Kalista langsung jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Julio, kakak dari sahabatnya yang merupakan seorang CEO muda. Selain memiliki ketampanan dan kerupawanan, Julio juga memiliki karakter yang sangat baik, penyayang dan tidak suka memandang rendah seseorang. Kalista jatuh hati padanya, terutama pada ketampanannya, maka bagaimanapun jalan yang harus ditempuh, Kalista akan mengejar Julio.
Ketampanan dia tidak boleh disia-siakan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Candradimuka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29.
Kalista melotot. "Kepo!"
Jawaban yang membuat pukulan Sergio mendarat di kepalanya. Tentu saja, pelan dan tidak menyakitkan walau menyebalkan.
Sergio beralih ke meja Julio yang pura-pura sibuk mengamati pasar saham.
"Aku udah ketemu tamu dari litbang tadi." Sergio meletakkan map di meja Julio, hasil dari pertemuan tadi. "Emang kamu sibuk ngapain tadi sampe enggak sempet? Perasaan di kantor doang."
Julio sejujurnya sedang merasa bersalah tapi enggan menganggap dirinya berbuat salah. Perasaan Julio pada Kalista jelas sudah berubah sejak ciuman kemarin dan diperjelas oleh kejadian hari ini.
Masalahnya, itu pasti sulit bagi Sergio. Julio juga sangat percaya diri berkata ia menganggap Kalista adiknya, dulu, namun justru ia mengkhianati ucapannya sendiri.
"Lagi enggak mood," jawab Julio datar. Pada akhirnya cuma bisa berpura-pura dan berbohong.
"Sangat profesional yah alesan Anda." Sergio berbalik, kembali ke meja Kalista. "And you, why you're smiling like that?"
Kalista yang tak bisa menahan bibirnya tersenyum-senyum langsung menjulurkan lidah. "Bukan urusan lo."
Sergio menarik hidung Kalista. "Buruan makan. Itu sandwich kiriman Kak Cassie. Katanya dibikin Latifah buat lo."
"Serius?" Kalista langsung memyambar kotak makanan itu, menemukan sandwich kesukaannya dan hafal bentuk buatan Latifah, pembantu muda di kediaman Oma.
Saat Kalista memakan sandwich di sana, Sergio juga ikut mengambilnya. Pemuda itu duduk di meja Kalista, menghadap padanya dalam posisi yang kemarin wajar tapi hari ini tidak wajar bagi Julio.
Tatapan Julio tertuju pada Kalista ketika gadis itu sibuk mengajak Sergio bicara mengenai rasa sandwich.
"Latifah lupa lagi masukin mayones," kata Kalista mengomentari.
"Sandwich roti pake keju empat lapis tuh udah bikin mau muntah, apalagi nambah mayones, bego."
"Tapi gue sukanya itu, bego! Terserah gue dong maunya empat lapis keju kek, tambah bawang putih kek, pake paprika kek, suka-suka gue!"
Sergio tertawa mencubit pipi Kalista. "Gue bikinin pake bawang putih makan beneran ya lo."
"Sandwich lo tuh paling enggak enak yang pernah gue makan! Lebih enggak enak dari bikinan Mama!"
"Ehem."
Julio tidak tahu bahwa ia bisa secemburu ini. Padahal biasanya ia tak mengganggu dan bahkan jadi support system bagi mereka, tapi ia berdehem semata agar mereka berhenti bicara berdua.
"Kamu enggak ngasih aku juga, Kalista?" tanyanya asal.
"Mau, Kak?"
"Mau." Mau dia sih, kalau bisa.
"Yaudah—"
Sergio menahan Kalista beranjak. "Biar gue." Ganti dia yang berdiri mengantarkan kotak bekal Kalista kepada Julio. "Here."
Ini tidak terlalu menyenangkan, Julio rasa. Rasa bersalah karena Sergio masih mengira Kalista adalah pacarnya ... dan rasa cemburu karena Sergio bisa terang-terangan menunjukkan itu.
*
Kalista langsung berdiri dan membereskan sisa-sisa makan siangnya, sekaligus melipat selimut yang sejak tadi ia pakai. Kalista lantas beranjak ke toilet pribadi Julio, karena sejak tadi ia menahan pipis gara-gara gugup.
Untuk berbagai hal.
Begitu Kalista keluar, Julio sudah nangkring di mejanya.
"Aku minta jadwal Kak Julio ke Megan jadi aku tau habis ini Kak Julio mesti keluar."
"I know." Julio menarik Kalista di antara kakinya, memeluk pinggang gadis itu. "Cuma aku perlu nanya dulu."
Kalista ikut mengalungkan lengannya ke leher Julio. Sebenarnya sih ia tidak masalah yah kalau Julio tidak kerja, soalnya Kalista lebih suka itu. Tapi dia harus pergi karena dia adalah bos dan bos adalah top tier orang paling sibuk.
