Dua Tahun Setelah Menikah

Ansel segera pulang begitu dia menerima kabar tentang tuan Bryan yang jatuh, lalu tidak sadarkan diri. Kakak Rania itu melajukan kendaraannya ke rumah sakit, dimana tuan Bryan saat ini sedang mendaptkan perawatan.

"Bunda." panggil Ansel, begitu melihat nyonya Alana yang duduk menunggu tuan Bryan yang masih dalam ruangan tindakan.

"Apa yang terjadi?" tanya Ansel sambil menggenggam tangan nyonya Alana.

"Maafkan Bunda." jawab nyonya Alana.

"Kenapa Bunda yang harus minta maaf?" tanya Ansel tidak mengerti.

"Bunda terbawa emosi. Bunda kelepasan bicara, papa kamu tidak kuat menerimanya." jawab nyonya Alana menjelaskan.

Ansel meraih wanita yang melahirkan dan merawatnya itu ke dalam pelukannya. Dia memang bukan dari benih nyonya Alana, tapi wanita itu yang mengadungnya selama sembilan bulan. Nyonya Alana yang melahirkannya ke dunia ini. Dan nyonya Alana juga yang merawatnya hingga seperti saat ini.

Kesedihan nyonya Alana, akan menjadi kesedihan Ansel. Kemarahan nyonya Alana, akan menjadi kemarahan Ansel. Begitulah selama ini ikatan antara mereka. Saling mendukung, dan saling menguatkan.

"Apa yang Bunda sampaikan pada papa?" tanya Ansel.

"Semuanya Kak. Termasuk...."

"Termasuk apa?" tanya Ansel,sambil mengurai pelukannya. Karena nyonya Alana tidak juga melanjutkan kalimatnya.

"Termasuk hasil tes DNA papa kamu dan Alexa." jawab nyonya Alana.

"Hasilnya sudah keluar?" tanya Ansel. Nyonya Alana mengangguk, lalu dia menatap penuh pada Ansel.

Dia tidak tahu jika Rahadi orang yang menyumbangkan spermanya untuk membuahi sel telur Naura. Pihak laboratorium merahasiakan semua ini pada nyonya Alana atas permintaan Rahadi.

Flash back

Nyonya Alana dan Ansel baru saja selesai menjelaskan pada Rania tentang status gadis itu yang bersaudara dengan Ansel. Setelahnya tidak ada lagi yang bicara. Semua sibuk dengan pikiran masing-masing.

Mbok Asih yang melihat nyonya Alana duduk sendiri mendekati wanita itu. Ada yang harus mereka bicarakan. Sudah sejak satu tahun yang lalu mbok Asih ingin memberitahu nyonya Alana. Namun dia tidak tahu dimana keberadaan sahabat Naura itu.

Pucuk di cinta, ulam pun tiba. Mbok Asih dipertemukan kembali dengan nyonya Alana, sebelum dia mencari sahabat anak majikannya. Dan sekarang adalah waktu yang tepat untuk menceritakan semuanya agar tidak ada lagi rahasia yang dia simpan.

"Non, ada yang ingin mbok sampaikan." ucap mbok Asih.

"Katakan saja Mbok." balas nyonya Alana.

"Atas nama Den Rahadi, Mbok minta maaf." ucap mbok Asih.

Nyonya Alana menatap mbok Asih dalam, perasaannya jadi tidak nyaman. Apa ada rahasia lainya lagi, sampai-sampai mbok Asih meminta maaf. Dugaan nyonya Alana tidak salah, setelah mbok Asih kembali bicara.

"Den Ansel itu sebenarnya...." Mbok Asih ragu untuk melanjutkan ucapannya. Tapi sebuah kebenaran harus diungkapkan.

"Jangan ragu, sampaikan saja Mbok. Ansel sebenarnya apa?" ucap nyonya Alana agar mbok Asih melanjutkan ucapanya.

"Den Ansel itu..., putra non Naura dan den Rahadi."

DUAR! Nyonya Alana rasanya ingin apa yang disampaikan mbok Asih itu hanyalah mimpi buruk. Tapi wanita tua itu hampir tidak pernah berbohong. Apa lagi menyangkut hal penting seperti ini.

Nyonya Alana pun meminta mbok Asih menjelaskan semuanya, apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu. Lalu mengalir lah penjelasan dari mulut mbok Asih. Dia menyampaikan bahwa tuan Bryan itu bukan ayah Ansel dan juga bukan ayah Alexa, karena tidak bisa memiliki keturunan.

Berdasarkan penjelasan dari mbok Asih, nyonya Alana diam-diam melakukan tes DNA tuan Bryan dan Ansel. Hasilnya seperti yang mbok Asih sampaikan. Lalu dia menguji hubungan suaminya dengan Alexa. Lagi-lagi, hasilnya sama seperti yang mbok Asih sampaikan. Suaminya bukan ayah dari kedua anak itu.

Siapa ayah Alexa?

Flash back off.

"Apa ada yang ingin Bunda sampaikan lagi pada Ansel?" tanya Ansel setelah menatap ada sesuatu yang disembunyikan bundanya itu.

"Papa kamu...."

Belum selesai nyonya Alana bicara, pintu tempat tuan Bryan mendapatkan tindakan terbuka. Nyonya Alana dan Ansel segera berdiri. Dari sudut ruangan, Alexa berlari ikut mendekat. Sejak tadi dia berada di rumah sakit. Namun tidak ingin mendekat pada nyonya Alana dan Ansel. Alexa tidak percaya dengan ucapan nyonya Alana yang menyatakan dia bukan anak dari tuan Bryan.

