menceritakan seorang anak bernama Alfin dirinya selalu di benci bahkan menjadi bahan olok-olokan keluarganya karena dirinya tidak terlalu pintar akhirnya dirinya berjuang mengungkapkan potensinya hingga dirinya menjadi seorang pengusaha kaya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ATAKOTA_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ketegangan 2
Tuut!..
Satu panggilan tak terjawab.
Tuut!..
Dua panggilan tak terjawab.
Mendengar telfonnya berdering dengan sigap Azkara mengangkat telfonnya.
"Ya dengan azkara disini," ucap azkara di meja kerjanya.
"Bos maafkan kami bos," ucap ketua kelompok suruhannya itu.
"Haah, apa maksudmu, meminta maaf? emang apa yang telah terjadi?" panik azkara.
"Bos kami sebelumnya hampir menemukan Alfin dan Doni bos,"
"I-ya terus," balas azkara dengan bersemangat.
"Pada pukul 08:50 di jembatan kota medan, mereka berdua tiba-tiba di sekap di depan mata kami bos. Masalahnya dalam pengejaran, yang kami lakukan, terhalangi setelah mobil kami di tembaki oleh pihak kepolisian bos," ucap anak buahnya lirih.
"Astaga kedua putra ku telah culik!" gumam azkara panik mematung sejenak.
"Bos dan..,"
"Agh... Kenapa bisa seperti ini, kau harusnya bisa membawa mereka berdua kembali kepada ku? kenapa seperti ini jadinya!" Geram azkara.
"Maaf bos, maka dari itu kami terpaksa harus membongkar semua rencana kita pada pihak kepolisian bos. Buruknya lagi nama bos dan juga istri bos terlibat di dalam kasus ini. Kami terpaksa harus mengatakannya demi melindungi tim kami dari tindak pidana bos," balas anak buahnya terlihat dengan kaki tangan yang terikat di dalam ruangan isolasi oleh pihak kepolisian.
Prak!
Suara bantingan leptot pecah di atas lantai.
"Kenapa seperti ini jadinya," gumam azkara panik menyandarkan kedua sikunya diatas meja, seraya memegangi kepalanya dengan kedua tangan. Saking stress nya dengan situasi itu.
"Sebentar lagi bos mu itu, akan di bekuk Oleh pihak kepolisian. sekarang kami memerlukan kesaksian dari kalian semua, siapakah kalian sebenarnya? dan apa motiv kalian melakukan pengejaran itu?" tanya anggota polwan itu seraya membanting berkas yang berisi bukti-bukti pencarian mereka dan beberapa bukti kuat mengenai kasus penculikan anak baru-baru ini yang mereka miliki.
"Haah, sepertinya tidak ada pilihan lain ya," Keluh ketua kelompok tersebut seraya menundukkan kepalanya.
"Apa maksud mu mengeluh seperti itu?" tanya polwan itu.
"Sebenarnya...?"
Wiu!...Wiu!...Wiu!...Wiu
Suara sirene mobil kepolisian terparkir tepat di depan perumahan azkara.
"Astaga pak, kenapa saya harus di ringkus seperti ini! apa kesalahan saya pak!," panik ibu berusaha memberontak saat dirinya di tahan oleh pihak kepolisian.
"Ibu-ibu lepaskan ibuku," teriak Agus histeris berusaha melepaskan ibunya dari penangkapan.
"Astaghfirullah, apa yang sebenarnya terjadi pada keluarga azkara? mengapa ada banyak mobil kepolisian terparkir di depan rumahnya.," panik pak Anton saat melihat ringan-ringan mobil kepolisian di depan perumahan azkara.
"Suara kebisingan apa itu bi," balas umi dan Rin yang masih menggunakan mukenah, keluar dari rumahnya untuk mengetahui asal suara itu.
"Umi, Rin. Abi harap kalian tetap tenang, tidak tidak ada solusi di dunia ini, selain doa dan tindakan yang bisa membantu keluarga mereka. Kita tetap Lanjutkan ibadah demi bisa men-doakan yang terbaik untuk keluarga mereka," gelisah pak Anton terukir jelas dari raut wajahnya.
"Seperti itulah kejadiannya Mbak," pengakuan ketua kelompok tersebut.
Seketika pihak kepolisian panik setelah mendapati informasi penting dari ke 4 orang yang mencurigakan ini, yang mana banyaknya data-data mereka dapatkan. Akan sangat membantu penyelidikan pihak kepolisian dalam memecahkan kasus ini.
