"Kamu bisa nggak jalan pake mata?!"
Tisya mengerang kesal saat bertabrakan dengan Den yang juga sama terkejutnya jujur aja, dia nggak ada niat sebelumnya buat nabrakin diri pada wanita di depannya itu.
"Biasanya saya jalan pakai kaki Bu. Ya maaf, tapi bukan cuma Bu Tisya aja yang jadi korban di sini, aku juga gitu." Den terus mengusap dadanya yang terhantam tubuh Tisya.
"Masa bodoh! Awas!" Tisya mengibaskan rambutnya ke samping.
"Khodam nya pasti Squidward bestinya Plankton tetangganya Hulk suhunya Angry bird! Galak banget jadi betina!" Keluh Den masih diam di tempat karena masih memungut tas kerjanya yang sempat terjatuh.
"Apa?? Ngomong sekali lagi, kamu ngatain aku apa???" Tisya berbalik memegang lengan Den.
"Ti-ati, nanti jatuh cinta. Nggak usah ngereog mulu kayak gitu kalo ketemu aku. Hipotermilove nanti lama-lama sama ku."
Den sudah pergi, Dan lihat.. Betina itu langsung ngowoh di tempatnya.
Hipotermilove? Apa itu?? Temukan jawabannya di sini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Adu mekanik
Dengan langkah terburu-buru, Tisya masuk ke dalam rumah mewah bapaknya. Ada satpam yang berjaga.. Den yang tadinya ikut grasak-grusuk ngintilin bininya jadi berhenti seketika.
"Pak, mau rokok?" Tanya Den mengambil rokok dan beserta koreknya dari balik kantong ajaib nya.
"Maturnuwun mas. Tapi, tidak usah.." Ujar pak satpam bilang tidak usah namun tetap mendekati majikannya.
"Santai aja. Tinggal sebiji kok, simpenin koreknya buat ku ya, pak."
Rokok Maknum yang baru berkurang satu langsung berpindah kepemilikan. Satpam tadi menatap punggung Den dengan perasaan haru, sebab ketika dia membuka bungkus rokok tersebut satu rokok yang hilang ternyata tergantikan dengan lintingan uang ratusan ribu. Ada tiga lembar!
Tangis itu terdengar ditahan. Dengan lengannya, pak satpam menyembunyikan wajahnya yang sekarang ini pasti sudah banjir air mata.
"Maaas! Maturnuwun sanget! Semoga Allah selalu melindungi setiap langkah mu mas." Ujar pak satpam tanpa didengar Den.
Bukan tanpa alasan Den melakukan hal itu, tersebab tadi pagi sebelum berangkat kerja.. Dia mendengar obrolan pak satpam dan pak tukang kebun yang sedang adu nasib. Pak sat bercerita kepada pak bun anaknya demam, dan dia belum punya uang untuk mengajak anaknya pergi berobat. Pak bun hanya bisa geleng kepala sambil ikut berseloroh jika di rumah, gas nya sudah habis dan dia pun sama.. Tak memiliki cukup uang untuk sekedar membeli gas elpiji. Jangan kan untuk meminjamkan uang pada pak sat, pak bun saja merasakan kesulitan ekonomi sekarang ini.
Lah, kan bos mereka kaya? Napa nggak ngebon aja? Jawabannya kalo mereka berani ngebon ke pak Jiwan, kisah Den yang ngasih uang ke pak sat dan pak bun secara diam-diam tak akan jadi cerita di episode ini!
"Den! Sini.."
Tisya mengajak Den masuk ke rumah karena ternyata suaminya itu malah mampir ke samping rumah untuk menghampiri pak bun yang lagi menata tanaman di sana.
"Iya." Jawab Den singkat.
Seperti yang dilakukan pak sat, pak bun juga berucap syukur dan berterimakasih pada Den dengan tahapan haru tak terhingga.
Di dalam rumah, ternyata sudah ada Pras, Tikar, seorang wanita yang mungkin berusia tiga puluhan tahun, dan kedua mertua Den. Den menarik nafas dalam. Dia melangkah maju.
