"Jika kamu hamil, bawa benih itu dan anggap aku tidak pernah memberikannya!"
Aruna meninggalkan pernikahannya dengan Tuan Muda Pertama dari Keluarga McLane, menjalani kehidupan sendirian, Aruna menemukan takdir baru bersama anak di kandungannya, tapi kenapa sang Tuan Muda malah seperti kehilangan pijakan hidupnya.
-
Aruna sudah melupakan laki-laki ini, tapi kenapa dia malah dihadapkan dengan dia sekali lagi.
"Aruna, anak yang bersamamu, siapakah dia?" —Rowan
"Aku kira kau tidak punya waktu untuk lebih peduli kepada orang lain, Tuan Muda!" —Nuna
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ridz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 18 | Burung Disangkar Emas
...Bab ini sangat panjang hampir 2000 kata jadi selamat membaca, jangan lupa like ;)...
"Kamu sudah siap?" tanya Rowan kepada Aruna. Aruna yang mendengar pernyataan itu hanya mengangguk dan berjalan mengikuti Rowan keluar dari rumah sakit.
Rowan tidak perlu berlama-lama di rumah sakit, karena kondisi kesehatannya yang memang tidak separah itu, hari ini juga Rowan dan Aruna akan tinggal serumah sesuai dengan perjanjian yang berlangsung diantara mereka berdua.
"Tuan Muda, mobil sudah siapkan, silahkan masuk, saya akan mengantar anda ke tempat tujuan," ujar Ho membukakan pintu untuk Rowan.
"Sebaiknya kita langsung pulang saja, Aiden juga sudah tidur, masuk duluan saja Aruna," jelas Rowan kepada Aruna—Aruna berjalan masuk ke dalam mobil itu menggendong Aiden sedangkan Rowan masih diluar untuk berbicara dengan Ho.
Rowan berbisik sesuatu kepada Ho, Aruna tidak terlalu memikirkan itu karena hari ini dia sudah sangat lelah, setelah berbicara sebentar, Rowan kemudian masuk menyusul Aruna.
"Maaf membuatmu menunggu, apakah dia masih tidur?" tanya Rowan melirik Aiden.
Aruna mengangguk—Ho lekas masuk ke dalam mobil, lebih tepatnya di kursi penumpang itu mengemudi mobil tersebut, tidak ada pembicaraan khusus diantara mereka bertiga, setelah beberapa menit dalam perjalanan kini Rowan dan Aruna sudah tiba di rumah tempat Rowan dan Aruna akan tinggal bersama.
"Anggap saja rumah sendiri, maaf aku tidak tahu rumah ini akan sesuai denganmu atau tidak, tapi aku berusaha meminta Ho mencari yang sesuai dengan dirimu."
Aruna tidak menjawab apapun lagi, dia berjalan masuk ke dalam rumah itu. "Ho, kau boleh pergi sekarang dan Aruna aku akan mengantarmu ke kamarmu bersama Aiden."
"Jujur saja Rowan, menurutku rumah ini terlalu besar untuk kita berdua, aku harap kau dapat menjual rumah ini setelah urusan kita selesai."
Sontak Rowan menunduk, ia tersenyum dan berjalan ke arah Aruna, mengambil Aiden untuk dia gendong. "Jangan memikirkan itu sekarang, tidak bisa kita nikmati apa yang sedang kita jalani sekarang, Nuna?"
Aruna tidak menjawab lagi sekarang, dia berjalan mengekor Rowan yang sudah lebih dulu berjalan di depannya, sesampainya di lantai dua rumah itu, Aruna mendapati Rowan berhenti di depan pintu sebuah kamar, dan disebelahnya ada pintu lain sehingga kamar itu saling bersebelahan.
"Kau dan Aiden akan tidur di kamar ini sedangkan aku di kamar sebelahnya, akun tahu tidak mungkin kan kita tidur sekamar, kecuali kau ingin menjadi teman sekamar ku," jelas Rowan membuka pintu kamar Aruna. "Kau juga tahu kan kalau lain adalah my ideal roomates."
"Tidak akan, sekalipun itu dalam mimpimu, okay?" jawab Aruna berjalan masuk ke dalam kamar itu.
Kamar dengan ranjang king size, sofa, lemari dan meja rias, dinding yang di warnai biru muda serta jendela besar yang menghadap ke kolam berenang.
