"Killa, Astaghfirullahalazim. Kenapa rambut Lo jadi bondol gitu?" Pekik seorang wanita paruh baya berdaster lengkap dengan hijab instan yang menutupi rambut dua warna yang termakan usia, kala melihat cucu nya merubah drastis penampilan nya setelah di khianati kekasih nya yang terkenal alim di lingkungan rumah mereka, namun bisa menghamili sahabat nya sendiri dengan dalil khilaf.
Gadis cantik berambut pixy cut dengan warna merah maroon itu hanya menampilkan cengiran yang lagi-lagi membuat wanita membuat wanita paruh baya itu beristighfar bahkan nyaris pingsan, mana kala melihat sikap gadis bernama Syakilla Humairah yang terkenal santun dan lemah lembut itu berubah 360° menjadi tomboy dan bar bar, ketika dengan santai nya gadis berusia dua puluh tahun itu berucap "Emang Killa pengen kaya gini dari dulu, Mak!"
Apakah Syakilla sengaja merubah penampilan nya karena sakit hati, atau memang sejak dulu Syakilla memang ingin kembali menjadi diri nya sendiri?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Choco 33, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Ganti nama aja
"Dasar nggak punya malu. Tau laki udah punya calon bini masih aja mepetin laki orang!"
Celoteh Juwita kembali terdengar saat Aku baru saja mengeluarkan motor kesayangan ku dari dalam rumah Mak Aminah.
Aku pun mengabaikan ocehan tak bermutu wanita yang setiap hari kerjaan nya cuma nongkrong di depan teras rumah orang tua nya itu dari pagi sampe malam itu alias pengangguran.
"Dasar muka tembok, di omongin malah cuek bebek!" Ucap nya yang lagi-lagi tak ku tanggapi, karena menurutku apa pun yang di ucapkan nya dan masuk kedalam telinga kanan ku langsung bablas keluar dari telinga kiri ku, jadi buat apa Aku abaikan ucapan perawan tua yang tahun lalu batal menikah dengan kekasih nya karena kekasih nya memutuskan Juwita akibat perilaku Juwita yang minus kuadrat.
"Heh, udik!"
Pluk
Sebuah batu kecil tiba-tiba saja mengenai punggung ku saat Aku akan mulai menyapu pekarangan rumah Mak Aminah, yang rupa nya sengaja di lemparkan Juwita kepada ku.
Tak mau ambil pusing dengan Juwita, Aku pun lebih memilih melanjutkan pekerjaan ku menyapu pekarangan rumah Mak Aminah dan mengabaikan Juwita yang menyimpan amarah nya kepada ku.
Masa masih pagi udah harus ngomel ngeladenin perempuan modelan Juwita sih, bikin nguras emosi aja. Jadi mending di cuekin aja nanti juga Dia cape sendiri. Itulah yang selalu Aku terapkan kalau berhadapan dengan Juwita, kalau baru bangun tidur.
Tapi kalau kelakuan nya udah di luar nurul, baru lah kita sikat balikin ocehan nggak mutu nya Juwidah alias Si Juwita julid, hehehe.
"Dasar pelakor Lo!"
Pluk
Kali ini sebuah kantung plastik kecil namun berisikan sampah dengan sengaja di lemparkan Juwita kepada ku, hingga membuat ku pun menarik nafas pelan sebelum akhirnya menatap tajam Juwita yang tersenyum meremehkan ku.
"Apa Lo?" Tantangnya dengan mata melotot plus senyum mengejek.
Tak mau merusak mood pagi ku di kamis ceria ini, Aku pun memutuskan untuk kembali menyapu pekarangan rumah ku dan kembali mengabaikan Juwita.
Apalagi jam baru menunjukkan pukul 6 pagi, udara disekitar masih segar cuma pemandangan dari sebelah rumah Mak Aminah aja yang selalu sumpek di pandang karena penampakan Juwita.
"Wah, gini nih calon mantu idaman. Pagi-pagi udah nyapu" Celoteh Bu Asih tetangga sebelah kiri rumah Mak Aminah.
"Sayang aja si Hafidz masih bocah. Kalau aja si Hafidz udah gede, Ibu minta ke Emak Kamu Killa buat jadi mantu Ibu, hahaha" Ujar Bu Asih yang ternyata membuat Juwita kepanasan sendiri.
"Killa tungguin dah Bu, palingan lima belas tahun lagi, hahaha" Ucap balik ku yang di balas gelak tawa Bu Asih.
"Hahaha. Mending Ibu DP in calon anak Kamu, dari pada Kamu nungguin Hafidz lima belas tahun lagi, Killa" Ujar Bu Asih membalas ucapku.
"Etdah. Jodoh aje masih di bawa si hilal udah mau DP anak aja sama, Killa". Tawa Bu Asih kembali terdengar karena ucapan balasan ku.
"Jodoh nggak ada yang tau Killa. Kali aja tau tau ntar ada laki yang baru mutusin pacar nya terus langsung ngelamar Kamu, secara sekarang kan Kamu udah single lagi, hehehe"
"Ini enak nya di Aamiin aja dulu kali ya Bu" Tawa Bu Asih kembali terdengar.
"Heleh, mana ada lelaki waras yang mau sama cewek modelan di Syakilla!" Bu Asih melihat kearah Juwita yang tiba-tiba saja ikut nimbrung obrolan Aku dan Bu Asih
"Lah, berarti selama lima tahun ini Si Faisal nggak waras dong. Secara kan tuh laki udah ngejar cinta si Killa dari Killa sekolah" Aku hanya bisa menampilkan cengiran karena ucapan balik Bu Asih kepada Juwita.
