RINJANI (Cinta sejati yang menemukannya)
jani seorang gadis yang terlahir dari keluarga yang berantakan, dirinya berubah menjadi sosok pendiam. berbanding terbalik dari sikap aslinya yang ceria dan penuh tawa.
hingga jani bertemu dengan seorang pria yang merubah hidupnya, jani di perkenalkan dengan dunia yang sama sekali belum pernah jani ketahui,jani juga menjalin sebuah hubungan yang sangat toxic dengan pria itu.
Dapatkah Jani terlepas dari hubungan toxic yang dia jalani? atau Jani akan selamanya terjebak dalam hubungan toxic nya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AUTHORSESAD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
RASA CINTA?
Pagi ini Rinjani sudah di perbolehkan pulang, semalam Rinjani dan Erlan banyak bicara dari hati ke hati di Rooftop. Hingga Rinjani kini lebih bisa menerima kenyataan dan keadaan dirinya, dan Rinjani saat ini juga lebih bisa mencintai dirinya sendiri. Sedangkan saat mereka kembali ke ruang rawat Gibran, Fita dan juga Damar sudah kembali ke villa, mereka tidak mau anggota lain curiga dan tau masalah ini, jadi saat Erlan di Rooftop Erlan mengirimkan pesan pada Damar agar mereka pulang ke villa.Sedangkan Ezra dan juga Giselle mereka entah kemana, lagipula Rinjani tidak terlalu perduli pada mereka saat ini.
Rinjani duduk di atas ranjang pasien, Jani memperhatikan perawat yang sedang mencabut jarum infus dari pergelangan tangan Jani. Dengan Hati-hati dan telaten perawat itu menempelkan Micropore plester pada pergelangan tangan Jani yang sempat di infus.
"Sudah mbak" Ucap perawat itu sambil merapikan alat medisnya.
"Makasih sus" Ucap Jani dengan senyum manisnya, tangannya memegang pergelangan tangannya yang sedikit kebas.
"Tinggal nunggu dokternya mbak, setelah itu mbak bisa langsung pulang" Perawat itu tersenyum ramah pada Jani. "Kalau begitu saya permisi mbak" Pamit perawat wanita itu yang sudah selesai memeriksa Jani.
"Iya sus, Terima kasih" Jawab Jani sopan.
Perawat itu hanya tersenyum sembari menganggukkan kepalanya, setelah itu perawat itu keluar dari ruang rawat Jani. Tak berselang lama nampak Erlan masuk dengan membawa paper bag dan tas milik Jani di tangannya.
"Aku bawa baju buat kamu ganti, sama tas kamu juga" Erlan meletakkan paper bag dan tas Jani di atas nakas.
"Gimana? udah baikan?" Erlan mengusap lembut kepala Jani.
"Better kok" Rinjani tersenyum manis pada Erlan.
"Semuanya udah siap, kamu mau mandi?" Erlan mengambil paper bag yang dia letakan tadi "Aku udah bawain baju ganti sama dalemannya juga"
Rinjani terdiam dan menatap Erlan datar, seketika tatapan dari Jani membuat Erlan langsung salah tingkah, Erlan mengerjapkan matanya beberapa kali dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Fita kok yang beliin ini semua" Ucap Erlan dengan wajah sedikit memerah menahan malu.
Rinjani langsung mengambil paper bag dari tangan Erlan, meski masih sedikit perih namun Jani tidak ingin berlama-lama di depan Erlan. Jani malu karena Erlan membawakan dalaman juga untuknya, meski Fita yang membelikannya tapi nggak seharusnya kan Erlan memperjelas kalau di dalamnya juga ada dalaman.
"Erlan..... kebiasaan nih mulut" Erlan menepuk bibirnya pelan dan mengerutkan hidungnya.
Sebenarnya semua itu bukan Fita yang membeli untuk Jani, tapi memang Erlan sendiri yang membeli dan memilih pakaian untuk ganti Jani, bahkan sampai ke dalamannya juga.
Erlan berjalan menuju ke sisi jendela kaca, mata Erlan di suguhi oleh pemandangan bocah kecil yang sedang duduk bersama ibunya di sebuah ayunan, dengan raut wajah tenang Erlan terus menyaksikan bagaimana si ibu yang sangat menyayangi anak yang duduk di sampingnya, bahkan bisa Erlan lihat mereka tertawa bahagia.
Tanpa di sadari, ekor mata Erlan mulai basah. Bayangan seorang wanita kini mulai kembali terlihat samar di depan Erlan, mata Erlan terus menatap sosok bayangan wanita yang sedang Erlan lihat.
"Mommy–" Cicit Erlan lirih, hingga suara pintu kamar mandi yang terbuka membuyarkan lamunan Erlan.
Erlan memejamkan matanya sejenak, menetralkan rasa sesak dan marah yang mulai masuk ke dalam dirinya, setelah itu Erlan berbalik dan melihat pada Rinjani yang kini sudah bergantai pakaian.
"Kenapa?" Tanya Jani saat Jani melihat wajah Erlan yang sendu.
