NovelToon NovelToon
Terpaksa Menjebaknya Karena Cinta

Terpaksa Menjebaknya Karena Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Cengzz

"Aku nggak punya pilihan lain." ucap adel
"Jadi kamu memang sengaja menjebakku?" tanya bima dengan nada meninggi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cengzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

15

"Kenapa kalian berdua mirip?" Tanya perempuan itu dengan raut wajah serius. Keheningan menyelimuti lapangan sesaat, semua orang terdiam, memandang Adrian dan arhan dengan tatapan serius. seolah setuju dengan pertanyaan yang dilontarkan perempuan tersebut.

Adrian berdehem lewat mic, memecahkan keheningan. "Mungkin kita berdua hanya mirip saja! Dek! Banyak kan orang didunia ini yang mirip. Nah begitu juga dengan saya dan arhan, bener kan Han?" Tanya Adrian tetap tenang seraya menatap arhan dengan hati yang bergejolak, dipenuhi dendam.

"I-iya tuan. Mungkin Kita hanya mirip saja." Balas arhan tersenyum, namun hatinya sedih, tidak diakui sebagai anaknya oleh Adrian disini.

"Bentar! Bentar!" Teriak bima, semua mata kini tertuju padanya.

"Ada apa pak bima?" Tanya mc acara.

"Mohon maaf jika saya lancang disini," bima mengatupkan kedua tangannya. "Apa mungkin kalian berdua ini hanya sekedar mirip? Lantas mengapa saya merasa bahwa tuan Adrian dan arhan itu, lebih dari sekedar mirip! Seperti..."

"Seperti apa pak bima?" Tanya mc acara menaikkan sebelah alisnya.

"Seperti mempunyai hubungan d4rah. Disini saya merasa bahwa tuan Adrian dan arhan. Layaknya seorang anak dan ayah. Apakah anda ayahnya arhan, tuan Adrian? Mohon maaf jika saya terlalu lancang." Kata bima menerka-nerka, hatinya mengatakan jika keduanya ini anak dan ayah.

Suasana tegang, sunyi menyelinap masuk kedalam acara. Semua mata kini mengamati antara arhan dan Adrian yang saling berpandangan.

"Untuk itu ya? Izinkan saya menjawab!" Adrian memecahkan kesunyian kembali, "kemungkinan saya dan arhan hanya mirip saja. Teruntuk pertanyaan kamu tadi! Saya akan jawab disini. Saya bukan ayahnya arhan! Dan arhan bukan anaknya saya!" Kata Adrian lembut, tetapi suaranya menekankan, nada bicaranya tegas menjawab pertanyaan dari bima.

"Dan begitulah sebaliknya. Kalo kita ini anak dan ayah. Lantas kenapa kita berdua tidak saling mengenal, bukankah gitu tuan Adrian?" Tanya arhan tersenyum, dengan dada yang sesak, seolah ditimpa beban berat ketika mendengar pernyataan ayahnya tersebut.

"Benar arhan! Kita berdua tidak saling mengenal dan baru bertemu kali ini. Kalo dia anak saya, pasti saya memiliki insting yang sangat kuat bisa mengenali anak saya sendiri! Ikatan batin itu nyata adanya, tapi saya tidak merasakan apapun saat bertemu dengan arhan. Itu sudah menggambarkan kalo saya tidak punya hubungan apa-apa sama dia!" Kata Adrian sambil tersenyum.

'sudah lama tidak bertemu! Tetapi anda tidak ada perubahan sama sekali, ayah! Masih sama seperti dulu!' batin arhan.

'masa sih? Apa ini cuman perasaan gue doang ya?' batin bima masih menerka.

'kok aku gak percaya ya sama perkataan mereka berdua? Seperti ada yang disembunyikan disini!' batin Adel.

"Mas arhan!" Panggil Sabrina tiba-tiba, mengubah suasana yang tadi sempat riuh.

"Iya mbak Sabrina, ada apa?" Tanya arhan tersenyum.

Sabrina mendekatinya, berdiri disamping pria itu, wanita itu mendongak menatapnya. "Mas arhan penjelasan dari kamu tadi sangat hebat, pinter, diringkas sehingga gampang dimengerti. Saya kagum sama mas, saya merasa bahwa mas ini sudah pernah terjun ke dunia bisnis. Apakah anda mempunyai pengalaman sebelumnya dalam dunia bisnis?" Tanya Sabrina penasaran.

