Rumah?
Ayra tidak memiliki rumah untuk benar-benar pulang. Rumah yang seharusnya menjadi pelukan hangat justru terasa seperti dinding-dinding dingin yang membelenggunya. Tempat yang semestinya menjadi surga perlindungan malah berubah menjadi neraka sunyi yang mengikis jiwanya.
Siapa sangka, rumah yang katanya tempat terbaik untuk pulang, justru menjadi penjara tanpa jeruji, tempat di mana harapan perlahan sekarat.
Nyatanya, rumah tidak selalu menjadi tempat ternyaman. Kadang, ia lebih mirip badai yang mencabik-cabik hati tanpa belas kasihan.
Ayra harus menanggung luka batin yang menganga, mentalnya hancur seperti kaca yang dihempas ke lantai, dan fisiknya terkikis habis, seakan angin menggempurnya tanpa ampun. Baginya, rumah bukan lagi tempat berteduh, melainkan medan perang di mana keadilan tak pernah berpihak, dan rumah adalah tangan tak terlihat yang paling kejam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @nyamm_113, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TATAPAN KEBENCIAN DARI KELUARGANYA
HAPPY READING
Ayra tersenyum menatap kamar barunya yang telah dia bersihkan, yang semula semua barang tidak beraturan dan penuh dengan debu kini gudang itu terlihat bersih walau masih terdapat barang yang tertumpuk di ujung ruangan.
“Mulai sekarang, gudang ini adalah kamar aku sampai... eum tidak menentu.”
Setelah mengganti seragamnya dengan pakaian rumahan, gadis itu menuju dapur untuk menyiapkan makanan untuk menyambut kepulangan Kaliyah.
Ayra sedikit bebas, sebab semua orang ada di rumah sakit termasuk Agista dan Kaisar. Dengan leluasa dia menguasai area dapur, memasak makanan yang selalu habis disantap oleh orang rumah.
“Masak kesukaan kak Kaliyah aja deh, eum... kari ayam, telur balado dan sup ayam.”
Ayra menatap isi kulkas besar itu dengan wajah berseri, melihat semua bahan masakan yang dibutuhkannya tersedia tanpa perlu keluar untuk berbelanja lagi.
Ayra mengeluarkan semua bahan yang dibutuhkannya, kemudian menatanya di atas meja party dan mulai meraciknya.
“Baiklah, mari kita mulai.”
Rumah sakit umum.
Di parkiran rumah sakit, keluarga Aledrick terlihat memasuki mobil masing-masing. Ada dua mobil, mobil pertama milik Syan yang diisi oleh Vynessa, Agista dan Kaisar. Kemudian mobil kedua adalah milik Rykar yang berisikan Maverick dan Kaliyah.
Dalam perjalanan menuju rumah mereka, adik kecil kedua laki-laki berparas tampan dan menawan itu sedari tadi mengoceh mengenai musibah yang menimpanya karena ulah dari Ayra.
“Abang udah ngasih hukuman kedia kan?” Tanya Kaliyah menatap Rykar yang duduk di kursi kemudi.
Rykar tersenyum tipis. “Sudah, kamu lebih baik berhenti mengoceh Kaliyah.”
“Isss, aku kan cuman tanya abang. Kenapa aku disuruh dia-,”
“Karena lo berisik Kaliyah, lo baru keluar dari rumah sakit. Bisa-bisa lo ngeluh pusing, sakit kepala dan bla bla bla. Endingnya, lo kita balikin ke rumah sakit lagi, mau?”
Kaliyah menggerutu kesal dengan ucapan Maverick yang sepertinya sangat suka melihat dirinya kembali ke rumah sakit.
“Kak Verick!!” Teriak Kaliyah di dekat telingah Maverick membuat laki-laki itu mendengus dan menutup kedua telinganya.
“Verick benar dek, kamu duduk tenang dan diam saja. Jika banyak bergerak bisa-bisa jahitan itu terbuka lagi.”
“Abang sama aja kayak kak Verick!”
Rykar dan Maverick saling melirik, sepertinya adik mereka tengah merajuk dan minta untuk dibujuk dengan penuh kelembutan.
“Baiklah, princessnya abang ingin sesuatu? Sebagai permintaan maaf abang.” Rykar selalu memanjakan Kaliyah bahkan selama dirinya tinggal terpisah dia rutin mengirimkan uang jajan yang nilainya membuat Kaliyah kegirangan.
Mendengar tawaran yang menggiurkan itu membuat Kaliyah yang semula duduk dengan kedua tangan dilipat di dadanya dan wajah murungnya, kembali berserih saat Rykar mengucapkan kalimat yang sangat disukainya.
“Benaran? Aku minta apa aja dikabulkan?”
Rykar mengangguk. “Tentu saja princess, sebutkan saja kamu ingin apa. Nanti abang akan mengabulkannya.”
“Oke, tapi nanti aja deh aku minta.” Kemudian tatapan Kaliyah melirik Maverick yang sibuk dengan ponselnya.
“Kak Verick ngak mau juga ngasih sesuatu buat aku?” Tanyanya.
“Dalam rangka apa?”
“Isss, ngak tahu ah! Gelap!”
