mendengarnya, benar-benar luar biasa wanita di depannya ini. Tidak cukup melawan ia bahkan mampu mengancam Jakson, sebagai ibu sambung nama Aruna dan Mentari berada di kartu keluarga yang sama. Kemana pun Aruna membawa Mentari dengan menyodorkan dokumen keluarga sudah pasti tidak akan ada yang curiga. Jakson bangkit perlahan dari posisi berlututnya.

"Oke, aku akan pulang. Besok aku akan kembali ke sini," jawab Jakson tegas, ia harus mundut saat ini takut jika Aruna akan benar-benar melakukannya.

Ia melangkah menuju pintu mobil tanpa mendengarkan jawaban Aruna, mesin mobil menyala dan perlahan mulai berjalan menjauh. Melawan Jakson harus dengan cara yang lebih keras, jika tidak Aruna akan menderita seumur hidup.

"Mau mengambil pikirku, jangan harap," monolog Aruna lirih.

Bersambung...

1
Reni Anjarwani
binggung yaa kisahnya
Mymy Zizan
bagussssss
Suryani Tohir
llanjut
Suryani Tohir
next
Shafa Ayudia
ceritanya bagus, banyak plot twist nya. bagi yg suka cerita seru dan menantang,sangat recommended untuk dibaca.
Dhanvi Hrieya: makasih udah mampir kakak, dan makasih atas ulasannya ❤️☺️
total 1 replies
Shafa Ayudia
ceritanya bagus kak, semangat updatenya yaa
Dhanvi Hrieya: siap, kakak ^^
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!