Seorang pemuda tampan yang katanya paling sempurna, berkharisma, unggul dalam segala bidang, dan yang tanpa celah, diam-diam menyimpan sebuah rahasia besar dibalik indahnya.
Sinan bingung. Entah sejak kapan ia mulai terbiasa akan mimpi aneh yang terus menerus hadir. Datang dan melekat pada dirinya. Tetapi lama-kelamaan pertanyaan yang mengudara juga semakin menumpuk. "Mengapa mimpi ini ada." "Mengapa mimpi ini selalu hadir." "Mengapa mimpi ini datang tanpa akhir."
Namun dari banyaknya pertanyaan, ada satu yang paling dominan. Dan yang terus tertanam di benak. "Gadis misterius itu.. siapa."
Suatu pertanyaan yang ia pikir hanya akan berakhir sama. Tetapi kenyataan berkata lain, karena rupanya gadis misterius itu benar-benar ada. Malahan seolah dengan sengaja melemparkan dirinya pada Sinan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yotwoattack., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
A M BAB 35 - lukisan.
04.30— jam bergerak cepat. Bunyi-bunyi dari melodinya menggema pada indra pendengaran. Memberi sensasi tenang.
"Indahnya.. aku jadi mau nangis." Terpukau. Menatap penuh pada hasil gambaran si gadis. Tersenyum bangga. "Keren banget."
"Mau nangis mulu." Berkomentar. Lalu terkekeh. Bangkit dan berjalan menuju wastafel. Segera bebersih untuk pulang.
"Kalau suka ambil aja." Mendapati Sinan masih menyorot penuh si lukisan. Penuh kagum dan bangga. Memuja. Mungkin karena yang ia gambar adalah wujud mempesona dari pemuda itu sendiri.
"Mau.. tapi gamau." Terkekeh. Niatan dibenaknya jauh lebih menggiurkan. Memikirkannya saja bisa membuat salah tingkah. "Si ganteng ini cocoknya dipajang di rumah kamu deh kayaknya.. lebih bagus lagi kalau dikamar. Ini menurut pendapat aku-"
"Terus kalau gue bangun yang pertama gue liat itu elo, gitu." Menangkap apa yang ada di otak si pemuda. Akal bulus ampas. "Hadeh."
Terkekeh karena tertangkap basah. Lantas bantu membereskan keributan yang ada. Menggantung tas si gadis di sebelah pundak. Menggandeng Dinya dan meninggalkan ruangan terang-benderang tersebut.
Tap..
Tap..
"Kenapa cinta." Lembutnya. Menyadari si gadis yang sejak tadi curi-curi pandang. "Hayo apa, aku nungguin kamu ngomong nih daritadi. Masa kamu ngebiarin aku-"
"Gak." Terus berjalan. "Gue cuma heran kenapa lo malah nemenin gue sampai eskul selesai dan bukannya sibuk sama latihan."
Yang mendengar menaikkan sebelah alis. Melindungi Dinya agar tak terpapar langsung akan terik matahari dari jendela di sepanjang lorong. "Maksudnya gimana."
"Bukannya dari pertama kali kamu masuk aku emang udah nemenin kamu." Masih tak mengerti. Melanjutkan. "Kalau sepi aku masuk dan diem nemenin kamu, dan kalau lagi rame aku nungguin kamu di tangga."
"Gak." Menggeleng. "Bukan itu. Maksud gue.. bukannya lo ikut perlombaan, kenapa gak latihan. Malah repot-repot nungguin gue sampai selesai eskul kayak orang gabut."
"Aku pikir apa." Kata Sinan. Mengukir senyum manis dan berkata. "Aku batal ikut."
Langsung menghentikan langkah. Sedikit terkejut. Lantas berujar bingung. "Kok.."
Mendapati bagaimana si dia keheranan membuat Sinan jadi merasa bersalah. Sebelumnya ia berpikir bahwa tidak penting juga untuk dirinya memberitahukan hal itu.
"Aku pikir kamu gak perduli, kalau tau kamu bakal kaget mending langsung aku kasih tau aja. Maaf ya.." melirik pada sekitaran yang masih terdapat beberapa murid. Membawa si gadis untuk masuk ke dalam kelas kosong.
Mengarahkan Dinya agar duduk pada meja. Terkekeh karena merasa itu tidak membantu sedikitpun. "Kecil banget kamu."
"Lagian aku masih ngambek sama kepsek. Dia aja gak bener ngasih hukumannya, yakali aku mau ngegubris pas ditunjuk jadi perwakilan lagi. Hmph! Duh jadi sebel."
Terkekeh main-main. Menggulirkan tatapan lagi pada si gadis, langsung terkejut karena apa yang ada pada wajah cantik itu bukan raut datar seperti tadi. Melainkan cemberut.
"Hey.. sayangku kok cemberut." Menangkup kedua belah pipi chubby. Mengamati bagaimana gadis itu menampilkan raut tidak enak. "Kenapa.. gak ikut lomba satu kali gak bakal ngebuat ketampanan aku berkurang kok. Gak masalah cinta.."
"Masalah." Menyangkal. "Lilie bilang lo gak pernah absen ikut perlombaan, lo selalu kejer lompatan katanya. Pasti karena gu-"
Cup.
"Woi anjir lo ngapain?!!" Menjerit shock. Memegangi pipinya yang barusan dengan begitu ringan dikecup. "Wah nih orang.."
"S-sorry.." bergetar. Tak kuat menahan gemas. Menunduk dalam sambil mengigit bibir. Berusaha menyembunyikan seringai. "Lucunya. Lucunya. Lucunya. Lucunya.."
Butuh waktu lama untuk menguasai kendali lagi. Mengusap kasar rambut ke belakang, memegangi area depan dada. Jantung berdebar juga darah yang berdesir.
"Huh.. kamu bahaya." Melirik seseorang yang telah menjadi candu bagi dirinya.
Menyorot si dia dalam. Berkata prustasi. "Efeknya bahkan lebih kenceng dari alcohol, tau? Gimana aku gak kalang kabut, kendati kamu begini.. aku harus gimana nahannya."