LDR KATANYA BERAT!!
Tapi tidak bagi Rion dan Rayna. Ini kisah mereka yang berusaha mempertahankan hubungannya apa pun masalah yang mereka hadapi.
Tapi bagaimana jika masa lalu yang menggangu hubungan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfaira_13, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29
Hujan belum juga reda sejak sore tadi. Di balik jendela kamar Rayna, titik-titik air masih menari, memantul di kaca dan mengalir perlahan. Rayna duduk bersila di atas kasur, mengenakan hoodie berwarna abu-abu yang sengaja dibelikan oleh Rion saat mereka berkunjung ke pameran. Di tangannya, semangkuk mie kuah pedas yang ia nikmati sejak tadi sudah mulai dingin.
Di sisi lain layar, wajah Rion terpampang. Ia duduk di kamarnya, disertai dengan suara televisi yang menyala. Rambutnya sedikit berantakan, belum sempat disisir dengan rapi setelah keramas.
"Kenapa sih sayang?" tanya Rayna, matanya memperhatikan wajah Rion yang sedari tadi diam.
"Apanya yang kenapa?" Rion menoleh, seolah baru sadar.
"Kamu diem terus dari tadi loh..." nada Rayna setengah mengeluh, setengah khawatir.
Dua puluh tiga menit sudah mereka saling menatap lewat layar. Waktu yang terasa sebentar, tapi cukup untuk membuat Rayna tahu bahwa ada sesuatu yang sedang dipendam Rion. Ia mengenali tatapan kosong itu—tatapan yang tak sepenuhnya hadir di hadapannya. Mungkin hanya perasaannya saja—atau memang ada yang salah dengan kekasihnya.
"Habisnya kamu terlalu cantik..." ucap Rion sambil tersenyum, "bikin Ion gak bisa berkata-kata lagi."
Rayna tertawa pelan, menutup mulutnya. "Gombal mulu kerjaannya!" katanya, tapi jelas terlihat saltingnya.
Hujan tak kunjung reda. Suara rintik di luar jendela menyatu dengan percakapan mereka.
"Aku kangen," ucap Rion tiba-tiba, seolah tak ada hal lain yang harus disampaikan.
Rayna menatap layar ponselnya lebih lama. "Aku juga..."
"Sekarang malah makin sering mikirin kamu. Padahal kerjaan di cafe banyak."
"Berarti Ion kerja sambil senyum-senyum sendiri ya?" goda Rayna.
"Enggak juga," Rion menahan tawa, "paling kalo ada pelanggan nyebelin, Ion langsung bayangin muka kamu. Biar keselnya ilang."
"Kamu itu... cewek yang bisa bikin Ion selalu ngerasa tenang."
Rayna tak langsung membalas. Ia mengaduk mie-nya yang sudah tak lagi panas. Hanya aroma pedasnya yang sedikit kuat. Jika ia tak menghubungi Rion, mungkin ia akan menambahkan lagi bubuk cabai. Tapi belum sempat dilakukan, Rion sudah lebih dulu menasihatinya.
Di luar kamar, suara tawa Raya terdengar samar—sejak tadi belum juga selesai menonton salah satu drama Korea. Rayna menoleh ke arah pintu sebentar sebelum kembali fokus ke layar.
"Besok hari Minggu," ucap Rion sambil tersenyum.
"Tapi bukan jadwal kita ketemuan," lanjut Rayna sambil cemberut.
"Sabar ya, nanti Ion bakal ke sana ko pas Minggu berikutnya."
Rayna mengambil botol minum yang ada di sampingnya, menenggaknya hingga tersisa setengah.
"Minum air putihnya yang banyak," peringat Rion.
"Iya sayang."
"Jangan langsung tiduran, gak baik habis makan tidur," ucapnya lagi memberi peringatan.
"Iya sayang. Aku kan masih mau liatin kamu dari sini."
Rion tersenyum mendengarnya, dicintai oleh wanita seperti Rayna adalah keberuntungannya. Terutama karena ia mendapatkan cinta yang setara dan rasa yang sama.
