Danica Teressa, seorang gadis belia yang cantik, manis, bertalenta, harus mengalami hal buruk di masa remajanya karena hamil di luar nikah, diusianya yang masih delapan belas tahun.
Keneth Budiman adalah crush Danis disekolah dan juga laki-laki yang menghamili Danis. Tapi Keneth dan kedua orangtuanya menolak untuk bertanggungjawab.
Danis terpuruk dan hilang harapan.
Tiga tahun kemudian, Danis secara tidak sengaja bertemu dengan seorang pria bernama Anzel Wijaya di kota Montreux, Swiss. Akankah benih-benih cinta tumbuh diantara mereka berdua?
Dan apakah Keneth akan datang kembali untuk mengakui perbuatannya kepada Danis? Dan mengakui bahwa ia adalah ayah dari anak yang dilahirkan Danis?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pricilia Gabbie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mohon Bantuan
Selamat ulang tahun paman. Maaf aku sedikit terlambat, ada yang harus aku selesaikan tadi”. Ucap Ansel kepada pamannya yang juga ayah dari Hanna.
“It, ok Ansel. Ayo makan dulu”. Kata pamannya.
Ansel kemudian mengambil makanannya dan duduk disamping Hanna yang sementara menikmati dessert.
“Sibuk bener nih kayaknya!”. Celetuk Hanna.
“Iyalah... Makanya kamu kuliah yang bener biar bisa punya bisnis sendiri”. Ansel menasehati Hanna.
“Tenang aja kak... rajin kok aku kuliahnya. Pinter juga kok aku. Aman...”.
“Baguslah”...
Dikeluarga besar mereka Hanna memang adalah anak yang paling dimanja. Karena dia hanya anak satu-satunya. Dan dari kecil Hanna memang sudah dekat dengan Ansel dan Brenda kakak Ansel.
Ansel dan Brenda memperlakukan Hanna seperti adik mereka yang paling kecil.
“Han... teman kamu si Danis sudah menikah?”. Ansel begitu penasaran karena waktu Danis pingsan, Ansel yang menerima panggilan telepon dari kakaknya, dan Ansel tak sengaja melihat wallpaper handphone Danis yang terpasang foto anak laki-laki.
Kemudian tadi juga di restaurant Danis memperkenalkan Liam kepada Ansel sebagai anaknya.
“Belum... Danis belum menikah. Tapi dia sudah punya anak”. Jawab Hanna.
Hanna berani mengatakan hal itu kepada Ansel karena pikir Hanna, Ansel tidak punya hubungan apapun dengan Danis. Dan Ansel juga bukan orang memusingkan hal yang bukan urusannya.
“Haa... maksudnya?”.
“Danis hamil waktu kami lulus SMA. Lebih tepatnya dihamili. Danis mabuk dan ada laki-laki jahat yang mengambil kesempatan itu”.
Ansel hanya diam dan mendengarkan.
“Terus pria yang menghamilinya dimana?”.
“Gak tahu dia dimana sekarang! Danis juga udah gak peduli sama laki-laki itu.
Kasihan Danis, dulu niatnya dan keluarganya hanya ingin mendengarkan permintaan maaf. Tapi mereka malah diusir bahkan dicaci maki.
Tapi hebat sih Danis, usia kita kan sama yaa... dia kok bisa yaa ngurus anak? besarin anak?. Kalo aku kayaknya gak bisa deh! Aku masih mau main-main, masih mau party-party. Danis benar-benar kasih waktu dia untuk ngejaga anaknya”.
Ansel masih tetap mendengarkan cerita Hanna.
“Sayangnya kak, semenjak papanya meninggal, Danis jadi lebih sensitif, gampang nangis, gak percaya diri lagi kayak dulu. Apalagi waktu dia harus ngalamin orang-orang yang entah tahu dari mana masa lalunya, kemudian mengobral di sosial media. Dikata-katain gak bener, dijelek-jelekin! Ihh sumpah yaa kalo gak dilarang Danis udah ku obrak-abrik hidup mereka.
Danis lebih memilih menjaga privasi anaknya kak ketimbang menjelaskan yang sebenarnya.
Aku salut juga melihat perjuangan dia supaya boleh bangkit lagi dari keterpurukan. Aku berharap ada laki-laki yang bener-bener sayang sama Danis. Menghargai dia dan menerima keadaanya.”
Hanna menghembus nafas dari mulut dan hidung bersamaan.
“Jadi panjang kan aku ceritanya, mmcch”, Hanna menggerutu.
“Kenapa sih kak kamu tanya soal Danis? Penasaran? Atau jangan-jangan kakak udah mulai tertarik sama Danis?”. Tanya Hanna sambil menyipitkan matanya.
Ansel yang mendengar ucapan Danis langsung memutar bola matanya karena sedikit kesal.
“Gak usah dihubung-hubungkan yah! Aku cuma bertanya! Gak ada maksud lain!”. Ucap Ansel.
“Iya deh... ok... biasa aja kali gak usah bete! Bleeee...”.
“Han, kali ini aku mau minta bantuan kamu!”, ucap Ansel.
“Soal?”, tanya Hanna.
“Tadi aku habis meeting sama salah satu investor untuk launching design baru perhiasan, ternyata beliau merhatiin waktu aku menyapa Danis. Kebetulan Danis lagi makan disana. Dan beliau sangat menginginkan Danis untuk menjadi model katalognya”. Ansel menkjelaskan maksudnya.
“Oh ya ka? Masa? Yang bener?”. Hanna sepertinya tidak yakin.
“Iya... makanya pleaselah kali ini bantu aku hubungin Danis. Kebetulan kamu dan Danis teman dekat.”
“Aku setuju sih kak sama investor itu. Sangat cocok kalau Danis jadi modelnya. Udah cantik, putih, baik, pas lah”. Kata Hanna sambil menunjukkan jari jempolnya.
Kemudian Hanna mengambil handphonenya, tampak mengetik sesuatu.
Ting...
Handphone Ansel berbunyi.
Ternyata Hanna mengirim nomor telepon Danis kepada Ansel.
“Tapiiiii... kali ini maaf aku gak bisa bantu. Silahkan yaa tuan muda Ansel yang hubungin sendiri. Kan ini berhubungan sama bisnis kakak. Yaa berusaha sendirilah!”. Hanna mengedipkan sebelah matanya, kemudian berlalu pergi.
“Han... Hanna... please bantu aku kali ini, Hanaaa!”, Ansel sampai memohon dengan suara sedikit lebih keras.
“Gak mauuu... bleee!”, ledek Hanna.
“Nanti aku beliin i*ph*ne keluaran terbaru!”, tawaran Ansel.
Hanna menggelengkan kepala, “Good luck kak!”, ucap Hanna dengan suara yang keras.