Ketiga saudara itu begitu hangat dan terlihat tidak ada tembok dan sekat bagi ketiganya untuk bercengkrama penuh kehangatan. Mereka bertiga sedari kecil tumbuh dan besar bersama, saling mendukung dan saling melindungi satu sama lain.
Ingat, hanya ada mereka bertiga tanpa adanya Ayra di dalamnya. Anak bungsu yang sebenarnya adalah Ayra, anak itu juga berhak merasakan apa yang Kaliyah dapatkan sebagai anak bungsu selama ini.
&&&
Setelah menghabiskan waktu selama satu jam lebih untuk menyiapkan segala yang diperintahkan Agista, gadis cantik itu bernapas lega dan menatap puas makanan yang telah tersaji di atas meja makan.
“Harusnya mereka sudah tiba, atau jalanannya macet kah?”
Ayra memilih menunggu di depan pintu utama, duduk di salah satu kursi yang ada di teras rumah dengan pandangan yang sesekali menatap gerbang dan langit malam yang penuh dengan bintang.
Jari-jari kecil milik Ayra secara bergantian memijit kedua telapak tangannya, sedikit kasar karena terus bekerja yang berat tetapi tangannya tetap terlihat lentik dan cantik.
Selang beberapa menit menunggu, terlihat dua mobil mewah memasuki pekarangan rumah membuat gadis cantik itu berdiri cepat dan menunggu hingga semua keluarganya turun.
Ayra dapat melihat Kaliyah yang hendak keluar dari mobil namun terhenti dengan Maverick yang dengan sigap memapah adiknya, diikuti oleh Rykar, lalu Vynessa, dan kemudian Syan. Adegan tersebut membuat Ayra meringis dalam hati.
Orang tua dan kedua kakanya begitu perhatian kepada Kaliyah, kasih sayang mereka hanya untuk Kaliyah. Jujur saja, itu membuatnya iri.
“Ngapain kamu berdiri di sini?”
Ayra menatap Agista yang hendak masuk ke dalam rumah bersama Kaisar. “A-ku menunggu kalian.”
Agista menatap Ayra penuh kebencian. “Nunggu untuk mencelakai cucuku, Iya?”
“Tidak nyonya, ak-,”
“Sudah ma, lebih kita masuk.” Kaisar menggiring istrinya masuk setelah melihat Syan dan lainnya berjalan ke arah mereka.
Ayra masih berdiri menatap keluarganya yang baru saja tiba, anak itu melirik Kaliyah yang berjalan dituntun oleh Rykar dan Maverick.
Mereka berempat melewati Ayra begitu saja, tidak ada ucapan menyakitkan, yang ada hanya wajah dingin tanpa ekspresi dengan tatapan mata penuh kebencian yang Ayra lihat dari mereka.
Dia benar-benar seperti debu yang tidak terlihat oleh mereka, anak malang itu hanya menatap lirih punggung mereka.
&&&
Rykar menyelimuti Kaliyah hingga sebatas dada gadis itu, adiknya baru saja tertidur setelah makan malam beberapa menit lalu. Rykar mencium kening Kaliyah kemudian keluar dari kamar sang adik.
Rykar masuk ke dalam kamarnya yang berada di dekat kamar Maverick, si sulung itu kembali keluar kamar dengan gelas bening yang kosong ditangannya. Langkahnya membawanya ke lantai satu, menuju dapur.
Sebelum langkahnya masuk area dapur, pemilik mata tajam itu menangkap punggung kecil yang duduk lesehan di lantai seperti melakukan sesuatu hingga tidak menyadari kehadirannya.
Sedang apa dia di sana?
Rykar masih menatap tubuh kecil itu, jika dilihat pemilik tubuh itu sepertinya sedang makan sesuatu. Tetapi, Rykar sama sekali tidak menegur atau melanjutkan niatnya untuk mengganti gelas minumnya.
Hingga tubuh kecil itu tiba-tiba saja berbalik, mungkin karena menyadari sedang diperhatikan oleh seseorang.
“E-eh, abang.”
Rykar menetralkan wajahnya kembali dalam mode datar, tatapan tajam itu melihat ke lantai saat si pelaku sudah berdiri. Dia mendapati piring yang berisikan nasi putih tanpa lauk apapun.
“A-bang butuh sesuatu? Biar aku bantu ambilkan,” katanya dengan senyum kecil.
“Tidak, saya bisa sendiri.”
Ayar mengangguk saja, lalu memperhatikan Rykar yang ternyata mengambil gelas dan mengisinya dengan air minum lalu pergi dari sana tanpa mengatakan apapun lagi.
“Bang Rykar sejak kapan ya berdiri di sana tadi?”
Balik ke kamar Rykar.
“Apa dia sering seperti itu?”
Rykar menatap layar ponselnya, ternyata masih pukul sembilan malam. Pikirannya kembali pada Ayra saat tubuh kecil itu begitu lahap menikmati makan malamnya tanpa lauk apapun, kenapa juga memikirkan anak sial itu.
“Kendalikan diri mu Rykar.”
“Dia memang pantas hidup seperti itu.”
Syan dan Rykar sama saja, mereka terus menyangkal perasaan itu.
SEE YOU DI PART SELANJUTNYA
PAPPAYYYY👋👋
thor . . bantu dukung karya chat story ku ya " PUTRI KESAYANGAN RAJA MAFIA "