Anaya White memaksa seorang pria asing untuk tidur dengannya hanya untuk memenangkan sebuah permainan. Sialnya, malam itu Anaya malah jatuh cinta kepada si pria asing.
Anaya pun mencari keberadaan pria itu hingga akhirnya suatu hari mereka bertemu kembali di sebuah pesta. Namun, siapa sangka, pria itu justru memberikan kejutan kepada Anaya. Kejutan apa itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irish_kookie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Retak Yang Ingin Diselamatkan
Pagi itu, cahaya matahari merambat perlahan melalui tirai kamar utama. Kamar yang sejak setahun terakhir hampir tidak pernah terisi penuh.
Kamar yang sunyi, rapi, dan dingin. Seperti tidak pernah dihuni oleh sepasang suami istri.
Seorang wanita dengan rambut terikat ke belakang membuka mata, memandangi langit-langit yang terasa terlalu luas untuk dirinya sendiri.
Sudah lama dia tidak mendengar suara napas seseorang di sebelahnya. Sudah lama pula dia berhenti berharap.
Wanita itu melihat laptopnya yang masih terbuka. Perlahan dia berjalan ke meja kamarnya, lalu duduk di depan laptop tersebut.
Tangannya bergerak ke arah tulisan kotak masuk di surat elektroniknya.
Seolah sudah menjadi kebiasaan, dia menekan surat elektronik yang sudah terbuka dan memandangi isinya.
Tidak ada ledakan emosi. Tidak ada air mata. Hanya satu helaan napas panjang yang terdengar seperti retakan halus di dalam dirinya.
"Aku tau ini salahku, Josh. Tapi, kau juga yang terlalu lemah! Seharusnya kau bisa membuktikan kalau kau sanggup menjadi tiang pondasi Hudson Group," kata Celline seorang diri.
Sekali lagi, dia memandangi isi surat elektronik yang dilayangkan kepadanya setahun yang lalu. "Ini jalan yang akhirnya kau pilih, Josh. Kau memilih untuk menyerah bukan berjuang bersamaku."
Sudah setahun berlalu sejak Josh melayangkan gugatan cerai untuk Celline. Wanita yang kini duduk termenung menatap layar laptopnya.
Tak pernah dia sangka sebelumnya, kalau Josh yang dia cintai dan mencintainya akan melayangkan gugatan cerai.
Celline menutup laptopnya dan menghapus surat elektronik Josh itu.
Lalu, dia beranjak dari kursi dan menatap cermin di kamarnya. "Bertahanlah, Celline. Kau sanggup berjalan sendiri. Seperti yang selama ini sudah kau lalui."
"Aku bangga padamu," kata Celline sambil menepuk-nepuk pucuk kepalanya sendiri.
Begitulah cara dia menghibur dirinya sendiri belakangan ini.
Sejak pertengkarannya dengan Josh yang cukup hebat satu tahun yang lalu, kini ada dua manusia yang membencinya.
Yang pertama, tentu saja Josh dan yang kedua, Kanaya, putri tunggalnya.
Sampai detik ini, setiap kali gadis itu melihat Celline dia akan memalingkan wajahnya.
"Kak, mau berapa lama Kakak memperlakukan Mami seperti ini?" tanya Celline pagi itu, ketika mereka sarapan bersama.
Kanaya terlihat acuh. Dia tetap memotong sosisnya dengan anggun seolah tak ada yang mengajaknya berbicara saat itu.
Celline mengambil piring putrinya. "Kak, Mami lagi bicara sama Kakak, lho!"
"Mami egois! Sekarang, uncle Josh jarang pulang karena Mami! Kakak akan normal kembali kalau Mami baikan sama uncle Josh! Piringnya, tolong kembalikan!" jawab Kanaya tegas.
Celline mengembalikan piring itu pada putrinya. "Kenapa Kakak lebih sayang pada Uncle Josh daripada Mami? Salah Mami apa coba, Kak?"
Kanaya menghela napas dan meletakkan garpu dan pisaunya di piring. "Uncle itu baik, lebih baik daripada Papi"
Pernikahan Celline dengan Josh memang pernikahannya yang kedua.
Mantan suami Celline adalah seorang pebisnis yang berselingkuh dengan sahabat baiknya sendiri.
Kedekatannya dengan Josh juga bukan karena sengaja. Celline jatuh cinta pada pandangan pertama kepada pria itu.
Apalagi saat itu, mantan suami Celline jarang pulang dan dia dapat dikategorikan sebagai wanita kesepian.
Maka dari itu, Kanaya memanggil Josh dengan sebutan Uncle karena gadis berusia 13 tahun itu adalah buah pernikahan Celline dengan mantan suaminya.
Namun, Josh sayang sekali pada Kanaya. Begitu pula dengan Kanaya. Ikatan di antara mereka cukup kuat sehingga mereka dapat merasakan satu sama lain, walaupun tinggal berjauhan.