Arhan tersenyum, menggengam mic. "Saya tidak punya pengalaman apa-apa dalam dunia bisnis. Penjelasan saya barusan, murni dari hasil ototidak saja." Ngarangnya tak masuk akal.

"Mas arhan saya rasa itu bukan otodidak deh, tidak ada penjelasan sesempurna itu jika anda tidak mempunyai pengalaman dari dunia bisnis. penjelasan anda tadi, sudah tahap tinggi dalam dunia bisnis, hanya orang-orang hebat dan terjun kesana yang bisa memahami hal tersebut! Bahkan hanya orang tahap tertinggi dalam dunia bisnis yang bisa berbicara seperti ini. Sungguh ini ilmu yang sangat mahal." Kata bima lewat mic.

"Benar mas arhan! Saya setuju dengan pendapat pak bima!" Ujar Vincent sependapat dengan bima.

"Emang tahap tinggi apa sih yah? Coba jelasin?" Tanya Adel tiba-tiba.

"Kamu gak bakal ngerti del, ini terlalu menguras otak!" Balas bima yang memang tidak terlalu paham-paham amat.

"Silahkan dijawab mas arhan!" Ucap Sabrina padanya.

"Soal itu, saya sih cuman mengerti sedikit-sedikit. Itu ilmu basic dalam dunia bisnis." Ujar arhan tersenyum.

"Saya tidak setuju arhan! Ilmu itu bukan basic, tetapi ilmu itu yang mencakup semuanya dalam dunia bisnis," Adrian menggeleng tak setuju.

"Ah, saya rasa itu ilmu biasa tuan adrian. Semua orang bisa mengerti," balas arhan tersenyum.

Mereka semua mulai tak setuju dengan ucapan arhan, bagaimana bisa penjelasan hebat itu dibilang ilmu biasa. Jika memang arhan tidak mempunyai bisnis lantas mengapa omongannya seperti orang-orang hebat dalam hal ini. Itulah pertanyaan dari orang-orang elite disini.

"Tenang semuanya, tenang!" Sabrina menenangkan orang-orang yang sempat memprotes.

Wanita itu menghela nafas, menatap arhan serius, "mas arhan, apa anda memiliki bisnis? Saya rasa tidak mungkin orang seperti anda tidak punya bisnis!" Tanya Sabrina.

"Saya tidak punya bisnis apapun, mbak Sabrina!" Balas arhan dengan raut wajah serius. Tak tersenyum.

"Bohong! Bohong!" Teriak Alex tak yakin.

"Bohong! Bohong!" Beberapa orang mulai riuh. Menyorakinya.

"Terserah kalian saja! Mau percaya atau tidak pun. Bukan urusan saya disini. Tidak ada untungnya juga bagi saya! Mau kalian percaya ya silahkan! Jika tidak ya sudahlah. Mau gimana lagi?" Arhan mode serius, tatapanya dingin, nada bicaranya pun tegas. Senyumannya pun tidak ditampilkan disini, tidak seperti biasanya.

"Meyakinkan orang-orang itu bukan tugas saya disini! Tugas saya hanya menyampaikan apa yang saya pahami!" Lanjutnya tegas.

Mereka yang tadinya cekcok, seketika terdiam dan tak banyak bicara lagi hingga suara seseorang mulai memancing lewat perkataannya.

"Nada bicaramu, angkuh sekali arhan! Seolah-olah kamu lah yang paling hebat disini!" Kata seorang laki-laki muda, pengusaha nomor 3 terhebat dinegara ini.

"Jangan pernah merasa paling hebat dan sombong disini arhan! Kamu bukanlah apa-apa dihadapan kami!" Lanjut pria itu yang bernama Davin (anaknya Vera dan Albert)

"Saya tidak pernah ngerasa angkuh dan sombong disini! Mungkin anda saja yang terlalu sensitif!" Bantah arhan tak terima.