"Bagaimana keadaan suami saya Dok?" tanya nyonya Alana.

"Tuan Bryan terkena serangan jantung ringan. Untuk saat ini kondisinya belum stabil. Agar cepat pulih, usahakan untuk tidak membicarakan hal-hal yang bisa memicu serangan kembali terjadi." jawab dokter tersebut.

"Ini semua karena Bunda yang asal bicara!" ucap Alexa menyalahkan nyonya Alana.

"Diam kamu Alexa, kalau tidak mengerti apa-apa. Kamulah yang selama ini selalu membuat masalah." sahut Ansel kesal. Berani-beraninya wanita itu menyalahkan bundanya.

Ansel senang mengetahui bahwa dia dan Alexa tidak bersaudara. Sejak dulu dia tidak merasa ada ikatan dengan wanita itu.

***

Tidak berselang lama setelah Ansel pulang, Aryan juga pamit pada Harsa. Tidak lupa dia menemui Rania, untuk melihat kondisi adiknya itu. Setelah itu Aryan pamit pada Rania dan mbok Asih. Dia harus segera pulang ke kediamannya. Cinta sedang hamil. Aryan tidak bisa terlalu lama meninggalkan istrinya itu sendirian di rumah.

Yang tersisa saat ini hanya Harsa. Sementara dua orang yang berniat jahat pada Rania sudah di bawa ke kantor polisi oleh anggota komandan Haris. Aryan meminta asistennya yang mengurus laporan kejahatan atas dua orang tersebut.

Haris menutup rapat pagar rumah Rania setelah dia membawa masuk mobilnya kedalam perkarangan kediaman Rania. Di rumah depan yang disewa Ansel, ada beberapa orang-orang Ansel dan Aryan yang berjaga.

Seharusnya sudah cukup mereka saja yang menjaga Rania dan mbok Asih. Tapi Harsa tetap merasa khawatir dengan keadaan Rania. Tidak ada laki-laki di rumah itu. Hanya Rania dan mbok Asih yang sudah sepuh. Mengingat itu, Harsa memutuskan untuk menginap. Rania butuh ditemani.

Niat Harsa sebelumnya hanya ingin menjenguk Rania, kebetulan dia habis makan malam yang tidak jauh dari kediaman Rania. Selain itu Harsa ingin minta maaf karena tidak bisa menemani Rania saat sidang putusan cerai kemarin. Tapi siapa sangka, malam ini dia justru dihadapkan dengan kejadian luar biasa.

Pergi ke kamar Rania, sahabat adiknya itu masih terjaga. Ditemani mbok Asih yang tidak berani meninggalkan Rania seorang diri. Mbok Asih takut anak asuhnya itu kembali jatuh tidak sadarkan diri. Karena seperti itulah Rania di masa lalu. Dia bisa tidak sadarkan diri berkali-kali setelah mendengar suara ledakan, terutama suara tembakan.

Untuk saat ini kondisi Rania sudah jauh lebih baik setelah dia mendapatkan perawatan dari Haris. Namun sebagai orang tua, mbok Asih tetap saja tidak tenang meninggalkan Rania sendirian.

"Mbok istirahat saja di kamar. Biar Harsa yang temani Ara." ucap Harsa.

Harsa tidak tega membiarkan mbok Asih yang menemani Rania. Di usianya yang tidak muda lagi, mbok Asih harusnya pensiun dan hidup dengan tenang. Tidak lagi mengasuh dan menemani Rania. Tapi mau bagaimana lagi. Dia tidak punya anak dan saudara. Justru Rania satu-satunya keluarga yang mbok Asih miliki saat ini.

Mbok Asih mengangguk. Kalau Harsa dan Aryan yang menjaga Rania, dia percaya. Mereka akan benar-benar menjaga putri majikannya itu dengan baik. Jika Winda dan Karla, mbok Asih akan melarangnya. Bukan menemani untuk istirahat, sepanjang malam mereka bisa tidak tidur sampai pagi. Pada akhirnya, mbok Asih juga yang mereka repotkan.

"Pintunya di buka saja Mbok." ucap Harsa ketika mbok Asih akan menutup pintu kamar Rania.

Mbok Asih tersenyum, dia lupa kebiasaan Harsa yang tidak ingin pintunya tertutup jika hanya berdua Rania. Itulah mengapa mbok Asih percaya pada Harsa, meski tidak punya hubungan darah dengan Rania seperti Aryan.

"Tidurlah!" ucap Harsa setelah mbok Asih meninggalkan mereka berdua.

Harsa bicara sambil menanggalkan kemejanya, menyisahkan kaos oblong. Setelah itu dia duduk di samping Rania yang sudah berbaring.

"Belum bisa tidur Bang." jawab Rania.

"Masih suka teringat kejadian itu?" tanya Harsa. Rania mengangguk.

Harsa naik ke tempat tidur. Dia ikut berbaring, lalu menarik Rania masuk ke dalam pelukannya. Mengusap sayang kepala Rania agar wanitanya itu bisa tidur dengan tenang.

Ini bukan kali pertama Harsa menemani Rania dalam kondisi seperti ini. Dia adalah orang pertama yang Rania cari selain ayah Rahadi setelah peristiwa yang mengerikan itu terjadi. Peristiwa dimana ibu Naura akhirnya kehilangan nyawanya.

...☆☆☆...