dikisahkan ada seorang gadis desa bernama Kirana, ia adalah gadis yang pintar dalam ilmu bela diri suatu hari, ayahnya yaitu ustadz Mustofa menyuruh Kirana untuk merantau ke kota karena pikirnya sudah saatnya ia untuk membiarkan putrinya itu mempelajari dunia di luar desa
Kirana memenuhi permintaan sang ayah dan pergi ke kota yang jaraknya tak terlalu jauh dari kampung halamannya. dan di sinilah Kirana mulai di hadapkan dengan situasi yang menguji keberanian serta kesabarannya, pertemanan, Cinta segitiga sampai akhirnya ia bertemu dengan takdir yang memang telah di putuskan untuk dirinya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riris Sri Wahyuni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lapor polisi
setelah mengantarkan Kirana, Reyhan pulang ke rumah. di kamar, ia baru saja selesai melaksanakan shalat isya, dan saat ini dirinya masih terpikir pada orang yang berniat untuk mencelakakan dirinya. di tengah-tengah pikirannya, Reyhan tiba-tiba teringat pada perkataan Kirana.
“apakah mungkin, adikmu dalang dari semua ini? "
Kata-kata itu terdengar masuk akal di pikiran Reyhan tetapi ia masih menimbang-nimbang sebelum bicara pada Daniel, ia tidak ingin menuduh sebelum mendapat bukti terlebih dahulu..
Tiba-tiba Andre masuk dan ia terkejut melihat putranya yang nampak sedang serius berfikir tentang sesuatu, ia akhirnya duduk di dekatnya "Reyhan.. " panggilnya pelan.
Reyhan menoleh Ia sama sekali tak menyadari akan kehadiran sang ayah karena saking seriusnya berpikir. "kamu sedang mikirin apa? kayaknya serius banget? " tanya Andre.
Reyhan terdiam, dalam hati ia bingung apakah harus berkata jujur atau tidak.
"kalau kamu ada masalah terus terang aja sama ayah! siapa tau ayah bisa bantu. " Reyhan menghela nafas, ia akhirnya memutuskan untuk berkata jujur mengenai kejadian yang tadi sore menimpanya. raut wajah Andre seketika berubah serius, ia bertanya siapa dalang dari penyerangan itu. namun Reyhan menggelengkan kepala.
"jadi itu sebabnya kamu hari ini pulang terlambat? "
Reyhan kembali mengangguk, "iya yah karena barusan mereka menyerang lagi."
Andre terdiam beberapa detik, menatap putranya dengan sorot mata yang sulit ditebak antara marah, khawatir, dan juga kecewa karena Reyhan tidak segera menceritakan hal itu lebih awal. Ia menegakkan duduknya, kedua tangannya mengepal di atas pahanya.
"mereka harus segera membayar akan perbuatannya sama kamu, ayah akan melaporkan mereka ke polisi" katanya sambil merogoh ponsel miliknya di dalam saku. tetapi Reyhan mencegahnya dan berkata, "jangan yah, jangan dulu di laporkan! " Andre kembali menatap Reyhan dengan wajah heran, "kenapa rey? "
"Reyhan masih ingin tau, siapa yang nyuruh mereka buat ngelakuin hal ini yah.orang itu yang harusnya mempertanggungjawabkan semuanya. " Andre mengangguk ia menyetujui pendapat Reyhan tetapi tidak sepenuhnya.
"rey, kamu benar tetapi tetap aja komplotan mereka itu harus ikut masuk penjara karena mereka juga berniat buat nyelakain kamu."
Reyhan berusaha merangkai kalimat untuk menenangkan sang ayah.tetapi sang ayah sudah terlanjur melaporkan hal tersebut pada polisi. sementara itu, Intan yang ternyata sedari tadi mendengar pembicaraan antara keduanya seketika langsung bertindak cepat dengan menghubungi para pria tersebut. ia memberitahu mereka kalau sudah di laporkan ke polisi dan intan menyuruh mereka untuk segera pergi dari kota tersebut.