"Kenapa?" tanya Rayna saat melihat Rion yang menatapnya terlalu serius.
"Gak ada, Ion beruntung karena Rayna mau jadi pacar Ion."
Rayna menatap layar, lalu memiringkan kepalanya sedikit. "Harusnya aku yang bilang itu ke kamu. Selama ini, kamu selalu terima aku apa adanya. Gak pernah sekali pun mau ngatur atau pun ngelarang kalo bukan hal yang baik buat aku."
"Ion cuma mau Rayna bahagia... dan tetep kaya sekarang."
Hening sebentar. Hanya suara hujan dan napas mereka yang terdengar. Tapi tak ada rasa canggung. Justru di keheningan itu, mereka merasa lebih dekat.
"Aku bahagia punya kamu, sayang," ucap Rion lirih.
Rayna memejamkan matanya sebentar. Mencoba menenangkan degup jantungnya yang tiba-tiba tidak karuan.
"Aku juga," balasnya, pelan.
Dan malam pun berlanjut. Tak peduli sejauh apa jarak diantara mereka, selama suara mereka masih bisa saling menyapa, cinta mereka akan tetap utuh—dalam diam, dalam rindu, dan dalam setiap hujan yang turun dengan pelan.
"Ray, tolong potongin batang lili ini dong, kamu lebih rapi potongnya," ujar Devi memberikan tangkai lili kemudian kembali menjaga kasir di depan.
"Bentar ya, ini lagi simpul terakhir," jawab Rayna tanpa menoleh, fokus menyelesaikan rangkaian bunga yang sedang dibuatnya.
Sementara itu, di meja yang sama, Lea sibuk membuat buket bunga bersama dengan Manda. Di hari Senin ini, mereka cukup sibuk dengan banyaknya pesanan.
"Eh, buket yang ini, sama yang lo buat dari orang yang sama kan Ray?" tanya Lea sambil melirik rangkaian Rayna.
"Katanya sih, buat permintaan maaf ke istrinya karena gak nepatin janji nganter ke salon," jawab Rayna sambil tersenyum samar. Menunjukkan kertas ucapan yang sudah ditulis oleh sang pemesan.
"Tapi di buket yang ini... dia nulisnya makasi karena udah mau nemenin di mall."
Refleks mereka saling bertatapan tanpa berkata-kata.
Rayna menyisir kasar rambutnya dengan tangan. "Gua... jadi ngerasa bersalah sama istrinya."
"Positif aja, mungkin satunya lagi buat orang tua atau adeknya," sahut Manda.
"Terlalu positif juga gak baik kak!" ucap Lea mencibir. Tapi kedua tangannya masih berusaha menyelesaikan pekerjaannya sampai akhir.
"Menurut kalian, Rion bisa selingkuh gak?" tanya Rayna memandang kedua temannya.
"Bisalah, apalagi kalian kan jauh!"
Rayna merengut kesal mendapat jawaban dari Lea. Jawaban Lea tidaklah salah, tapi Rayna juga tak ingin menelan faktanya.
"Selagi saling percaya mah ya santai aja Ray." kali ini Manda berbicara.
"Tapi... Rion agak beda, gua gak tau sih bedanya di mana... tapi gua rasa ada yang beda dari Rion."
"Beda gimana?"
"Ya gak kaya biasanya, jadi lebih beli komunikasinya. Padahal biasanya kalo kita gak ada topik rasanya masih ngalir aja."
"Contohnya kaya semalem, gua bikin mie instan kan, tapi dia gak marahin gua. Padahal biasanya dia marah, apalagi beberapa hari yang lalu juga gua udah makan mie instan."
"Mungkin dia lagi gak sadar," tebak Manda.
Mungkin saja. Tapi rasanya ada yang mengganjal. Rayna memang tidak membicarakan apa pun dengan Rion, tapi sebetulnya ia sedang memikirkan perubahan sikap Rion. Komunikasi mereka masih tetap baik, perbincangan mereka masih tetap hangat—tapi sesuatu terasa mengganggunya.
terus ortua mereka jg blm d jelasin ya kk ?