Rahasia Tersembunyi Sang Figuran

Masalah baru yang menimpa Calia berimbas dengan merenggangnya hubungan semua orang dari tim Calia, tidak ada lagi sapaan yang biasa menghiasi hari mereka, tidak ada lagi perbincangan hangat seperti sebelumnya yang mana mereka biasa berkumpul bersama dan bercanda.

Luis bahkan lebih sering menjauh dengan alasan membuat sketsa untuk tema baru mereka, menyendiri di dalam ruang kerja baru yang Ronan siapkan, berbicara sekedarnya terutama ketika berbicara pada Adele, termasuk tatapan Luis pada Adele yang tidak lagi seramah biasanya.

Meski Luis memiliki semua peralatan serta bahan cadangan yang bisa digunakan untuk tema baru mereka, hal itu tidak cukup untuk membuat keadaan membaik.

"Sudah cukup kerjanya,"

Ronan mengambil alih laptop di pangkuan sang istri, menyadari istrinya terus bekerja sepanjang waktu bahkan sampai malam menjelang.

"Kenapa kamu tetap bekerja bahkan ketika di dalam kamar?" protes Ronan.

"Ini sudah hari ketiga aku melihatmu seperti ini setiap kali aku pulang bekerja,"

"Aku hanya ingin membantu pekerjaan Bas. Selain berjalan di atas catwalk, apa lagi yang bisa ku lakukan? Aku juga ingin melakukan sesuatu," sahut Calia.

"Aku mengerti, tapi kamu tidak harus mengerjakan ini sampai malam," ucap Ronan.

"Minum ini!" lanjutnya kemudian sembari menyodorkan secangkir coklat panas.

"Beri aku waktu sedikit lagi untuk menyelesaikan pekerjaanku," pinta Calia.

"Tidak! Lanjutkan besok saja, ini sudah malam," jawab Ronan.

Calia mengerucutkan bibir, menerima coklat panas yang disodorkan dan membiarkan suaminya meletakkan laptop di meja yang berada beberapa langkah dari tempat tidur di mana dirinya berada sekarang, lalu kembali mendekat dan duduk di tepi tempat tidur.

"Apakah kamu masih memikirkan sikap Luis?" tanya Ronan.

"Bagaimana bisa tidak?" sambut Calia seraya menegakkan punggung.

"Aku yakin Adele tidak bersalah, tapi Luis bersikap seakan semua adalah kesalahan Adele,"

Ronan mendesah panjang, mengamati wajah istrinya yang selama beberapa hari sejak insiden ruang kerja Luis hancur selalu terlihat berpikir keras.

"Luis percaya Adele bukan pelakunya," ungkap Ronan.

Gerakan tangan Calia saat akan menyesap coklat panas di tangannya seketika terhenti di udara, mengunci pandangan pada suaminya.

"Tapi dia,,,"

"Luis bisa melihat ketulusan Adele bergabung bersama kita, dia percaya dengan semua yang Adele katakan dan dia adalah model profesional. Tapi, Luis perlu bersikap begitu untuk mencari tahu siapa pelaku sebenarnya dan kami sudah membahas hal ini," potong Ronan cepat.

"Kapan? Kenapa kamu tidak mengatakan apapun padaku?" protes Calia.

"Sehari setelah kekacauan terjadi, Adele juga tidak tahu dengan rencana ini," jawab Ronan.

"Lalu, kami yang kamu maksud?" tanya Calia.

"Aku, Sean, Luis dan Bas," jawab Ronan.

"Kamu membicarakan hal sepenting itu dengan mereka dan tidak mengajakku?" protes Calia lagi.

"Setidaknya dengan reaksi alami yang kamu berikan, orang yang kami curigai akan menganggap posisinya aman sampai sekarang," jawab Ronan santai.

"Menurutmu, siapa yang akan melakukan hal seperti ini?" lanjutnya bertanya.

"Aku mencurigai salah satu dari teman kita, dan itu atas perintah dari Max," jawab Calia.

"Julie atau Elma,"

"Cerdas." sambut Ronan mencubit gemas hidung istrinya.

"Kami juga memikirkan hal yang sama. Aku minta maaf karena tidak mengatakan hal ini sejak awal, tapi melihatmu selalu memikirkan Adele membuatku tidak bisa merahasiakan ini lebih lama lagi,"

"Selain itu, kami juga ingin menjaga perasaanmu. Biar bagaimanapun juga, mereka teman seprofesimu yang pernah berkerja di agensi yang sama denganmu,"

Calia menatap lekat wajah suaminya, merasakan untuk kesekian kali hatinya menghangat atas apa yang suaminya lakukan. Hatinya kembali merasakan cinta yang semakin bertambah seiring waktu. Ia bahkan sampai lupa bagaimana hubungan mereka bisa terjalin di awal.

"Apakah kamu merahasiakan sesuatu dariku, Ro?" tanya Calia tiba-tiba.

Entah mengapa Calia bertanya seperti itu. Tetapi benaknya selalu memikirkan satu hal yang selama ini ia rahasiakan dari suaminya. Tentang identitas aslinya.

"Ya, aku merahasiakan sesuatu. Hanya tidak bisa mengatakan hal itu sekarang," jawab Ronan tanpa ragu.

"Apakah itu tentang pekerjaanmu? Kamu bukan seorang kurir bukan?" tebak Calia.

"Kenapa kamu berpikir begitu?" sambut Ronan menaikan alis.

"Caramu bersikap, caramu berpikir, dan caramu dalam bertindak ketika menghadapi masalah, kamu lebih pantas menjadi seorang bos perusahaan besar, bukan seorang kurir," jawab Calia.

"Aku menyukai pujiannya, terima kasih," sahut Ronan tersenyum lebar.

"Ro,,, aku serius bertanya!"

Calia memekik gemas, melayangkan pukulan pada suaminya yang disambut dengan suara tawa tanpa perlawanan.

"Apakah kamu malu jika pekerjaanku hanya sebagai kurir?" tanya Ronan. "Jika projek 'Dream Fashion' ini sukses, kamu benar-benar akan menjadi model sesungguhnya, bukan lagi seorang figuran,"

"Kamu mengulang pertanyaan itu lagi," Calia cemberut, menyesap coklat panas miliknya tanpa memberikan jawaban.

Reaksi Calia membuat Ronan tertawa singkat, mengulurkan tangan untuk menahan cangkir di tangan istrinya, lalu menjauhkan cangkir itu dan ia letakkan di meja.

"Aku menunggu jawabannya, Cariño (sayang),"

Tatapan keduanya terkunci, menatap lekat ke ke kedalaman mata satu sama lain. Tak ada kata, hanya saling mendamba tanpa suara.

"Cariño (sayang),"

Panggilan itu kini berubah menjadi melodi indah dalam pendengaran Calia, panggilan yang menjadi kesukaannya tanpa rasa bosan untuk kembali ia dengar.

Tangan Ronan kembali terulur, menyentuh wajah Calia dengan senyum lembut yang membuat Calia terpesona untuk kesekian kalinya. Jiwanya seakan pergi meninggalkan raga, waktu seakan berjalan mundur hingga ia kembali ke waktu di mana mereka mengucap janji pernikahan di depan pemimpin umat dan saksi-saksi Tuhan.

"Aku mencintaimu,"

Tiba-tiba Ronan bergerak maju, menempelkan bibirnya di bibir Calia, wanita yang telah ia klaim sebagai miliknya.

. . . .

. . . .

To be continued...