"Buatkan laporan segera ke mabes polri, ada informasi penting yang harus kita sampaikan," ucap polwan itu kepada rekannya.
"Mbak, kami bisa membantu pihak kepolisian dalam memecahkan kasus ini. Asalkan setelah kasus ini terpecahkan, anda harus berjanji membebaskan kami dan membersihkan semua nama kami yang terlibat dalam kasus ini," ucap ketua anggota kelompok tersebut dengan raut wajah serius.
Setelah mendapati informasi penting, pihak kepolisian mulai bergerak, dengan melakukan patroli di berbagai sudut kota Medan. Bahkan malam itu juga mereka mengeledah rumah yang dicurigai sebagai TKP pertama pelaku penculikan itu. yang mana di dapati, di dalam rumah itu ada banyak di temukan barang-barang milik Alfin dan Doni yang menandakan mereka pernah tinggal di sana.
...****************...
Di malam yang semakin larut, kelompok penculik itu sengaja melakukan perayaan besar-besaran, dengan berpesta porra sebagian Dari mereka juga banyak meminum-minuman keras, karena sebelumnya telah mendapatkan penghasilan tertinggi pada tahun ini akibat tingginya penjualan mereka.
"Hahaha, Rian. Tidak ada ruginya aku bekerja sama dengan mu Rian, kau selalu saja memberikanku ke untungan yang sangat besar. Lihat angka ini, semuanya merupakan notasi pembayaran konsumen kita. Mulai dari negara-negara Asia bahkan Eropa terus meningkat. Kalau seperti ini, aku harus memberikan bonus yang besar kepada dirimu," tawa terbahak-bahak penadah itu seraya memberikan tawaran kepada Rian.
Bang Rian yang mendapati dirinya diberikan tawaran yang menjanjikan oleh rekannya tertawa terbahak-bahak, seraya membulatkan kedua matanya dengan senyuman sumringah seperti orang gila mengatakan. "Kalau boleh aku memilih, aku ingin sekali bisa bermain tangkap-tangkap dengan domba mu yang imut itu, kau Taukan apa maksudku," ucap bang Rian seraya menyipitkan matanya.
"Hahaha kalau seperti itu keinginan mu, kalian lepaskan ikatkan anak-anak dan bawa mereka semua ke sini," titahnya kepada anak buahnya.
Dengan sigap anak buahnya mendekati sel itu seraya mengatakan. "Oi bangun kalian," gertak sekelompok pria dewasa dengan topeng diwajahnya datang untuk mengeluarkan mereka dari sana.
Anak-anak dan remaja yang mengetahui nasib mereka akan berakhir malam ini, mulai menangis terisak-isak termasuk Alfin yang sudah sangat pasrah dengan semua ini.
"Fin jangan nangis ya, semuanya akan selalu baik-baik saja Fin percaya deh sama kakak," rintih Doni seraya memejamkan matanya yang sudah sangat pasrah.
"I-ya kak, Alfin percaya kok sama kakak," Balas Alfin gemeletuk tersenyum karena mungkin itu untuk terakhir kalinya.
"Bang lepasin kami bang, tolong bang," teriak mereka semua sejadi-jadinya saat sekumpulan orang dewasa bertopeng itu masuk dan membuka semua ikatan yang melilit tubuh mereka, seraya berkata. "Kalian Biasa diam ngak! kalau kalian masih saja berisik, ku libas juga kalian semua," Gertak pria bertopeng itu seraya hendak mencabut parang dari sarungnya.
Mendapati ancam itu, mereka semua terdiam saat ikatan di tubuh mereka mulai dilepaskan, dengan sigap masing-masing anak sengaja menutupi mulutnya dengan kedua tangan seraya berkumpul di sudut sel, saking takutnya dengan peria bertopeng itu. Terukir jelas raut wajah mereka yang pucat, disertai keringat mulai membasahi sekujur tubuh mereka. Saking takutnya menatap pria mata pria itu.
Karena merasa kesal, peria bertopeng itu mulai bertindak kasar, dengan menyeret satu persatu kaki anak-anak menuju Tanah lapang. yang terlihat Disana telah menunggu sekumpulan orang-orang dewasa yang tidak lain merupakan petinggi kelompok tersebut dengan formasi melingkar, mengelilingi api unggun di tengah tanah lapang itu untuk menonton pertunjukan apa yang akan terjadi nantinya.