"Tapi tunggu! Kenapa ada pintu lain lagi diantara kamar kita?" tanya Aruna kepada Rowan.
Rowan terkekeh, dia menidurkan Aiden ke ranjang dan berjalan ke hadapan Aruna. "Itu hanya alternatif kecil, pintu itu terhubung diantara kita berdua jadi tidak apa-apakan."
"Aku rasa kau mengerti tentang apa yang disebut privasi, kan?"
Rowan menatap Aruna dengan mengeluarkan puppy eyes-nya membuat Aruna menghela napas panjang. "Jangan menggodaku seperti itu, serahkan kunci utama dan cadangan dari pintu itu kepadaku."
"Untuk apa?"
"Karena kau tidak akan pernah membutuhkan hal itu!" jelas Aruna kepada Rowan. Rowan menarik napas panjang kemudian menyerahkan kunci itu kepada Aruna. "Sekarang kau, Puas?"
"Yah, dan keluarlah, aku butuh istirahat hatiku sudah cukup melelahkan hari ini."
"Yah, istirahatlah, hari sudah sore, aku akan menemuimu saat makan malam, selamat istirahat Nuna," jawab Rowan mengusap puncak kepala Aruna kemudian meninggalkan Aruna berjalan keluar dari kamar itu.
Sesampainya diluar, Rowan mengeluarkan ponselnya dan mendapati banyak pesan dari Ho disana.
[Tuan Muda, Kakek—Tuan Muda sudah tiba di kediaman Tuan Besar, bisakah kita berangkat sekarang, saya sudah menunggu Tuan di depan rumah]
Rowan menghela napas, dia melirik pintu kamar Aruna kemudian berjalan menjauh dari sana, ia meraih jasnya, memakainya dan keluar dari rumah.
Di depan rumah, sudah ada Ho dan mobil yang stay menunggunya, Rowan segera masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi belakang.
"Kita berangkat sekarang?" tanya Ho.
Rowan mengangguk. "Setelah mengantarku, kau bisa menyiapkan makan malam untuk Nuna nanti, tinggalkan note kalau aku akan pulang larut malam ini."
"Perasaan anda tidak karuan hari ini, Tuan Muda, apakah pertemuan keluarga ini akan menganggu anda?"
"Hari seperti ini akan segera tiba, mau tidak mau aku harus menghadapi kakekku."
"Nona Joel, wanita yang akan menikah kontrak dengan anda berdasarkan pilihan dari kakek anda juga akan datang."
"Aku tahu."
"Bagaimana dengan Nona Aruna?" tanya Ho.
Rowan mengusap napas panjang. "Andai saja aku bisa memiliki satu alasan saja untuk Nuna bisa terus bersamaku, Ho."
"Bisa saja."
"Maksudmu?" Rowan mengangkat alis dan menatap tajam Ho. "Jelaskan dengan benar."
Ho menatap kaca spion dan fokus mengemudi. Dari kaca itu terpantul ekspresi wajah Rowan yang kacau. Ho menghela napas. "Tidakkan anda berpikir anda akan memiliki anak rahasia bersama Nona?"
"Aiden?"
"Bukan tidak kebetulan, kalau usia Aiden hampir setara dengan usia perceraian kalian berdua."
Rowan terdiam, dia ingin menjawab lagi tau Ho sudah menghentikan mobil didepan sebuah rumah megah disana. "Kita sudah sampai Tuan Muda, setelah ini saya akan kembali untuk menyiapkan makan malam untuk Nona Aruna."
Rowan mengangguk, dia keluar dari mobil, tapi saat Rowan akan masuk ke dalam kediaman ayahnya itu, ia berjalan ke arah pintu mobil dan mengetuk kaca jendela pintu Ho.
Ho menurunkan kaca jendela itu dan melirik Rowan. "Ada apalagi Tuan Muda?"
"Tentang ucapanmu barusan, bisakah kau membantuku mencari tahu? Tentang siapa ayah biologis Aiden."
Ho menghela napas dan mengangguk. "Saya akan berusaha Tuan Muda, karena kebahagiaan Tuan Muda adalah prioritas saya."
—
PLAK! BRAK! PLAK!