"Tapi, Kakak tau, kan, kalau Mami dan Uncle Josh sudah tidak bersama-sama lagi? Mami tidak bisa membujuk uncle Josh untuk bertahan di sini, Kak," kata Celline lembut, berharap putri kecilnya itu mengerti.
Kanaya terdiam. Dia memandang rotinya yang baru dimakan seperempat dengan sedih, seolah roti itu tidak utuh karena kesalahannya.
"Mami bisa berusaha lebih keras supaya uncle Josh tetap di sini! Bagaimana Kakak bisa hidup tanpa Uncle Josh? Uncle sudah seperti Papi untuk Kakak, Mam." Air mata gadis itu berlinang.
Celline cepat-cepat memeluknya. "Maafkan Mami, Kak. Maaf."
Kanaya terus menangis. Air matanya terus mengalir dan sepertinya air mata itu sudah dia tahan sejak lama.
"Kakak mau Uncle, Mam. Please," kata Kanaya memohon.
Mau tidak mau, Celline mengangguk. "Iya, Mami akan coba berbaikan dengan Uncle, ya."
Keesokan harinya, Celline sengaja pergi ke gedung White Companies. Tujuan utamanya adalah menjemput Josh, tetapi gengsinya terlalu besar untuk menunjukkan hal itu.
Maka, untuk menghilangkan kecurigaan, dia menemui Robert White membahas tentang hal-hal yang tidak terlalu penting.
"Di mana Anda menempatkan suamiku sekarang, Tuan White?" tanya Celline masih berbasa-basi.
Robert tersenyum. "Dia aman bersama putriku. Anggap saja aku mutasikan. Tapi, bukan karena aku tidak percaya lagi padanya,"
"Sebaliknya, karena aku sangat percaya pada suamimu, aku ingin dia membimbing Anaya untuk menjadi pewaris White Companies." Robert menjawab dengan raut wajah puas.
Celline menunduk dan membungkuk. "Anda baik sekali, Tuan. Aku banyak berhutang budi kepada Anda."
Lagi-lagi Robert tertawa. "Hahaha, aku melakukan ini justru dengan tujuan, Nyonya."
"Bisnis Josh mulai kembali bernapas dan aku rasa aku akan berbaik hati untuk berbagi padanya. Tentu saja, ketika dia sudah siap nanti," lanjut Robert lagi sambil memperlihatkan grafik pergerakan saham dari berbagai macam perusahaan.
Celline melihat dengan seksama. Grebel Automotif memang terlihat menanjak perlahan, tetapi dalam setiap bulan, pergerakan grafiknya semakin tinggi.
"Apa yang Anda lakukan dengan perusahaan itu, Tuan? Selama ini, ayah saya sudah menyuntikkan dana yang cukup banyak, tapi perusahaan itu seperti mati. Tidak ada harapan," kata Celline tak percaya.
Robert terkekeh bangga. "Josh bukan seorang yang mudah menyerah, Nyonya. Bersyukurlah kau karena memiliki seorang pria sejati. Seorang pejuang yang tak pernah lelah untuk terus berusaha dan belajar."
Hati Celline yang tadinya penuh, kini retak perlahan. Dia sudah menyakiti Josh dengan kata-katanya yang tak pantas.
"Boleh saya bertemu dengan su-, maksud saya, putri Anda. Hanya untuk berkenalan dan memberi salam," kata Celline.
Beruntunglah wanita itu, karena Robert percaya begitu saja dengan ucapannya.
Setelah selesai bertemu Anaya White, Celline mengirimkan pesan pada Josh untuk makan malam bersamanya dan dia akan mengajak Kanaya.
Josh pun setuju, maka malam itu, Celline kembali ke White Companies bersama Kanaya untuk menjemput Josh.
Di saat itulah, dia kembali melihat Anaya. Ada perasaan tak nyaman saat melihat pandangan gadis itu.
Seperti ada sesuatu yang seharusnya tidak boleh ada dalam tatapannya.
Beberapa hari setelah itu, Celline kembali menemui Josh.
"Aku ada meeting di luar seharian ini. Tuan White memintaku untuk mendampingi putrinya ikut meeting ini," kata Josh saat ditemui Celline di White Companies.
Celline menundukkan kepalanya sebentar. "Lalu, kapan kau ada waktu?"
"Kau butuh berapa lama?" tanya Josh lagi.
Celline mendengus. "Apa kau sesibuk itu, Josh?"
Josh hanya mengangguk sambil melihat jam tangannya. "Ya, anggap saja seperti itu."
"Aku butuh lima menit," jawab Celline mengalah.
Lagi-lagi Josh mengecek jam tangan dan ponselnya. "Oke. Apa yang ingin kau bicarakan?"
"Tarik gugatan ceraimu. Aku mengaku salah dan maafkan aku. Ayo, kita perbaiki hubungan kita, Josh!" jawab Celline tanpa menunda waktu.
***