"Erlan menggeleng " Nggak papa, udah selesai?" Erlan berjalan mendekati Jani.
Tangannya terulur dann merapikan rambut panjang Jani, tangan Erlan terus menyusuri setiap inci wajah Jani, hingga tangan Erlan berhenti di pipi Jani. Dengan lembut Erlan mengusap pipi Jani dengan ibu jarinya. Sedangkan Jani hanya membiarkan saja apa yang Erlan lakukan padanya.
"Aku sayang banget sama kamu, jangan tinggalin aku" Erlan memeluk Jani erat.
Jani hanya diam, membiarkan Erlan terus memeluknya. Bahkan kini Erlan menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Jani, Jani tau ada yang tidak beres dengan Erlan, hingga tangan Jani ikut memeluk tubuh Erlan, Jani menepuk lembut punggung Erlan dan sesekali Jani mengusapnya. Masih belum yang Jani ketahuilah tentang Erlan, namun–satu yang Jani tau, rasa cintanya pada Erlan sangat kuat.
┈┈┈┈․° ☣ °․┈┈┈┈
"Lo kenapa si? dari semalem mood lo nggak baik" Giselle duduk di samping Ezra dengan berbalut selimut.
"Lo bisa nggak, diem aja dan lakuin apa yang gue mau" Ucap Ezra menatap Giselle dingin.
"Gue tau, kita ngelakuin ini semua cuma buat Having fun aja, tapi lo harus inget gue lagi hamil anak lo.
Ezra bangkit dan berdirinya di depan jendela kaca, tangannya mengusap wajahnya kasar, saat ini dirinya sangat terasa kacau. Kenapa–hatinya sangat sakit saat mendengar kata putus dari Jani, padahal dulu Ezra cuma penasaran sama Jani. Dan–bukankah ini yang Ezra mau, mendapatkan tubuh Jani.
" Gugurin" Ucap Ezra dengan masih menatap lurus ke luar jendela.
Sontak hal itu membuat Giselle langsung berdiri dan membalikkan tubuh Ezra kasar, nampak wajah marah Giselle. Memang Ezra bukanlah manusia, bagaimana bisa dengan mudah Ezra meminta Giselle buat buang ja*** yang jelas-jelas itu adalah darah dagingnya.
"Lo sadar sama omongan lo?!" Giselle menatap Ezra kesal.
Nafasnya tersengal menahan rasa kesal pada lelaki yang sungguh sangat membuat dirinya hancur. Ya–Giselle sudah hancur saat pertama kali mengenal Ezra, dia yang membawa Giselle masuk ke dunia gelap, mengenalkan minuman keras, dan Ezra juga yang sudah mengambil kehormatan dirinya. Dan–tanpa rasa bersalah Ezra meminta dia Abor**? Bukankah sudah di sepakati semalam kalau Ezra akan. bertanggung jawab atas apa yang dia lakukan.
"Gue nggak bisa kehilangan Jani!!!!!" Ezra mencengkram bahu Giselle kuat "Gue baru sadar kalau gue suka dan sayang sama dia" Ucap Ezra dengan lirih, wajahnya tertunduk.
Baru kali ini Giselle melihat Ezra yang nampak lemah dan putus asa, bahkan baru kali ini Giselle melihat ketulusan dari sorot mata Ezra, tangan Giselle bergetar, matanya mulai panas, Giselle mundur selangkah wajahnya tertunduk.
"Ha... hahahahahha..... " Giselle tertawa getir. "Lo suka sama Jani? Tapi lo ngelakuin hal ini sama gue? " Giselle menatap Ezra yang berdiri menjulang di depannya.
"Lo nggak mikir perasaan gue? Gue udah hancur Ezra, bahkan lo udah hancurin masa depan gue"
"Gue?!" Ezra maju selangkah dan menjepit dagu Giselle.
"Kita ngelakuin ini atas dasar mau sama mau, dan lo ngomong seakan-akan kalau gue yang udah paksa lo" Ezra menghempaskan wajah Giselle ke samping.
Giselle, menahan tangisnya dirinya sungguh tak percaya dengan semua ini, bahkan dirinya yang menyukai Erlan dan mengejar Erlan Mati-matian tapi Jani yang mendapat hati Erlan, dan Ezra dia yang selalu menjadi selimut untuknya, dan dengan mudahnya Ezra mematahkan hatinya. Apakah ini balasan dari Tuhan, karena dulu Giselle selalu membuat Jani terluka.
"Lo denger gue baik-baik" Ezra mendekatkan wajahnya ke sisi Giselle.
"Lo bisa aja dapet tanggung jawab dari gue, anak itu bakal dapat haknya, tapi jangan lo pikir lo bakal hidup tenang dan nyaman sama gue"
Ezra mengambil kaosnya yang tergeletak di atas kasur, Ezra juga meraih jaket dari sandaran kursi. Dia pergi meninggalkan Giselle yang masih terdiam, Ezra membanting pintu kamar hotel dengan kuat. Air mata Giselle meluncur begitu saja tanpa permisi, kenapa hatinya sesakit ini? dan apa ini–rasanya sangat menyesakkan sekali.