"Jaga bicaramu! Arhan! Jangan sombong didepan kita!" Kata Alex (kakaknya Davin)

Suasana mulai tegang dan panas dilapangan ini. Beberapa orang hebat mulai memihak Alex dan Davin.

"Kami bisa saja mengincar orang sepertimu arhan. Bahkan orang sepertimu bisa dengan mudah kami atasi!" Peringat Davin tegas dengan wajah dinginnya. Sabrina mulai ketakutan mengkhawatirkan arhan.

"Kamu bukanlah apa-apa dihadapan kami! Ingat itu" Lanjut Davin lagi.

Suara tawaan dari seseorang begitu menggelegar lewat mic. Kompak semua orang menoleh kesumber suara tersebut.

"Sebelum kau yang mengatasi arhan! Sayalah yang lebih dulu mengatasi orang-orang sepertimu Davin!" Suara Leon terdengar dingin, tegas.

"Bagiku mengatasi orang-orang sepertimu, tidaklah sulit Davin! Kau hanya sebutir debu dihadapanku Davin. Kau bukanlah tandingan yang pantas untuk aku hadapi! Menyingkirkan orang seperti mu hingga miskin pun, aku bisa disini. Jangan pernah merasa hebat dan paling tinggi disini. Kau hanya orang biasa yang tak ada apa-apanya dihadapanku! Camkan itu!" Leon menjeda ucapannya. Tangan Davin terkepal kuat, namun raut wajahnya tampak takut, siapa yang tidak mengenal Leon disini. Pria itu telah dianggap sebagai pemilik perusahaan nomor 1 dinegara ini dan 2 nomor didunia. Memiliki pengaruh sangat besar dalam dunia bisnis.

"Saya saja yang paling berpengaruh disini, tidak angkuh seperti mu Davin, Alex. Jika kalian menyombongkan diri sekali lagi. Siap-siap saja, saya akan bertindak dan mengatasi kalian semua disini! Ingat itu!" Lanjut Leon menatap Alex dan Davin dengan sorot mata tajam.

"Mengapa anda sangat membela arhan tuan Leon? Untuk apa anda membela orang sombong sepertinya?" Tanya Alex memprotes.

"Bukan urusanmu Alex. Saya hanya tidak suka sama orang-orang yang angkuh dan merasa paling hebat disini!" Kata Leon tampak tenang, namun ketenangan pria itu membuat siapapun was-was.

"Minta maaflah pada arhan! Atau saya akan bertindak tegas!" Titah Leon pada mereka yang menghina dan merendahkan arhan.

Dengan berat hati, orang-orang yang disuruh Leon, meminta maaf kepada arhan, walaupun permintaan maaf itu tidak tulus dari lubuk hati terdalam. Namun arhan tetap memaafkan mereka dengan begitu ikhlas.

"Yah! Ada apa ya antara tuan Leon dan mas arhan?" Tanya Adel.

"Entahlah del. Tapi kalo ayah diposisi tuan Leon juga akan membela arhan dalam bentuk teman atau sahabat, siapa sih yang rela ngeliat orang terdekatnya dipermalukan oleh mereka tadi!" Cerocos bima.

"Tenang ya, tenang! Jangan ribut-ribut disini! Enjoy and relax. Tarik napas dalam-dalam lalu hembuskan!" Kata mc acara ingin menenangkan acara. Orang-orang mulai mengikuti arahannya.

Setelahnya arhan dan Adrian turun dari panggung, disambut suara tepukan tangan meriah dari orang-orang dan siulan kagum dari para wanita yang benar-benar terpesona dengan keduanya.

Acara kembali berjalan lancar hingga selesai. Suasana yang semula riuh perlahan mereda, dan satu per satu orang mulai meninggalkan lapangan. Percakapan ringan terdengar di antara para penonton yang masih terkesan dengan jalannya acara.

Sabrina melangkah turun dari panggung dengan anggun, gaun biru panjangnya berayun lembut mengikuti gerakannya. Wajahnya tetap tenang meski lelah mulai terasa. Di sekelilingnya, orang-orang masih sibuk berkemas dan berbincang, namun pikirannya mulai beralih ke hal lain, sesuatu yang lebih penting daripada sekadar acara yang baru saja usai.

