Muslimah Tangguh Untuk Sang Mafia

Berat, Excel menatap Rere kemudian berganti pada Azzura yang persis masih ada di hadapannya. Walau hanya diam, dari cara Azzura menatapnya, wanita itu terlihat jelas menaruh tanya kepadanya.

Menatap Azzura dengan tatapan berat, Excel berkata, “Saya kakaknya Rere. Jika kamu ingin melaporkan penemb4akkan itu, ....” Ia tak kuasa melanjutkan ucapannya. Namun tanpa bisa dihentikan, ia mengakhiri tatapan terkejut dari seorang Azzura kepadanya. Azzura sudah langsung mundur teratur, tapi tatapan Excel juga sudah telanjur fokus menatap kedua mata Rere. Kedua mata Rere sudah langsung sibuk gemetar hanya karena apa yang ia katakan barusan kepada Azzura.

“M-mas Excel kakaknya Rere?” batin Azzura benar-benar terkejut. Ia terlalu syok mengetahui jati diri laki-laki yang ia ajak menikah ternyata malah kakak dari wanita yang menginginkan nyawa Azzura!

Lebih terkejutnya lagi, tangan kanan mas Aidan dengan sigap merangkul punggung Azzura hingga wanita itu berhenti mundur. Azzura berangsur menoleh, menatap mas Aidan yang ia pergoki masih fokus menatap apa yang ada di depan mereka. Karena di depan mereka, Excel yang fokus menatap kedua mata Rere, memberikan ponselnya kepada Tuan Maheza. Ponsel yang Excel menggunakan tangan kanan, layarnya dalam keadaan menyala.

“Malam yang harusnya menjadi malam pertama mbak Azzura dan Cikho, ... Rere menghubungiku, persis seperti yang dia kirimkan lewat pesan tulis WA!” ucap Excel tak bersemangat. Sebab membongkar kebu*sukkan Rere bukanlah hal yang ia inginkan. Namun karena Rere terus menyer4ng Azzura padahal ia sudah berulang kali mengingatkan, ... Excel benar-benar tidak memiliki pilihan lain.

Ibu Aleya buru-buru mendekati sang suami. Tangan kanan sang suami yang gemetaran memegang ponsel Excel, sudah melepaskan ponsel Excel begitu saja. Beruntung, ibu Aleya sudah langsung bisa menangkap ponsel Excel. Walau baru menyimak sebagian pesan yang Rere kirimkan kepada Excel, ia sudah limbung karena nyawanya seolah dicabut dengan paksa. Terlebih dari pesan-pesan yang Rere kirimkan kepada Excel, sudah terlihat jelas kebencian Rere kepada Azzura. Bisa jadi, dari awal pun sebenarnya Rere sudah mengincar Cikho hingga Rere begitu sibuk berusaha menyingkirk4n Azzura.

Tatapan marah ibu Aleya yang juga basah kepadanya, membuat Rere berhenti bersandiwara. Rere terdiam tegang tanpa berani menatap ibu Aleya yang tengah melangkah cepat menuju keberadaannya. Baru saja, tangan kanan wanita itu menampa4rnya dengan kejam.

Semuanya sudah langsung syok, termasuk juga Excel yang memutuskan memejamkan kedua matanya. Ia tak sanggup melihat sang adik dihakimi. Ia bahkan sampai menitikkan air mata. “Jika aku tidak bisa mendidikmu, biarkan orang lain yang melakukannya!” batin Excel.

“Sehina ini kamu, hingga kamu menghalalkan segala cara untuk terus melukai Azzura. Baiklah kalau ini mau kamu, sampai kapan pun, sampai Cikho masih tidak berguna, sampai Cikho benar-benar lepas dari kamu, ... HARAAAAM baginya menginjakkan kaki di rumah kami dan semua usaha kami! Sampai kapan pun Cikho tidak bisa menjadi bagian dari kami jika dia belum bisa memperbaiki kualitas hidupnya!” tegas ibu Aleya yang kemudian buru-buru pergi dari sana. Ia menggandeng sang suami, kemudian memberikan ponsel Excel kepada mas Aidan.

