Judul buku "Menikahi Calon Suami Kakakku".
Nesya dipaksa menjadi pengantin pengganti bagi sang kakak yang diam-diam telah mengandung benih dari pria lain. Demi menjaga nama baik keluarganya, Nesya bersedia mengalah.
Namun ternyata kehamilan sang kakak, Narra, ada campur tangan dari calon suaminya sendiri, Evan, berdasarkan dendam pribadi terhadap Narra.
Selain berhasil merancang kehamilan Narra dengan pria lain, Evan kini mengatur rencana untuk merusak hidup Nesya setelah resmi menikahinya.
Kesalahan apa yang pernah Narra lakukan kepada Evan?
Bagaimanakah nasib Nesya nantinya?
Baca terus sampai habis ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Beby_Rexy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Nesya semakin kesal saat bertemu dengan kakaknya, tingkah sang kakak yang seolah menyudutkan dirinya itu mau tak mau memancing emosinya juga.
“Kenapa Kakak datang kemari?” tanya Nesya, dengan raut wajah bosannya. Dirinya masih duduk bersama dengan Sifa sambil sibuk memasukkan menu makanan ke dalam box satu persatu, keduanya tampak sangat telaten serta kompak juga.
Narra pun mendekati posisi Nesya dan Sifa yang tengah duduk lesehan di lantai, puluhan kotak untuk diisi makanan terlihat berantakan dimana-mana. Dia menghela napas melihat semua itu, dulu Narra pernah membantu pekerjaan tersebut, namun itu sudah sangat lama ketika dirinya masih berusia sangat muda. Seiring usianya yang bertambah, Narra pun melihat pemandangan tersebut seperti sebuah kekacauan dan juga kotor.
“Betah sekali kalian mengerjakan hal seperti itu? Sifa, apa kah kamu tak ingin mencari pekerjaan lain saja? Bekerja di kantoran misalnya?” ucap Narra, mengabaikan pertanyaan dari sang adik dan malah bertanya pada Sifa.
Sifa melirik ke arah Nesya, lalu menjawab pertanyaan Narra dengan santai, “Mana ada lulusan SMA sepertiku bisa berkerja di kantor,” sahutnya, tanpa menoleh pada Narra.
Narra memutar bola matanya keatas, sebenarnya malas untuk mengurusi bocah itu, namun ketika tak sengaja melihat keberadaan adiknya dirumah, Narra pun mulai mendapatkan pencerahan mengenai rencana baru untuk bisa kembali ke pelukan Evan.
“Aku datang kemari ingin bertemu dengan Ibu, ternyata ada kamu disini. Aku dengar, disana kamu dikurung di dalam menara, ya? Bagaimana bisa begitu?” tanya Narra pada adiknya.
Dari tempat duduknya itu, Sifa menatap Nesya dengan raut terkejut, tak mengira akan mengetahui hal tersebut dari Narra, karena sejak bertemu Narra tadi, sahabatnya itu sama sekali tak menceritakan perihal bagaimana kehidupannya selama dua minggu bersama dengan Evan.
Akan tetapi, Nesya tahu kalau kakaknya itu hanya ingin berbasa-basi dengan mengungkit kehidupannya di villa kala itu, sehingga dia pun menjawab dengan tenang, “Ya, aku memang tidur di sebuah menara dan itu sangat menyenangkan karena tempatnya sangat mewah, lengkap dan dari sana aku bisa melihat pemandangan laut yang indah. Evan sengaja memisahkan kamar kami untuk menghargai aku karena kami belum saling kenal satu sama lain, lagi pula dia juga sering mengunjungiku di menara itu, aku pun selalu di layani oleh banyaknya pelayan.”
Sifa terpana mendengar cerita dari Nesya, seperti impiannya selama hidupnya. “Keren sekali, Nesya! Aku ingin juga, hidup di layani oleh pelayan berseragam, ah persis seperti sedang tinggal di istana dongeng, aku mau!” Wajah Sifa terlihat sangat antusias dengan kedua mata yang berbinar, membuat Nesya geli, namun tidak dengan Narra.
“Ck, untuk apa tinggal di istana kalau terbuang dan tidak di cintai? Asal kalian tahu ya, Evan itu mencintai aku!” ucap Narra, sambil berkacak pinggang, dia tahu kalau adiknya itu sedang mengejek dirinya.
Nesya akhirnya tertawa kecil, masih terus melakukan pekerjaannya untuk memasukkan makanan ke dalam box berbahan kertas tebal. “Jika di cintai lalu kenapa tak jadi di nikahi? Meski baru dua minggu tinggal disana, aku cukup tahu semuanya dan Evan juga menikahi namaku bukan Kakak.”
Kedua tangan Narra mengepal, ibu hamil itu sedang berada dalam suasana hati yang buruk saat itu. “Tidak usah menyindirku! Kamu tak tahu apa yang sudah aku jalani selama hidupku!” sergahnya, dengan penuh amarah.
Mendengar suara kedua putrinya yang tengah ribut di depan sana, Kinan pun memutuskan untuk mendekati mereka dan melerai keduanya.