"Mas arhan! Anda hebat sekali! Saya kagum sama anda." Kata bima mengacungkan jempolnya, bentuk penghargaan pada arhan yang kini dihadapannya bersama Leon, Liana dan 3 temannya.

"Bisa aja anda pak bima!" Arhan terkekeh.

"Panggil bima saja, mas! Biar gak formal! Kita panggil nama aja ya!" Kata bima yang diangguki arhan.

"Boleh kita jadi teman han?" Tanya bima ramah, menggulurkan tangannya.

"Boleh bim!" Arhan menjabat tangan pria dengan tinggi 182cm itu, sambil tersenyum.

Bima dan arhan berbincang-bincang singkat menikmati obrolan yang memberikan kesan hangat pada awal pertemuannya. Sedari tadi Bastian, Leon, Liana, Adel, Novi, Sinta dan 3 teman Liana memerhatikan interaksi keduanya yang terlihat sangat akrab.

Disela-sela mereka mengobrol, suara wanita yang tak asing memanggil arhan.

"Eh, Sabrina!" Ucap arhan tersenyum.

"Kak aku dari tadi nyariin kamu loh! Nggak taunya kamu lagi disini!" Balas Sabrina cemberut.

'anjir gemes banget sumpah! Pengen gue kokop... Astaga bas. Mikir apa sih Lo bego! Makanya jangan kebanyakan nonton bokep terus oon, jadi gini kan kelakuan lo. ' gerutu Bastian dalam hati.

"Buat apa nyariin aku? HM?" Tanya arhan tersenyum.

"Kangen!" Kata Sabrina serius. Wajah mereka tampak heran dengan Sabrina yang sangat aneh dihadapan arhan, imagenya yang anggun dan dingin, seolah hilang.

"Monyet." Gerutu bastian pelan sekali, mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat.

"Kangen! Kayak apa aja kamu tuh!" Sahut arhan terkekeh.

"Kakak mah gitu!" Rengek Sabrina cemberut.

"Iya, iya, maafin kakak ya! Udah dong jangan ngambek lagi! Malu diliat sama orang-orang tuh!" Kata arhan nyengir menunjuk mereka.

Sabrina menggaruk tengkuknya sambil nyengir.

"Han kita pamit dulu ya!"ucap Adrian dan Fahri entah kapan sudah ada disini, kemudian menepuk pundaknya, menjaga imagenya seolah tidak terjadi apa-apa selama ini.

"Hati-hati ya!" Kata arhan tersenyum yang diangguki keduanya. Ia mencoba untuk tetap tenang walaupun ada perasaan aneh yang bergejolak ketika bertemu Adrian dan Fahri disini.

Setelah kepergian Adrian dan Fahri.

"Kak kamu makin ganteng aja ya! Setelah lama gak ketemu! Mana makin tinggi lagi!" Ucap Sabrina menatap arhan dari bawah sampai atas.

"Jelas ganteng! Pacar aku gitu loh!" Celetuk Liana.

"Bener dia pacar kamu kak?" Tanya Sabrina cemburu.

"Gak aku gak punya pacar sama sekali! Liana kamu jangan ngaku-ngaku ya! Kakak sentil nanti!" Canda arhan terkekeh.

"Kakak mah gitu! Gak mau ngakuin aku! Tega kamu kak!" Ujar Liana dramatis.

"Udahlah dek! Jangan kebanyakan halu jadi cewek! Masih bocah juga, mikirnya pacaran Mulu. Lagian kak arhan gak demen sama bocah bau kencur kayak kamu." Kata Leon pedas, mengejek adiknya.

Liana mencubit perut Leon sangking kesalnya dengan abangnya itu.

"Sabrina! Kamu mau nikah sama saya gak?" Tanya Bastian tiba-tiba.

"Lo lagi mabok apa nyet! Tiba-tiba banget ngelantur!" Bima menggeplak lengan sahabatnya itu.

"Maaf pak Bastian! Saya tidak suka sama anda!" Tolak Sabrina mentah-mentah membuat Bastian memegang dadanya yang terasa sesak. Disebelahnya bima menahan tawa sangking lucunya.

"Udah gue bilang! Modelan kayak Lo gak didemenin bas. Sadar diri itu penting!" Kata bima mengejeknya.

