Namanya Aruna Azzahra, gadis cantik dengan impian sederhana
Cintanya pada seorang pria yang ia pikir bisa membawanya hingga ke Jannah nyatanya harus ia kubur dalam-dalam
Aruna harus hidup dengan pria menyebalkan dan minim ilmu agama. Aksa Biru Hartawan nama yang bahkan tidak ingin didengar olehnya
Bagaimana Aruna menjalani hari-harinya menjadi istri seorang Biru? atau akankah cinta itu datang tanpa mereka ketahui
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon e_Saftri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DELAPAN
"Aruna tuh pake pelet apa sih, sampe pak Biru kayanya kesemsem gitu sama dia" ucap Indri salah seorang karyawan di divisi yang sama dengan Aruna
"Jangan sembarangan yaa Lo" ucap Anna tak terima
"Nggak usah ikut campur Lo"
"Lo pasti sirik kan? Karena pak Biru sukanya sama Aruna bukan elo " ucap Anna julit
"Siapa juga yang sirik sama cewek kaya Aruna, lagian kalau bukan karena main dukun pasti pak Biru nggak akan mau deket sama dia" balas Indri lagi
"Terus menurut Lo, pak Biru bakal suka gitu sama badut Ancol kayak lo gini" ledek Anna
Brak
Indri yang kesal sampai menggebrak meja yang berada dihadapannya "Maksud lo apa?"
Anna yang tak terima tentu saja melakukan hal yang sama "Lo juga maksudnya apa ngomong gitu tentang sahabat gue!"
"Udah deh, Aruna yang jalan sama pak Biru kenapa jadi kalian yang berantem" ucap karyawan yang lainnya mencoba menengahi
"Kasih tau tuh sama badut Ancol buat nggak ngomong sembarangan soal sahabat gue" Anna kembali duduk di kursinya
Jika kantor tengah panas dengan perdebatan antara Anna dan Indri, Biru dan Aruna tengah sibuk menikmati eskrim disebuah taman dengan menghadap ke arah danau yang berada didepan mereka
Aruna sengaja membawa Biru kesini karena melihat wajah kusut pria itu, Aruna membawanya kesini sambil ia traktir eskrim seperti sebelumnya. Karyawan biasa seperti Aruna memang hanya bisa membelikan eskrim namun entah kenapa Biru justru bahagia setelah ditraktir eskrim oleh gadis itu, bahkan jika dia mau dia bisa membeli pabrik eskrim itu sekalian
"Bapak sedang ada masalah?" Sejak tadi diam, Aruna akhirnya memberanikan diri bertanya. Dia sebenarnya mulai bosan karena sejak tadi keduanya hening
Biru menggeleng "Tidak ada" jawabnya tak ingin Aruna tau, ia mengajak Aruna hanya ingin menenangkan pikirannya karena sejak dirinya mengenal Aruna gadis ini mampu membuatnya lebih baik
"Pak, kadang kita butuh untuk bercerita. Mungkin kita nggak dapat solusi dengan menceritakan masalah kita sama orang tersebut. Tapi, dengan bercerita bisa sedikit mengurangi beban yang ada dihati kita pak" ucap Aruna lembut membuat hati Biru menghangat ia tak pernah diperlakukan seperti ini selama menjalin hubungan dengan Laura selama ini
"Orang tua saya ingin saya bertemu dengan wanita yang ingin mereka jodohkan dengan saya" ucap Biru tanpa menoleh, ia masih fokus menatap sebuah danau di hadapannya yang terlihat begitu tenang
"Orang tua bapak ingin bapak cepat menikah?"
"Iya, kata mereka usia saya sudah sangat tepat untuk menikah dan perjodohan ini sudah mereka atur saat saya masih diluar negeri" terang Biru membuat Aruna hanya mengangguk tanda mengerti
"Aruna, apa kamu mau ikut saya menemui orang tua saya?" Ucap Biru menatap penuh harap pada gadis cantik yang sejak tadi duduk disisinya
Uhuk.. uhuk
Ucapan Biru bahkan membuat Aruna tersedak eskrim vanilla yang sejak tadi ia nikmati
"Ke-kenapa harus saya pak?"