“Kirim itu sebagai bukti ke polisi. Sudah selayaknya wanita krimin4l seperti dia dipenjara. Dia pantas dihukum berat!” ucap ibu Aleya yang kemudian menjadi berlinang air mata ketika menatap Azzura. Namun, ia memilih pergi dari sana sambil mendekap erat tubuh suaminya kemudian membenamkan wajah di dada Tuan Maheza yang juga sudah langsung sigap membalasnya.

“Aku benar-benar enggak pernah menyangka, aku akan ada di posisi ini,” batin Azzura yang kemudian melongok ponsel Excel di tangan kanan mas Aidan. Kakaknya itu sedang membaca setiap pesan di ruang obrolan Excel dan Rere karena saat diberikan kepada mas Aidan, ruang obrolan yang belum dibersihkan itu malah memuat obrolan lebih terdahulu. Yang mana dari semua pesan di sana, isinya penuh dengan permintaan uang dari Rere. Rere terus minta ditransfer uang dengan jumlah tidak sedikit.

“Pantas biaya hidup mas Excel begitu banyak hingga beliau nekat jadi mafi4, ternyata ada penyedot penghasilan yang bahkan hidup sekaligus aktif sekelas Rere,” batin Azzura sambil melirik tak habis pikir Rere. “Kamu sampai memfitnahku sedang hamil? ... kamu bilang, aku wanita kampung yang modal hamil demi menikahi suamimu? HALU!” lantangnya sengaja mengajak Rere berbicara, tapi wanita itu langsung menepisnya dengan lirikan sinis.

Tanggapan sinis Rere membuat Azzura muak. Ia refleks tersenyum sinis. “Kamu bahkan sama sekali enggak merasa bersalah? ... benar-benar psikopat!”

“Seorang psikopat tidak bisa dipenjara. Kamu tahu itu!” tegas Rere sambil menatap marah Azzura.

“Kata siapa? Kita lihat saja nanti, ... kita lihat setelah ini. Kali ini aku benar-benar tidak akan tinggal diam!” tegas Azzura walau ia masih berucap lirih. Kemudian, tatapannya tertuju kepada Cikho. “Kalian memang secocok ini. Pantas kalian sampai jodoh! Jodoh ibarat cerminan diri, kamu tahu itu!”

“Enggak usah merasa diri kamu paling suci!” lantang Rere mirip orang kesurup4n. Semua laki-laki di sana langsung syok, menatap tak habis pikir Rere.

“Aku memang enggak pernah merasa diriku suci apalagi paling suci. Namun daripada kamu, jelas aku jauh lebih baik!” ucap Azzura benar-benar santai karena terbongkarnya kebusukk4n Rere sudah langsung membuatnya lega. Masalah dipenjara tidaknya urusan nanti, walau ia yakin, Rere akan tetap merasakan dinginnya tinggal di balik jeruji besi.

“Sekarang juga, Mas akan langsung menyiapkan laporan agar kasus ini segera diurus.” mas Aidan berangsur mengalihkan tatapannya dari Azzura untuk menatap Cikho. “Pasangan yang baik tidak akan pernah meninggalkan pasangannya terlebih jika pasangannya sedang terpuruk. Anggap saja ini juga buah dari hubungan kalian!” tegasnya.

Mas Aidan sudah langsung merangkul Azzura, membawa sang adik pergi dari sana. Ia sama sekali tidak tahu jika kedua mata adiknya menatap berat, tak rela melepas punggung Excel yang mereka tinggalkan.

Diperlakukan layaknya sekarang, Rere benar-benar dendam. Khususnya kepada Excel yang masih ia tatap lurus di tengah kedua tangannya yang mengepal kencang.

“Cepat turun, ... kita pulang! Karena semakin lama kamu di sini, aku tidak yakin masih bisa membayar biayanya. Aku ... aku bahkan tidak yakin masih bisa percaya kepadamu setelah apa yang terjadi,” ucap Cikho yang kemudian pergi meninggalkan sang istri. Ia terlalu syok karena walau ia tidak membaca pesan Rere kepada Excel secara langsung, sudah bisa ia pastikan, Rere lebih bus*uk dari bangk4i!

Rere berangsur duduk. Ia masih duduk selonjor di tengah tatapannya yang benar-benar ingin menghabis1 Excel. “Tega kamu! Bi4dab! Aku pastikan, ini juga akan menjadi bagian dari penyesalan terbesarmu, Kak!” tegasnya, tapi tak beda dengan Cikho, Excel juga sudah langsung meninggalkannya.