"Jadi temen kagak ada support-supportnya Lo, Bim!" Dengus bastian.

"Kak arhan kita boleh minta nomor teleponnya gak?" Tanya Novi dan Sinta berharap.

"Gak boleh!" Tegas Sabrina, para perempuan menatapnya heran.

"Kenapa gak boleh kak?" Tanya Novi dan Sinta bingung.

"Gak boleh aja! Kak arhan sukanya cuman sama saya." Kata Sabrina posesif, Bastian mengeraskan rahangnya, hatinya panas sekali.

"Ada-ada aja kamu, Sabrina!" Arhan terkekeh. Sabrina mengerucutkan bibirnya.

"Han! Kayaknya Sabrina suka sama kamu deh!" Celetuk Bima.

"Gak siapa juga yang suka sama dia. Jangan sok tau deh," ketus Sabrina mendelik tajam kearah arhan yang terkekeh. Bastian tersenyum, ternyata masih ada harapan untuk menaklukkan hati Sabrina.

Obrolan terhenti ketika Alex, Davin, Albert dan Vera berhenti tepat dirombongan sini.

"Valentino alexander!" Gumam bima pelan.

"Sabrina ada kamu juga disini!" Celetuk Alex mesem-mesem sendiri dihadapan wanita yang dikaguminya selama ini.

Sabrina memutar bola matanya jengah. Ia sangat bosan bertemu dengan Alex.

"Pak bima sama..... Eh, kamu dek! Kita pernah bertemu sebelumnya loh di supermarket!" Kata Vera tersenyum menatap Adel.

"I-iya Bu, heheheh!" Adel canggung.

"Siapa dia mih?" Tanya Davin dan Alex memandang Adel dari atas sampai bawah. Adel yang ditatap seperti itu, semakin canggung.

"Dia anaknya pak bima sayang!" Kata Vera terus tersenyum memandangi Adel.

"Oh, anak ya!" Alex dan Davin manggut-manggut.

"Apa kabar kamu dek?" Tanya Albert padanya.

"Baik om," sahut Adel tersenyum canggung.

"Kak! Kamu kok genit banget sih jadi cowok!" Suara Sabrina yang kesal membuat mereka menoleh.

"Genit apa? HM? Aku aja gak ngapa-ngapain, mereka aja yang ngedeketin aku!" Kata arhan menangkap kedua tangan Sabrina sambil tersenyum.

"CK! Kamu tuh emang genit! Dasar cowok jelalatan!" Sabrina ngambek.

"Perasaan aku gak ngapa-ngapain loh! Salah terus Dimata kamu mah!" Arhan terkekeh.

Sabrina menginjak kaki arhan dengan high heelsnya. "Awww! Sakit Sabrina!" Arhan mengaduh kesakitan.

"Eh, maaf kak!" Sabrina berjongkok dan mengusap-usap sepatu arhan dengan raut wajah khawatir. Tak tahu saja ada 3 hati yang panas menyaksikan pemandangan ini.

"Kalo mau caper jangan disini bro!" Kata Alex geram sendiri.

"Siapa yang caper? Situ aja kali yang nggangep caper! Kita berdua mah enjoy!" Kata arhan tersenyum.

"Udah Lex! Udah! Jangan malu-maluin mamih disini!" Vera menenangkan Alex yang ingin ngamuk-ngamuk disini.

"Kurang ajar Lo! Sampah!" Umpat Alex kesal.

"Jagalah bicaramu Valentino Alexander!!" Bentak Leon tak peduli dengan kedua orang tuanya (Vera dan Albert)

"Sorry! Tuan!" Alex buru-buru meminta maaf daripada harus berhadapan dengan Leon.

"Teruntuk kalian! Tolong ajarkan anak kalian, jangan dibiasakan anak kalian, menghina orang lain seenak jidatnya!" Tegas Leon menatap Vera dan Albert yang diam.

Suasana kian menegang dan memanas sehingga membuat orang-orang terdiam. Aura kemarahan Leon begitu menakutkan. Pria yang tidak mengenal takut dan tak pernah pandang bulu menghadapi siapapun.

"Kak arhan!" Liana mendekatinya dan memeluk lengan arhan erat.

