Wulan Riyanti merebut suami adiknya lantaran dia diceraikan sang suami karena terlalu banyak menghamburkan uang perusahaan. Tia sebagai adik tidak tahu bahwa di balik sikap baik sang kakak ternyata ada niat buruk yaitu merebut suami Tia.
Tia tidak terima dan mengadukan semua pada kedua orangtuanya, akan tetapi alangkah terkejutnya Tia, karena dia bukan saudara seayah dengan Wulan. Orang tua Ita lebih membela Wulan dan mengijinkan Wulan menjadi istri kedua Ridho-suami Tia.
Rasa sakit dan kecewa Tia telan sendiri hingga akhirnya Tia memutuskan untuk bercerai dan hidup mandiri di luar kota. Suatu kebetulan dalam kesendiriannya Tia bertemu dengan sang mantan suami Wulan yang bernama Hans. Bagaimana kisah Cinta Tia dan Hans selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aryani Ningrum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Ridho sangat geram dengan sikap Wulan. Terakhir kali dia mendapat laporan keuangan dari sang manager keuangan, bahwa telah ditarik uang sejumlah lima puluh juta atas nama Ridho Setiawan melalui bank CIH.
"Wulan, siapa yang akan membayar tagihan rumah sakit ini jika saldo kau habiskan semua, hah?" hardik Ridho dengan nada keras hingga membuat orang di sekitarnya menoleh ke arah dua orang itu.
"Mas! Pelankan suaramu! Aku masih bawa uang cash sisa kemarin," sahut Wulan malu dengan teriakan Ridho. Semua orang berbisik sambil melihat ke arah mereka.
"Ya sudah, tunggu apa lagi? Segera bayar tagihan itu dan secepatnya kita pulang!" teriak Ridho dengan wajah yang sudah memerah.
Wulan segera mengeluarkan uang cash sejumlah tagihan yang diminta oleh pihak rumah sakit. Wulan menahan malu saat dua orang saling berbisik mengolok Wulan dan Ridho.
"Diih, ogah aku punya suami seperti itu. Hanya karena uang dia tega mempermalukan istrinya sendiri di tempat umum," ucap ibu-ibu berbaju merah.
"Eh, jangan salah. Mungkin saja lelaki itu emosi karena dia kesal dengan istrinya itu. Lagian, siapa sih yang tidak marah melihat saldo kartu kreditnya habis tanpa sepengetahuan dirinya. Kalau aku sudah aku tinggal istri macam itu!" sahut ibu yang berbaju biru setengah berbisik sambil matanya melirik ke arah Wulan.
Wulan yang kesal karena dipermalukan selama perjalanan pulang hanya diam. Sebagai istri dia merasa tidak dihargai. Pikirnya, masalah uang bisa cari lagi, toh seorang direktur, pasti banyak uangnya.
Ridho tidak menggubris apa yang dilakukan oleh Wulan, mau dia marah atau merajuk, Ridho sudah tidak peduli. Dalam satu waktu hatinya sudah dibuat kesal. Pertama, kandungan istrinya tidak ada janinnya, dan yang kedua saldo rekeningnya habis terkuras hanya untuk bisa senang -senang dengan teman sosialitanya.
Mobil Ridho sudah sampai di halaman parkir rumah. Wulan turun dan membanting pintu mobil dengan keras. Dengan menghentakkan kaki, Wulan masuk ke dalam rumah.
"Wulan, kau kenapa? Ada denganmu? Pulang-pulang bukannya bahagia habis lihat calon bayi, kok malah muka ditekuk begini?" tanya Meri-ibu kandung Wulan.
Bukannya menjawab pertanyaan sang ibu, Wulan melengos dan meninggalkan ibunya begitu saja. Meri tidak tinggal diam, pasti ada yang membuat Wulan marah seperti itu.
"Nak, Ridho. Ada apa dengan Wulan? Mama harap kamu lebih bersabar karena dia sedang hamil anak kalian, wajar dia mood nya naik kadang turun. Pasti bawaan bayi kalian," ucap Meri menghambat Ridho yang baru saja masuk ke dalam rumah.
Suasana hati Ridho yang buruk, membuat Ridho semakin emosi mendengar perkataan Meri.
"Hamil? Bawaan bayi? Asal mama tahu, di dalam perut Wulan tidak ada bayinya. Hanya kantung rahim yang kosong tidak ada janinnya. Apa mama puaas ...! Silakan tanyakan semua ini kepadanya. Apa yang dia lakukan selama ini, mengapa dia tidak mau jujur kalau dia mengeluh sakit!" seru Ridho dengan nada suara naik 5 oktaf.
Meri tersentak tidak percaya dengan sikap Ridho yang berani membentaknya. Tidak biasanya Ridho seperti. Berita tentang tidak adanya bayi di dalam kandungan Wulan membuat Meri semakin terpukul.
"Tidak mungkin! Kau pasti salah, Ridho. Tidak mungkin di dalam kandungan Wulan tidak ada bayinya. Kau pasti salah!" sanggah Meri yang tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
"Ma, tanyakan sendiri pada anakmu itu! Becus tidak dia menjadi ibu!" bentak Ridho lagi.
Tiba-tiba jantung Meri terasa sakit napasnya memburu. Dadanya terasa sesak dan tubuhnya pun akhirnya limbung dan jatuh ke tanah.