Satu persatu Setiap anak yang diseret, untuk jejer kan dalam beberapa barisan. Serta dengan paksaan mereka harus mengenakan kostum kambing di sekujur tubuh mereka, yang telah di tanami cip, untuk melacak keberadaan mereka di dalam hutan nantinya. Bahkan bagi mereka yang berani melawan tidak segan-segan diancam dengan parang oleh pria bertopeng itu.
"Berlutut kalian semua," gertak pria bertopeng itu kepada setiap anak termasuk Alfin dan Doni.
Dengan gemetaran, mereka semua bungkam seraya mengikuti setiap perintah peria bertopeng itu. Terlihat rasa takut, tangisan, dan kepasrahan terukir jelas dari raut wajah mereka semua. Saking takutnya dengan nasib mereka semua setelah ini.
"Hahaha luar biasa, domba-domba ku yang imut," tawa bang Rian seraya mencengkram setiap mulut anak-anak yang ada di hadapannya.
Mereka semua, tidak berani bersuara hanya bisa menangis dengan menutupi kedua mulut mereka dengan kedua tangan. Dikuti dengan getaran hebat di sekujur tubuh mereka saking takutnya dengan situasi itu.
"Jangan nangis lah, malam ini kita baru saja akan bersenang-senang," ucap bang Rian kepada sekumpulan anak-anak itu. " Hah jangan gitu dong setelah ini Kalian boleh pergi dari sini, dengan syarat kalian harus pergi dengan kostum yang kalian kenakan itu," senyuman sumringah Rian kepada setiap anak.
"Ya Allah, lindungilah kami semua dari dari segala perlakuan buruk dan ancaman ya Allah hamba mohon kepada MU jauhkan kami dari segala musibah hingga marabahaya," gumam Alfin seraya meneteskan air mata.
Dengan ragu-ragu mereka semua menganggukkan kepalanya, meskipun tubuh mereka bergetar hebat saat menatap senyuman gila pria itu.
"Kalau begitu kalian boleh dari sini, pergi cepat pergi," teriak bang Rian kepada mereka semua.
Dengan sigap setia anak berlari sekuat tenaga, dengan kostum kambing yang masih mereka kenakan. Bahkan pada saat mereka berusaha melarikan diri, banyak sebagian anak-anak yang yang sangat takut dengan kegelapan hutan di hadapannya, dengan memilih tetap menangis sejadi-jadinya di pinggir lapangan itu.
"Fin ayo lari sekuat tenaga Fin," teriak Doni seraya mengulurkan tangannya.
Alfin dengan tertatih-tatih berlari sekuat tenaga untuk menggapai tangan kakaknya. "I-ya kak," balas Alfin menggenggam erat tangan kakaknya.
"Ayo terus Fin, jangan sampai kita tertangkap lagi," teriak Doni berlari sekuat tenaga untuk memasuki hutan yang lebat di hadapannya.
"Tapi kak, banyak sekali anak-anak yang tertinggal di belakang, kak kasian sekali mereka kak," tangisan Alfin saat menoleh ke belakang.
"Terus saja berlari Fin, jangan sampai berhenti nanti kita tertangkap," teriak kak Doni yang lebih menghawatirkan adiknya dari pada siapapun.
Mereka semua dengan sekuat tenaga berusaha melarikan diri dari sana, kebanyakan dari mereka hanya bersembunyi di bawah rindangnya pohon, karena tidak menemukan jalan apapun untuk dilalui. Karena saking gelapnya malam itu, Bahkan sebagian lagi banyak yang tidak mengindahkan apapun yang ada di hadapannya. Hingga dengan cara apapun mereka tetap berusaha melalui setiap Medan yang ada di hadapannya, hingga banyak meninggalkan tetesan darah akibat seringnya menginjak berbagai jenis duri dan batu runcing di tengah lebatnya hutan itu.
Berbeda dengan alfin dan Doni, setiap langkah yang mereka ambil di tengah kegelapan hutan, selalu saja telapak kaki mereka merasa seolah-olah melalui jalan setapak yang entah mengarahkan mereka sampai kemana.
"Hahaha luar biasa, domba-domba ku telah melarikan diri. Dimana senjata api, kapak dan tas yang kau janjikan itu," tawa bang Rian seraya mengulurkan tangannya untuk menerima beberapa senjata yang akan digunakan untuk menangkap setiap anak-anak yang berlari tengah gelapnya hutan.
Alhamdulillah di tempat tinggal ku org2x nya ndak spt ini.