"Lepasin! Jangan coba-coba sentuh dia!" Tegas Sabrina cemburu.

"Gak mau! Kak! Aku kan pacarnya jadi suka-suka aku dong!" Liana kekeh.

"Kamu jangan ngelunjak ya jadi orang!" Sabrina mulai adu cekcok dengan Liana, berujung ribut. Adegan jambak-jambakan hampir terjadi disini, untung saja arhan mencegah dan melerainya secara paksa.

"Dek! Kamu apa-apaan sih! Jangan malu-maluin dong!" Kesal Leon menarik adiknya yang ingin menjambak Sabrina.

"Kak lepasin! Aku mau Jambak dia. Ngelunjak banget jadi orang! Jangan mentang-mentang kamu adiknya tuan Leon ya, bisa enaknya bertindak!" Kata Sabrina memberontak dipelukan arhan yang memeluknya dari belakang.

"Sabrina udah! Malu dilihatin sama orang-orang, nanti image kamu jelek loh didepan orang-orang. Sikap kamu belum berubah ya kalo aku dideketin cewek lain." Bisik arhan canda sambil tersenyum.

"Lepas kak!" Sabrina terus memberontak.

Arhan yang kewalahan menggendongnya dengan satu tangan. Kemarahan Sabrina seketika lenyap ketika digendong olehnya, raut wajahnya yang marah berganti menjadi ceria.

"Monyet!" Umpat Alex dan Bastian pelan.

Liana terus marah-marah, tak terima melihat Sabrina yang digendong oleh arhan. Leon yang kewalahan, memukul kepala Liana pelan, sangking kesalnya hingga membuat liana menangis tersedu-sedu.

"Kakak jahat huaa.... Aku laporin bunda sama ayah!" Ancam Liana sesenggukan.

"Laporin aja! Biar aku aduin kelakuan kamu disekolah!" Ancam Leon balik, sontak Liana mengusap air matanya, menatap benci abangnya itu.

"Han! Lo romantis banget sih! Bikin gue iri aja!" Kata bima iri dengan arhan yang kini ada dihadapannya sambil menggendong Sabrina, menopang kedua paha Sabrina kuat-kuat. agar tak terjatuh digendongannya.

"Ini cara bikin cewek luluh, Bim!" Sahut arhan terkekeh, bima ikutan terkekeh. Sementara Alex, Liana dan Bastian hampir ngamuk disini.

"Jadi makin sayang deh! Sama kamu kak!" Bisik Sabrina.

Arhan tak menyahut.

"Ayah juga bisa gendong Adel, kalo mau!" Ucap Adel.

"Kamu udah gede del! Kalo ayah gendong, bisa-bisa tulang ayah patah!" Canda bima nyengir.

"CK!" Adel melipat kedua tangannya.

"Pak bima apa saya boleh bertanya sama Adel?" Celetuk Vera tiba-tiba.

"Silahkan Bu!" Sahut bima mempersilahkan.

Vera menghela nafas, menatap liontin tersebut dengan perasaan campur aduk. "Dek, kamu dapet liontin ini dari mana?" Tanya Vera.

Adel terdiam, menurunkan pandangannya, melihat liontin miliknya, memegang dan menelisiknya.

"Pih! Kok liontin dia! Kayak punya aku ya?" Tanya Alex berbisik pada Albert, memegang liontinnya sendiri.

"Bang! Liontin cewek itu sama kayak punya kita ya? Apa perasaan aku doang?" Tanya Davin pelan, memegang liontinnya yang terpasang, Alex mengganguk saja tanpa menjawab.

Bima sedari tadi terdiam. Matanya menatap liontin yang terpasang pada Adel, terus bergantian memandang liontin yang terpasang pada Alex, Davin, Albert dan Vera dengan perasaan yang sulit dijelaskan.

"Gak tau Bu! Sejak saya kecil! Liontin ini emang udah ada dileher saya!" Kata Adel jujur.

Mereka semua terdiam. Vera dan Albert tampak syok dengan mulut mengganga, ingin mengatakan sesuatu, namun lidahnya terasa Kelu.

"Liontin kalian kok mirip semua ya? Apa perasaan saya saja?" Tanya arhan tersenyum setelah memerhatikan.