Dari wajahnya, Den bisa tahu jika wanita yang ada di tengah-tengah mereka adalah orang yang lagi viral-viralnya. Orang yang mengaku dilecehkan dan diperas anunya oleh Den.. Duitnya lho duitnya yang diperas! Den mendadak kesal bukan main. Apalagi Tisya, dia sampai melotot dan bergerak mendekati si wanita yang berakting ketakutan di hadapan semua orang. Sebelum tangan Tisya mencapai rambut si wanita yang belum diketahui namanya siapa itu, Den sudah lebih dulu menarik pinggang istrinya.
"Sabar." Bisik Den pelan. Tisya mendengus kesal.
"Sudah datang rupanya mantu keluarga Tungga Pratama, mantu pilihan yang pasti merupakan kesayangan semua orang, ternyata tidak lebih dari penjahat kelamin!" Pras langsung gencar menyerang.
"Andai saja, gadis muda ini tidak bercerita padaku tentang kebejatanmu.. Selamanya kamu pasti akan menutupi kebusukanmu itu kan?" Dua kali Pras melontarkan serangan.
"Om jangan asal bicara ya, bisa aja semua itu fitnah?! Pa.. Papa percaya kan kalo Den nggak mungkin berbuat serendah itu?" Tisya yang tak terima jika Den diberondong hinaan seperti itu langsung berusaha pasang badan.
"Alah.. Dia hanya orang miskin yang naik kasta ketika menikah denganmu Sya. Bukankah sebelum menikah, dia hanya bawahan mu? Dan.. Sampah pasti akan kembali ke tempatnya! Lihatlah ulah suami yang kamu banggakan itu, memeras gadis selugu ini. Ya.. Aku tau kesulitan ekonomi memang akan menggerus akal sehat seseorang, tapi melecehkan wanita?? Hei.. Apa batang mu kurang asahan sampai harus menjelajah ke sana ke mari mencari lubang lain selain punya istri mu?" Pras menyindir Den dan Tisya bersamaan.
"Jaga ucapan anda. Jika anda bukan bagian dari keluarga istri saya, saya pastikan mulut anda sudah rata saya jadikan keset sepatu." Den tak terima Tisya diikut sertakan pada masalahnya.
Suasana di ruangan itu sungguh mencekam. Apalagi dengan isak tangis yang sesekali terdengar oleh telinga mereka. Siapa lagi kalo bukan si mbak mbak yang katanya diperes dan dilecehin itu.
"Bisa diem kan mbak? Apa sih yang sebenarnya mbak tangisi??" Bentak Tisya meradang.
"Kamu tanya dia menangis karena apa?? Apa kamu tidak membaca berita yang sedang booming Sya? Jangan karena membela suami kampungan mu ini, kamu jadi buta dan menutup mata tentang fakta yang ada Sya! Kamu dengar sendiri bagaimana suami mu itu merendahkan ku kan? Menyamakan mulutku seperti keset sepatunya, kurang ajar sekali! Orang tuanya pasti tidak pernah mendidiknya dengan benar!" Pras masih saja berusaha memprovokasi keadaan.
"Jangan bawa-bawa orang tua saya. Di sini urusan anda hanya dengan saya." Den sengaja bersikap formal karena tak merasa dekat dengan kerabat bininya yang satu ini.
"Pras, Den, Tisya.. Diam dulu. Dengarkan penjelasan mbak ini, setelah itu.. Den, kamu bisa bicara untuk membuktikan diri.. Apakah yang dituduhkan padamu itu benar atau hanya rekayasa semata." Jiwan menengahi perseteruan yang terjadi antara adik, anak dan menantunya.
Wanita itu memandang Pras, lalu dengan bibir gomblehnya dia mulai bercerita. Dibantu Tikar yang menyerahkan bukti jika Den pernah reservasi kamar hotel beberapa minggu yang lalu. Kemudian wanita tersebut juga menyebutkan nominal uang yang Den minta dengan menunjukkan hasil chat di WA pribadinya.