Intan segera kembali ke dalam kamarnya, begitu ia mendengar kabar bahwa para pria suruhannya gagal melukai Reyhan, wajahnya langsung menegang. Ia berdiri dari tempat duduknya dengan cepat, napasnya memburu karena marah yang ditahan. Tangannya menggenggam kuat ujung meja, dan suara kaca hias di atasnya bergetar pelan.
Ia menutup mata sejenak, lalu berkata pelan tapi tajam, “Reyhan ternyata lebih tangguh dari yang aku kira.” Ada nada geram dalam suaranya, tapi juga sedikit rasa waspada. “Baiklah… kalau cara kasar nggak berhasil, aku akan pakai cara lain. Dia harus tetap disingkirkan, tapi dengan cara yang lebih halus.”
Senyum tipis namun berbahaya muncul di bibirnya bukan lagi kemarahan membabi buta, melainkan rencana baru yang lebih licik mulai tumbuh di pikirannya.
kembali ke kamar Reyhan...
"maaf Rey, tapi lebih baik kita serahkan semua kepada polisi saja, ayah nggak mau kamu sampai kenapa-napa karena masalah ini. " Reyhan akhirnya memutuskan untuk diam ia bisa melindungi kekhawatiran di mata ayahnya, ia tidak mau semakin membuat sang ayah khawatir dengan tetap memaksa untuk mencari tau tentang orang yang sengaja ingin mencelakainya.
"nggak papa ya, kalau memang begitu keputusan ayah Reyhan nggak masalah kok. " Andre mengangguk
"tapi yah, Reyhan pengen minta tolong sama ayah. "
"minta tolong apa rey? "
"tadi, sebelum Reyhan pulang Reyhan bertemu dengan seorang nenek di jalan yah, dan Reyhan sama temen Reyhan membantu nenek itu. dan saat Reyhan tiba di rumah nenek itu, Reyhan melihat rumah nenek itu sudah nggak layak pakai. "
"terus?? "
"Reyhan berencana untuk membantu nenek itu dengan memperbaiki rumahnya pah, dan Reyhan butuh bantuan dari papah untuk dananya. Reyhan akan pakai dana sosial yang di tujukan untuk masjid tapi Reyhan tetap butuh bantuan dana dari ayah."
Andre sempat terdiam bukan karena ragu, tapi karena hatinya tersentuh oleh niat tulus putranya. Wajahnya yang tadi tegang perlahan melunak, bahkan senyum kecil muncul di sudut bibirnya. Ia menatap Reyhan dengan bangga.
“Subhanallah…” ucapnya pelan, penuh haru. “Kamu masih sempat mikirin orang lain, padahal kamu sendiri baru aja ngalamin hal yang nggak mudah.”
Reyhan tersenyum kemudian berkata, "nenek itu sama sekali nggak ada hubungannya dengan penyerangan itu yah, "
Ia kemudian menghela napas pelan, lalu menatap putranya lebih serius tapi lembut. “Kalau masalah dana, tentu ayah bantu. Tapi dana sosial masjid nggak boleh dicampur untuk urusan pribadi, meskipun tujuannya baik. Kita tetap harus amanah, Nak. Jangan sampai niat baik kita jadi salah langkah.”
Reyhan menunduk, mendengarkan dengan penuh hormat. “Iya, Yah… Reyhan ngerti.”
Andre mengangguk puas. “Begini aja,” lanjutnya sambil menepuk bahu Reyhan, “besok ayah akan bantu urus semuanya. Kita lihat kondisi rumah nenek itu sama-sama, ya. Kalau memang sudah separah itu, ayah siap bantu renovasi pakai dana pribadi. Kamu bantu urus bagian lapangannya.”
Senyum lega muncul di wajah Reyhan. “Alhamdulillah, Makasih, Yah.”
Andre tersenyum hangat, lalu berkata lembut, “Justru ayah bangga sama kamu, Kamu sudah berbuat hal yang benar, Rey. Kalau setiap orang punya hati kayak kamu, dunia ini bakal jauh lebih baik.”
"Sama-sama rey. "
Di mata Andre, Reyhan bukan hanya anaknya tapi juga cerminan dari didikan dan nilai-nilai yang selama ini ia tanamkan: tangguh, beriman, dan berjiwa sosial.