Adel menatap arhan lalu beralih, menelisik liontin yang terpasang disetiap leher keempat orang itu.

"Bukan mirip lagi! Liontin ini sama semua!" Ketus Davin ngegas.

"Santai aja kali! Gak usah ngegas!" Balas arhan tersenyum, Davin tak menggubrisnya.

"Bim! Bim! Kok firasat gue mulai ini ya..." Bisik Bastian suaranya tercekat.

Bima terdiam, kini rasa cemas mulai menggerogoti hatinya.

"Boleh kita lihat dek?" Tanya Albert.

"Ini kan udah dilihat om!" Jawab Adel.

"Maksudnya lihat sambil dipegang dek." Kata Albert lembut.

Dengan perlahan, Adel melepaskan liontin yang terpasang dan menyerahkannya pada Albert. Ia tidak mencurigai hal-hal yang aneh.

Davin, Alex, Vera dan Albert tampak fokus memandang sebuah liontin milik Adel, kemudian dibandingkan dengan milik mereka berempat. Tak bisa dipungkiri, keempat orang itu kaget. Liontin tersebut diserahkan dan dipasang kembali oleh Adel.

"Pah! Jangan-jangan...." Vera membekap mulutnya.

Albert bergeming.

"Pak bima liontin itu mirip dengan liontin kami, dari mana anda mendapatkannya?" Tanya Albert serius.

"Saya membelinya disebuah toko terdekat Bu!" Bima mulai ngarang.

"Gak mungkin! Gak mungkin! Liontin ini cuman dimiliki oleh keluarga kita doang, pak!" Vera menggeleng cepat.

"Mungkin liontin kw kali Bu, kan bisa aja!" Celetuk arhan tersenyum.

"Gak mungkin liontin kw!" Albert menegaskan. "Saya bisa membandingkan mana barang kW dan tidak! Dari segi tampilan juga akan berbeda jika kW, tapi ini tidak!"

"Sekarang kan banyak yang kw, tapi mirip sama yang asli pak!" Kata Leon menyetujui arhan.

"Nah, itu pak." Bima menimpali Leon namun bingung mau ngomong apa lagi.

"Gak mungkin juga dong, perkara liontin ini, kalian tiba-tiba ngaku-ngaku dia itu keluarga kalian! Kalo gitu doang mah, orang-orang juga akan...." Arhan ikutan bingung mau ngomong apa.

"Keluarga?" Gumam Adel pelan.

"Del! Jangan-jangan....." Bastian membekap mulutnya.

"Apaan sih! Jangan aneh-aneh! Keluarga aku cuma om bima doang! Cuman dia keluarga yang aku punya!" Tegas Adel tenang, tapi tidak dengan hatinya yang diliputi perasaan aneh.

"Kita pamit dulu ya, mungkin saya salah kira. Mohon maaf dek kalo kita bikin kamu gak nyaman!" Kata Vera tersenyum, Adel mengganguk.

Keempat orang itu pergi. Setelah kepergiannya.

"Del kamu udah pulang belum?" Tanya bima mengalihkan pembicaraan.

"Udah yah! Yuk pulang!" Ajak Adel bergelanyut manja.

"Han! Kamu mau pulang juga?" Tanya bima yang diangguki arhan.

"Yuk kita bareng aja Bim!" Kata arhan tersenyum.

"Kak gendong lagi!" Rengek Sabrina manja.

Arhan menghela nafas dan berjongkok. Dengan penuh semangat, Sabrina naik kegendongannya.

"Kayak lagi gendong bocil aku!" Arhan Terkekeh. Sabrina mengigit lehernya pelan, gemas.

"Kek gendong pacar Han!" Celetuk bima.

"Han Sabrina demen Ama lu tuh!" Kata Leon terkekeh.

Arhan nyengir saja.

"Sabar bas! Jangan kek cacing kepanasan Napa!" Kesal bima menepuk-nepuk punggung sahabatnya yang sedari tadi menggerutu.

Bastian berpindah posisi, menatap arhan yang tengah menatapnya. "Han! Lo suka sama Sabrina ya?" Tanyanya mengintrogasi.