"Sergio cerita ke aku soal pertama kali kalian jadian."
"Aku sama Sergio tuh enggak pernah—"
"Buat bikin Om Rahadyan kesel?"
Aha, Kalista lupa itu. Benar juga, yah. Saat itu ia dan Sergio resmi jadian, tapi kemudian Kalista lupa lantaran Agas hadir di hidupnya.
"Kalista, Sergio tergila-gila sama kamu mungkin dari sejak waktu itu."
Kalista mengerucutkan bibir. "Terus?"
"Dia bakal terus ngejar kamu sampe dia dapet kamu." Julio membelai pipi Kalista dengan punggung jemarinya. "Tapi sekarang aku enggak bakal biarin itu."
Kalista membulatkan mata. Tubuhnya merapat pada Julio dan tersenyum-senyum padanya. "Ceritanya Kakak cemburu?"
"No."
"Ish."
Julio terkekeh. Mencium bibir Kalista sekilas sebelum mengubahnya jadi pelukan erat.
Terus terang, Julio tak tahu. Perubahan hubungan mereka terlalu tiba-tiba dan Julio merasa sulit memahami perasaannya. Tapi setidaknya itu benar bahwa Julio tidak lagi mendukung Sergio mendapatkan Kalista.
*
Malam ini Rahadyan dan Bu Direktur—maksudnya Bu Wakil Rektor bertemu di sebuah bar tempat mereka sering bertemu. Ohyajelas itu bukan tempat yang mencerminkan hawa nafsu manusia tapi itu memang tempat untuk orang dewasa menikmati satu dua gelas minuman keras.
Bu Wakil Rektor—atau mungkin sebaiknya menyebut dia Bu Winnie (dibaca Wi-ne) saja—sudah menenggak dua gelas tequila saat Rahadyan duduk di sampingnya.
"Kalista curhat ke saya," Bu Winnie menoleh, "katanya kamu nyiksa dia pake baju yang dia enggak suka."
Rahadyan mengangkat tangan pada bartender sebagai isyarat minuman yang biasa dia pesan. "Saya juga mau curhat ke Ibu kalo anak gadis saya itu bikin bapaknya yang super ganteng ini ngucapin kalimat kotor biar dia enggak nangis."
"As always kamu sama Kalista emang cocok."
Rahadyan malah tertawa bangga. "Anak emang harus mirip bapaknya dong, Bu."
"Itu bukan pujian."
"I'll take it as a compliment," ucap Rahadyan seenaknya. "Anyway, kamu udah bujukin Kalista kuliah? Dia udah terlalu lama magang, Bu."
"Yap." Bu Winnie menerima gelas ketiganya. "Kalista enggak mau."
"Bu, bahkan neneknya nenek saya di kuburan juga tau kalo Kalista bakal dengerin Ibu kalo Ibu yang bujukin."
"Oke, tapi neneknya nenek saya ngajarin saya buat enggak maksa pendapat saya ke orang lain, even itu anak kecil."
Rahadyan melongo. "Kamu kenal neneknya nenek kamu? Wow, as expected from Bu Direktur."
Mari abaikan kesintingan dia.
"Gini aja, Rahadyan, kalau tahun depan atau tahun depannya lagi Kalista nyesel sama pilihannya, dia bisa masuk kuliah kapan aja. But... kalau dia bahagia sama pilihannya dan fokus sama itu, ya biarin aja."
"Biarin aja dia godain cowok?!"
"Terus kenapa kamu enggak jodohin Kalista aja?" Bu Winnie menopang dagu. "Anak kamu mau nikah, yaudah biarin aja. Kalau dia bilang dia mau jadi astronot, kamu mungkin bakal biarin tapi kenapa enggak boleh nikah?"
"Because ...." Rahadyan terlihat punya alasan yang sangat panjang tapi sulit dia katakan.
"Kamu khawatir kalau laki-laki yang masuk ke hidupnya itu breng-sek? Itu wajar tapi kayaknya sekalipun ada pendeta deketin anak kamu, kamu juga bakal nganggep dia penjahat kelamin."
"Ya because it's fvcking true!" [Ya soalnya itu kenyataan!]
Bu Winnie geleng-geleng, memang tidak bisa menandingi sikap kekanakan Rahadyan terhadap Kalista.
"Look, Rahadyan, mungkin nikah enggak seburuk itu buat anak kamu. Enggak semua orang jalan hidupnya sama dan ... to be honest, enggak menikah itu cukup menyedihkan."
*
aaaahhhh sedihnya akuu
knpa harus yg terakhir ini😥😥😪😪
gmna nanti klanjutannya
ganas juga julio kalau dikasurrrr ya
biar uppp😊😃😁😂
plissssss up lagiiii
gmna reaksi sergiooooo😭😭😭😢