"Orang Syakilla nya pake susuk biar Si Faisal demen sama Dia!" Balas Juwita tak terima.
"Heh Juwi, semua orang juga tau kalau Syakilla tuh cakep, susuk juga minder kali sama cakep nya Syakilla!"
Lah lah lah, suasana udah makin panas nih. Kenapa malah jadi Bu Asih juga Juwita yang malah saling lempar ocehan. Nggak bener ini mah, kudu harus di pisahin.
"Eeeh, bisa panjang nih ntar" Gumam Ku lalu menghampiri Bu Asih yang rumahnya hanya berbatasan pagar setinggi pinggang ku.
"Udeh bikin sarapan belum Bu?. Hafidz sekolah pagi kan Bu?" Ujarku mendekati Bu Asih yang sudah bersiap adu ocehan dengan Juwita di pagi hari ini.
Bu Asih menganggukkan kepala nya seolah menjawab rentetan pertanyaan ku.
"Yang waras ngalah Bu" Bisikku yang justru membuat Bu Asih tertawa setuju, dan akhirnya Aku dan Bu Asih pun saling mengucapkan kata pamit masuk kembali kedalam rumah untuk memulai aktifitas Kami selanjutnya dan mengabaikan keberadaan Juwita yang kesal.
"Dasar cewek sok cakep!"
Lah lah lah, baru juga Aku keluar pintu rumah Mak Aminah, udah di sembur ocehan nggak jelas Juwita lagi.
Punya tetangga modelan kaya gini kok justru bikin Aku tuh makin semangat ngumpulin pahala di akherat nanti, dengan terus menerus mengabaikan ocehan nggak bermutu Juwita.
"Udah numpang sama nenek nggak tau diri, mending nenek nya masih sehat ini udah bau tanah yang sama nggak tau diri pula!".
Cukup!.
Sabarku nyata nya sudah habis dan Aku rasa sudah cukup Juwita terus menerus mengatai ku tak jelas dan kini Dia mengina Mak Aminah, nenek yang paling berharga yang ku miliki saat ini.
"Diem Lo kampret!"
Brugh
Aku melemparkan kantung sampah yang sengaja di buang Juwita ke pekarangan rumah ku tepat mengenai wajah Juwita.
"Lo boleh menghina, fitnah juga ngatain Gue semau bacot Lo Julidah. Tapi kalau Lo udah berani ngatain Emak Gue, Gue bikin habis Lo!" Bentak ku menghampiri Juwita.
Srek
Aku pun langsung menarik kerah depan kaus yang di pakai Juwita. Juwita yang terkejut akan aksi tiba-tiba ku itu sontak saja langsung kaget tak percaya.
"Sekali lagi Lo hina Nenek Gue, Gue laporin Lo ke polisi, biar nginep Lo di hotel prodeo!" Ancam ku lalu melepaskan kasar kaus Juwita dan mendorong tubuh kurus yang kalau ku tantang duel pasti udah ngompol duluan padahal baru Aku kasih kuda kuda pencak silat.
"Mending Lo ganti nama Lo jadi Juhita, udah pantes Lo kaya hewan Juhi. Kalau Juhi kaki nya banyak, kalau Lo nyinyiran nya yang banyak!" Ujar ku yang lalu menstarter motor ku untuk sebelum Aku ajak beraktifitas hari ini.
"Maka nye Lo kerja Juhi, jadi otak Lo tuh fresh nggak beku macem es batu yang kalau cair meleber kalau nggak lo taruh di wadah. Sama tuh kaya otak Lo yang beku kalau meleleh nggak Li taruh di nampan, meleber kemana-mana makanya kerjaan Lo cuma julid aja sama orang!" Ucapku sarkas, masa bodo dengan beberapa orang yang tengah berlalu lalang berjalan di depan rumah Kami, toh mereka juga lebih hafal dengan sikap juga perilaku Juwita selama ini.
"Yang harus nya malu dan di bilang nggak tau diri tuh Elo sendiri Juhi!"
"Udeh dua puluh tahun lebih masih nganggur, masih minta jajan sama orang tua, mana males nggak mau bantuin orang tua lagi!,"
"Masih mendingan Gue jauh. Biar kata Gue numpang sama Nenek Gue, Gue udeh kerja, kuliah biaya sendiri, dan Gue nggak pernah minta duit jajan sama Nenek Gue!"
Nah kan Aku kata juga apa, nggak usah mancing mancing emosi ku pagi-pagi, habis kan si Juhita eh salah Juwita kena semburan ocehan dari Ku di pagi menjelang jam setengah delapan ini.
"Sombong!" Teriak Juwita kesal.
"Lah wajar dong Gue sombong. Gue lebih hebat juga lebih cakep dari Elo, maka nya Elo syirik sama Gue!" Ucapku tak kalah kencang hingga membuat Bu Asih juga Mak Aminah dan beberapa tetangga yang sempat berhenti untuk mendengarkan pertengkaran kami pun berteriak "Betul" atas ucapan ku yang secara langsung memuji diriku sendiri.
Dan pada akhir nya Juwita pun masuk kedalam rumah orang tua nya dengan di iringi oleh sorakan kami semua.
################################
Jangan lupa bantu like juga komen nya ya ...
See you next bab
apa namanya Syakila