"Hentikan, sampai kapan kamu ingin menyiksa putrimu?" Laura—Ibu Aruna berjalan memeluk Aruna dan menatap tajam Gantara—suaminya. "Hari ini adalah hari ulang tahun dua puluh tahunnya, dia akan tampil di hadapan parah tamu, apa kata mereka jika melihat lebam di wajahnya?"
"Diam!" Gantara menyeret tubuh Laura menjauh dan mencekik leher Aruna. "Ini sudah dua tahun sejak kau seharusnya sudah bisa dijual demi keberlangsungan hidup keluarga, tapi kau selalu menghindar dan membuat calon Tuan Muda yang ingin membelimu menjauh semua."
"Maafkan aku Ayah—" jawab Aruna terbata-bata dan menahan sakit di lehernya. "Aku akan melakukannya dengan baik hari ini."
Keluarga Gantara memang memiliki sebuah keharusan dimana sebagai keluarga yang bergantung kepada investor, Gantara harus menjadikan wanita dalam keluarganya sebagai alat jual beli.
Contohnya Laura—Istrinya, entah sudah berapa kali Laura dijual sebagai partner swing kepada konglomerat lain meski statusnya istri Gantara sampai pada puncaknya hasil partner swing itu melahirkan Aruna.
Aruna yang bukan anak kandung Gantara diperlakukan kasar dan tidak dianggap, Aruna memang sudah menyadari satu hal bahwa perempuan, baik dia dan maupun ibunya hanya budak di mata Gantara.
Tapi tidak pernah ada sekalipun kesempatan untuk dia berlari menjauh dari semua siksaan itu tidak ada satupun keberanian dalam dirinya.
"Malam ini, akan ada Tuan Muda Rowan dari Keluarga McLane jika dia menyukaimu mungkin kalian bisa menikah dan McLane akan mendanai perusahaan kita selama pernikahan kalian."
Gantara melepas cekikan dari leher Aruna membuat Aruna terjatuh ke lantai. "Berdandanlah yang cantik, dan jika ada yang bertanya tentang lebam-lebammu, buatlah alasan yang bagus!" Gantara mencengkram dagu Aruna keras sehingga menciptakan jejak merah disana.
Malam itu, pesta ulang tahun Aruna, harusnya ini hari bahagianya tapi pesta itu hanya topeng dari alasan karena pada dasarnya malam itu Aruna sedang di obral harga dirinya.
"Jadi kau Nona Muda itu?"
Aruna membalikkan badan. "Tuan Rowan?"
"Cukup menarik kau akan menikah denganku?"
Aruna menunduk memberi salam. "Saya akan melakukannya dengan baik."
Rowan tertawa. "Kau sangat lucu, wanita yang diperlakukan sebagai ja-lang oleh keluarganya mencoba professional."
Aruna tersinggung. "Jangan hanya karena Tuan akan membeli saya, Tuan berhak mengatakan hal seperti itu!"
"Oh yah? Jadi apa yang kau inginkan."
Rowan berjalan ke arah Aruna dan mengusap wajahnya. Aruna memegang tangan Rowan dan tersenyum. "Jaminkan kepada diriku satu hal."
"Apa?"
"KEBEBASAN!" bisik Aruna kepada Rowan.
"Lucu, kau hanya burung disangkar emas!"
"Aku bukan burung!" teriak Aruna kesal. Rowan mengangkat alis. "AKU JUGA INGIN HIDUP NORMAL, BUKAN MAUKU MENJALANI HIDUP BEGINI!"
"TIDAK!" Aruna berteriak lantang, ia terbangun dari tidurnya keadaan sudah malam saat ia melirik ke jendela.
Aruna mengusap wajahnya berusaha menetralkan pikiran atas kejadian masa lalu yang hadir di mimpinya.
"Kenapa bisa aku memimpikan kejadian kelam itu?" Aruna memeluk lututnya. "Aku juga tidak ingin hidup begini."
—
FYI: Aruna ini udah kena mental illness cuma dia bertahan karena Aiden, bayangin dari kecil dibesarkan hanya untuk dijual, belum siksaan dari Gantara, ga cuma fisik tapi juga batin, jadi yah ofcourse, Aruna ga sesempurna itu.
;)
Ditunggu crazy up'nya thor
up yg banyak dong thorr,
apa itu??????
orang pertama yang mendengar kan Aiden bicara adalah Daddy nya...
mempermainkan pernikahan...padahal dia sudah meniduri Aruna...
semoga hasilnya memuaskan...💗