Den yang mulanya kesal kini malah tertawa. Ya, lelaki itu tertawa sebelum penjelasan si mbak yang malas banget othornya ngasih nama. itu berakhir.
"Kenapa Den? Kamu syok kan? Kami bisa tahu semua tentang mu. Bajingan memang kamu ini, untung saja kebusukanmu terungkap sekarang.. Jika tidak--"
"Jika tidak apa pak Pras yang terhormat? Bukti reservasi itu memang benar. Dan saya akui, saya memang memesan kamar di hotel itu di hari dan jam tersebut. Benar kan istriku tercinta?" Den segera memotong ucapan Pras. Memandang Tisya yang tersenyum membenarkan.
"Apa maksud mu?? Kenapa malah bertanya pada Tisya??" Urat di leher Pras udah muncul. Baik-baik kena stroke!
"Ya karena saya memesan kamar di sana dengan tujuan untuk mencetak anak bersama istri saya, pak Pras. Pak Pras tidak tahu istilah bulan madu? Honey moon? Baiklah saya jelaskan.. Pada tanggal tersebut, saya pergi ke hotel lebih dulu karena ingin menyalurkan benih premium saya kepada istri saya yang tercinta, kerja dengan kondisi tongkat berontak minta ditenangkan itu tidak menyenangkan sama sekali. Dan di sana, kami melakukan itu. Anda tahu, bahasa halusnya nges3ks."
Den mengeluarkan ponselnya, dia melempar ponsel itu di meja, di depan Pras. Di sana ada foto dirinya dan Tisya yang sedang berbaring nyaman berselimut karung tebal.. Eh selimut tebal. Di foto tersebut ada keterangan tanggal dan tepat dijepretnya gambar tersebut. Pras langsung gelagapan.
"Sayang hp mu Den, masa kamu banting-banting gitu."
Tisya bersemu mengingat pergulatannya di dalam kamar hotel setelah menemukan Den dan para Lowo Ireng berada. Saat para Lowo pergi, Den dan Tisya tak ingin menyia-nyiakan kesempatan bisa berduaan seperti itu, terjadilah tindakan coblos mencoblos. Den berperan sebagai dokter caboel kala itu.
"Kan bisa beli sama duit hasil meres anunya si mbak ini Ra, nanti tak beliin juga buat kamu. Mau?" Den terang-terangan menyindir Pras dan para pengikutnya.
"Ngomong yang bener! Meres anunya, meres anunya, ku peres juga anumu!! Maoo?!" Hardik Tisya sedikit terpancing.
"Aaw mau dong di peres.."
Kedua orang itu malah sibuk ngobrol sendiri, emak bapaknya Tisya sampai tepuk jidat dengan kelakuan anak serta mantunya yang kelewat kucluk! Bagaimana nggak kucluk, lagi dihadapkan sama masalah kayak gini aja sempet-sempetnya asik sendiri dengan tema meres-meresan!
'Ma.. Apa kita salah milih mantu?' Jiwan berucap lewat telepati ke arah Btari.
'Bukan kita yang pilih mantu pa, tapi.. Mama suka sama cara mantu kita buat Pras bungkam. Sesekali adik mu itu emang kudu dikasih pelajaran etika. Kurang ajar lho dia.' Balas Btari sambil manggut-manggut menirukan penduduk prindapan.
Yang nggak paham sama adegan emak bapaknya Tisya yang lagi ngobrol lewat telepati, liat aja sinetron-sinetron di tanah air Beta tercinta.. Tanpa membuka mulut, hanya saling bertatapan mata.. Namun mereka sudah bisa berkomunikasi saling mengungkapkan isi hati.
kadang diem aja pasti salah sih depan emak emak yang lagi kesel apalagi ini bumil pasti mood nya naik turun,
iku ngunu hp an mumpung nunut wifi 😂