"Nggak! Emangnya kenapa?" Tanya arhan tersenyum yang mendapat gigitan kembali dari Sabrina dilehernya.

"Jangan bohong Lo jadi orang, Han!" Dengus bastian. "Gimana kalo kita jadi saingan buat ngedapetin Sabrina?" Lanjut Bastian menantang.

"Apaan sih pak! Saya bukan barang ya! Walaupun anda bersaing sama dia! Tetap saja saya tidak akan memilih kalian berdua. Karena saya gak suka sama siapa-siapa!" Ketus Sabrina berdusta.

Arhan tersenyum, Bastian mendengus.

"Kak Leon tungguin aku dong! Masa pulangnya sendiri-sendiri sih!" Gerutu Liana menghentakan sepatunya kelantai.

Leon mendesah pelan. "Sini makanya! Jadi adek nyebelin banget!"

"Bodo!" Ketus Liana mengigit lengan Leon.

"Bau sih dek! Bau! Mulut kamu tuh bau bangke!" Ejek Leon yang mendapatkan timpukan sepatu dari Liana.

Berujung keduanya kejar-kejaran, Liana terus mengejar sambil berteriak-teriak mengangkat sepatunya, sampai keluar gerbang sekolah.

"Han! Yang cewek tadi adiknya tuan Leon?" Tanya bima.

"Iya, Bim! Adiknya!" Jawab Arhan tersenyum.

"Cakep juga ya!" Celetuk bima, Adel mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat, namun tak membalas apapun. Hatinya bagai dicabik-cabik ketika bima memuji wanita lain dihadapannya.

"Inget umur Bim! Jangan ped* Napa!" Bastian ngegas.

"Lo naksir sama dia Bim?" Tanya arhan tersenyum, bima malah terkekeh tak jelas.

Setibanya diparkiran.

"Kita duluan ya, Han!" Pamit bima.

"Hati-hati Bim!" Bima membalas dengan anggukan.

Setelah bima, bastian dan Adel pergi menggunakan mobilnya. Kini Sabrina yang mengajak arhan untuk pulang bareng, namun arhan menolaknya.

"Aku naik motor Sabrina!" Kata arhan tersenyum.

"Yaudah boncengin aku ya! Ya?" Sabrina berharap.

"Terus mobilnya gimana?"

"Gampang! Biar orang suruhan yang bawa!"

"Gimana?" Tanya Sabrina.

"Serius kamu mau naik motor? Nanti kena debu loh!" Arhan memberi pengertian.

"Gak papa! Asal sama kamu!" Kata Sabrina, arhan mendesah pelan dan mengganguk.

"Naik sini!" Sabrina menaiki motornya dan memeluk erat perut arhan.

"Anterin kerumah kamu? Tapi aku gak tau dimana!" Kata arhan nyengir.

"Mampir kerestoran dulu dong kak! Kita makan-makan bentar!" Ajak Sabrina merengek.

"Oke!" Kata arhan lalu tancap gas meninggalkan parkirannya. Sedari tadi ada Liana yang terus memerhatikan dengan hati yang sesak.

Siang itu, setelah makan bersama di restoran, Arhan mengantar Sabrina pulang dengan motor ZX-25R miliknya. Suara mesin yang halus berpadu dengan hembusan angin siang yang hangat, menemani perjalanan mereka hingga tiba di depan rumah Sabrina.

Sabrina turun dengan hati-hati, melepas helmnya dan tersenyum lembut. "Terima kasih untuk hari ini, kak Arhan," ucapnya dengan tulus.

"Iya, Sabrina!" Arhan mengangguk pelan dan tersenyum tanpa banyak bicara lagi. Namun, saat hendak memutar gas untuk pergi, pandangannya tanpa sengaja menangkap sosok seorang anak kecil berdiri di depan gerbang. Tatapannya berbinar kearah sabrina, seolah menunggu sesuatu. Arhan terdiam sesaat, entah mengapa ada perasaan aneh yang muncul di hatinya melihat anak itu. Dengan cepat ia menepis perasaan aneh itu, kemudian menancap gas.

1
kalea rizuky
lanjut nanti Q kasih hadiah
kalea rizuky
pergi aja del kayaknya alex keluarga mu
Rana Syifa
/Heart/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!