"Saya juga nggak tau Aruna, saya sendiri tidak tau harus berbuat apa. Saya tidak ingin menikah dengan wanita pilihan orang tua saya" Biru kembali fokus pada pemandangan dihadapannya
"Bapak sangat mencintai Bu Laura yaa?" Tanya Aruna hati-hati sekali dia takut membuat Biru tersinggung
Biru menghela nafas panjang, bagaimana memberi tahukan pada gadis ini kalau yang membuat Biru tidak ingin menerima perjodohan ini adalah dirinya. Bagaimana Biru mengutarakan cintanya saat dia sendiri tidak yakin akan hal tersebut
Awalnya Biru hanya sekedar tertarik dengan gadis manis yang ia temui saat pertama kali sampai di negara ini, sengaja Biru membuat Aruna bekerja dengannya agar gadis itu selalu dekat dengannya namun entah sejak kapan dirinya mulai menaruh hati pada Aruna yang selalu bisa membuatnya tersenyum
Kediaman Hartawan
Malam ini Biru dan kedua orang tuanya sudah siap hendak pergi menemui gadis yang akan dijodohkan dengannya
Wajah Biru begitu kusut, jas berwarna navy yang ia kenakan malam ini benar-benar membuatnya terlihat sempurna namun tak membuatnya bahagia
Sementara Sandi dan Faradina terlihat serasi dengan setelan jas dan gaun yang berwarna senada, wajah keduanya berbinar bahagia tanpa berpikir apa yang tengah dirasakan oleh sang putra
"Sudahlah Biru, papa yakin setelah pertemuan ini kamu sendiri yang akan memutuskan untuk segera menikah" ucap Sandi saat ketiganya sudah berada didalam mobil yang dikendarai Budi sang supir pribadi
Biru tak menjawab, pria itu benar-benar tak habis pikir dengan apa yang dilakukan oleh sang Papa yang menurutnya mengambil keputusan sepihak tanpa peduli akan perasaannya
Pukul delapan malam mereka tiba dikediaman keluarga dari wanita tersebut, mereka tiba tepat waktu didepan pintu sudah ada dua orang pria beda usia yang siap menyambut kedatangan keluarga Hartawan
Biru menatap kediaman sederhana dihadapannya, awalnya ia berpikir bahwa sang Papa akan menjodohkannya dengan wanita dari kalangan atas, yang mungkin adalah anak dari rekan bisnis Sandi namun melihat dari sederhananya rumah ini sepertinya Sandi berpikir hal yang lain dengan perjodohan ini
Ketiganya berjalan mendekati rumah, Budi membawa satu parcel buah sementara satunya berada ditangan Biru
"Assalamualaikum mas" sapa Sandi lalu menyalami pak Firman dan Raffi bergantian
"Walaikumsalam pak Sandi" jawab pak Firman
"Oh ya mas Firman, kenalkan ini Dina istri saya dan yang itu Biru anak saya" ucap Sandi menunjuk Faradina dan Biru bergantian
Faradina tersenyum sementara Biru hanya menatap pak Firman dan Raffi bergantian, dia memang tak bisa pura-pura tersenyum seperti yang biasa orang lain lakukan
"Ahh iya ini kenalkan anak sulung saya namanya Raffi dia kakanya Aruna" pak Firman juga mengenalkan Raffi pada Sandi dan keluarganya
"Mari masuk pak, buk!" Ajak Raffi, setelah perkenalan didepan rumah kini mereka duduk diruang tamu
"Oh yaa, ini ada sedikit bingkisan untuk keluarga mas Firman" ucap Sandi lalu meletakkan dua parcel buah diatas meja
"Terima kasih banyak pak Sandi, padahal tidak perlu repot begini" ucap pak Firman sungkan
"Ahh tidak masalah, maaf bingkisannya hanya seperti ini" keduanya tertawa sementara Biru menelisik setiap sudut rumah, tak ada foto apapun yang bisa ia lihat untuk membuat rasa penasarannya hilang akan wajah wanita yang selalu dibahas oleh Sandi
"Mana cewenya pa?" Bisik Biru pada Sandi yang duduk disisinya, dia memang duduk ditengah diapit oleh Sandi dan Faradina disisi kanan dan kiri
"Kamu sabar sebentar dong Biru!"