“Narra sebaiknya kamu pulang saja, adikmu dan Sifa sedang berkerja jadi jangan di ganggu. Lagipula jangan salahkan Nesya atas apa yang menimpamu, dia adalah korban dari kelakuan burukmu kalau kamu lupa,” ucap Kinan, dia sebenarnya masih marah pada putri sulungnya tersebut karena memilih jalan hidup bebas, padahal dirinya sudah menunjang perekonomian Narra dengan sepenuh hati agar kakak Nesya itu bisa meraih cita-citanya. Namun, yang terjadi malah seperti itu, gagal menikah karena hamil duluan bersama lelaki lain.
Narra kembali berdecak kesal, kali ini ibunya malah membela adiknya. “Ibu, aku ingin memeriksakan kandunganku, bisa ibu temani? Ini tidak bisa ditunda, karena aku sudah daftar untuk jam pagi.”
Kinan menghela napasnya, sejenak ia melirik kearah perut Narra yang sudah tak rata lagi, meski marah dan kecewa pada Narra, namun janin yang ada di dalam perut putrinya itu tetaplah cucunya.
“Apakah kamu masih tidak mau bilang pada ibu siapa ayah dari janin yang ada di perutmu itu?” tanya Kinan.
Bukannya menjawab pertanyaan sang ibu, Narra malah menjadi marah. “Aku tidak akan mengatakan apapun dan jangan tanyakan apapun, janin ini seharusnya menjadi milik Evan dan dengan begitu hidupku akan sangat bahagia begitu juga dengan ibu, apapun yang ibu mau pasti akan aku penuhi.”
Nesya melirik kakaknya dengan tajam, begitu pula dengan Kinan yang tak habis pikir pada sifat aneh putrinya, sampai-sampai dia geleng-geleng kepala dan tak bisa berkata-kata lagi.
***
Siang harinya, Kinan pulang kerumah setelah menemani Narra memeriksakan kandungannya ke rumah sakit. Ketika itu, pekerjaan Nesya dan Sifa sudah selesai, dan mereka sedang bersantai sambil mengobrol seru. Ketika itu pula, terlihat penjual baso lewat di depan rumah dan memancing lapar di perut Nesya, sehingga dirinya pun bergerak keluar rumah untuk menghampiri gerobak pedagang tersebut.
Saat sudah berada di depan rumah, Nesya melihat mobil milik kakaknya terparkir disana. Dia pun melanjutkan langkah kakinya perlahan dan melihat keberadaan Narra di dalamnya, yang ternyata sedang melakukan panggilan telepon dengan ponselnya. Sepertinya saat itu Narra tak menyadari kehadiran Nesya hingga terus saja asyik berbicara dengan lawan bicaranya sambil tertawa-tawa.
Nesya mengerutkan kedua alisnya saat mendengar sesuatu yang mengejutkan di ucapkan oleh Narra.
“Aku bosan terus-terusan tutup mulut, jika aku ingin bisa saja aku mengadu pada Evan. Sekarang aku sedang butuh uang untuk periksa kandungan, pekerjaanku sebagai model sedang terhenti karena kehamilan ini, Arjun.”
Kedua mata Nesya membola, dia berdiri membeku tepat di sebelah kiri mobil tersebut, “Mengadu pada Evan? Arjun?”
Nesya seperti mencurigai sesuatu ketika nama Arjun di sebut oleh Narra, jantungnya pun mendadak berdegub dengan sangat kencang serta kedua telapak tangannya mendadak berkeringat. “Apakah Kak Narra benar-benar telibat dalam kematian Kak Erwin? Oh Tuhan, apa yang telah kakakku lakukan? Jadi, kecurigaan Evan selama ini benar?”
Masih dalam keadaan mematung dan rasa terkejut yang sangat dalam itu, rupanya Nesya tak menyadari bahwa Narra sudah selesai melakukan panggilan teleponnya. Kakaknya itu pun mulai menyalakan mesin mobilnya, lalu ketika melirik ke arah kaca spion kirinya mau tak mau keberadaan Nesya terlihat juga olehnya, seketika itu Narra mendadak syok dan bergegas keluar dari mobil untuk menghampiri adiknya.
“Sejak kapan kamu ada disitu?” tanya Narra.
Nesya melayangkan tatapan tajamnya tepat ke bola mata Narra, dengan mata yang berkaca-kaca itu, Nesya mengatakan sesuatu yang tak di sangka-sangka oleh Narra.
“Ternyata benar apa yang Evan katakan, bahwa Kakak memang terlibat pada kematian Kak Erwin. Dia akan menangkap kalian semua termasuk juga Kakak.”
𝚜𝚞𝚊𝚖𝚒𝚗𝚢𝚊 𝚔𝚊𝚗 𝚙𝚎𝚖𝚋𝚒𝚜𝚗𝚒𝚜 𝚍𝚒 𝚒𝚖𝚋𝚊𝚗𝚐𝚒 𝚍𝚒𝚔𝚒𝚝 𝚌𝚎𝚠𝚛𝚔𝚗𝚢𝚊 𝚜𝚎𝚍𝚒𝚔𝚒𝚝 𝚋𝚊𝚍𝚊𝚜 𝚝𝚑𝚞𝚛