18+
Ikatan yang terjalin karena sebuah fitnah, membuat Karenina terpenjara oleh cintanya, hingga ia memutuskan untuk menjadi selingkuhan suaminya sendiri.
Penyamaran yang begitu apik, dan sempurna, sehingga sang suami tidak menyadari kalau ternyata, wanita lain dalam rumah tangganya adalah istri sahnya.
"Kau yang mengurus segala keperluanku, dan saat kau memutuskan untuk pergi, ada ketidak relaan dalam hatiku, namun aku tak bisa mencegahmu.
Hidupku kacau tanpamu, rapuh porak poranda" DANU ABRAHAM BUANA
"Anna Uhibbuka Fillah Lillah..., itu sebabnya aku menjadi orang bodoh, bertahan hampir dua tahun untuk mengabdikan diriku pada suami yang tidak pernah membalas cintaku" KARENINA LARASATI ARIFIN
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 29
Laki-laki itu menemukan sebuah cincin yang pernah ia berikan pada wanita selingkuhannya.
"Cincin ini sangat mirip dengan cincin yang aku berikan pada Nesa" gumamnya lirih. Ia mencermati lebih dalam lagi cicin yang berada di tangannya.
Dia ingat betul dengan benda yang ia beli, beserta kalung dan juga jam tangan.
"Kenapa ada di kamar Nina?" Apa dia juga memiliki cincin yang sama seperti milik Nesa pemberian dariku?"
Tiba-tiba terdengar suara pintu di ketuk."Pak Danu, sudah di tunggu sama pak Rio" ucap seseorang di balik pintu kamar sesaat setelah mengetuknya.
Danu memasukan penemuannya ke dalam laci nakas samping tempat tidur, dengan cepat ia menyambar tas kerja berisi baju ganti di ranselnya. Dia akan pergi ke semarang selama 3 hari untuk urusan bisnis.
🌸
🌸
Di tempat Lain Nina berusaha tegar menjalani kehidupan di masa-masa sulitnya, untung saja ada Irma yang menemani serta memberi kekuatan padanya.
Menarik selimut hingga sebatas dada, tangan kanannya mengusap lembut perut yang sudah sedikit membesar.
Ia meraih gawai di samping tubuh yang ia baringkan di atas kasur, lalu jarinya mencari kontak bernama Haidar di ponselnya. Segera ia menekan tombol dial. Tidak menunggu lama, sang kakak menjawab panggilannya.
"Mas, bagaimana kabar mas?" tanya Nina setelah menjawab salam sang kakak di balik telfon.
"Alhamdulillah baik, kamu sendiri bagaimana?"
"Alhamdulillah baik juga mas, yang lain gimana, abi, umi, mba Dini, dan Aira?"
"Kamu jangan khawatir, mereka juga baik-baik saja. Urusanmu di jakarta bagaimana?, pekerjaanmu?"
"Bosku baik mas, pekerjaan sangat lancar, aku sering dapat bonus dari bosku karena berhasil membuat rancangan gaun yang sangat bagus"
"Kamu tidak merindukan abi dan umi?"
"Rindu mas, tapi aku masih mau menenangkan diri, karirku di sini sedang bagus-bagusnya, aku ingin mewujudkan cita-citaku menjadi desainer hebat"
"Setidaknya pulanglah sebentar temui abi dan umi"
"Sudah ku bilang tadi mas karirku sedang memuncak, aku tidak bisa meninggalkannya" Sebenarnya, itu hanyalah alasan Nina sebab dia masih belum siap untuk menceritakan kondisi kehamilannya saat ini.
Setelah puas bercerita pada kakaknya, Nina merasa lebih baik, dia meminta sang kakak untuk tidak menceritakan apapun kondisi di rumah apalagi Danu, Nina sama sekali tidak ingin tahu tentangnya. Sudah di pastikan Danu akan marah jika tahu mengenai rahasianya. Dan Nina tidak ingin memikirkan permasalahannya sampai ia melahirkan.
Angin malam yang berhembus semakin dingin, pancaran AC yang mengenai tubuhnya, membuat Nina menarik salimut hingga menutupi leher, menyembunyikan kedua tangan di balik selimut tebalnya.
***
Butik selalu ramai di hari minggu, kesempatan Nina berlibur di hari biasa, ia gunakan untuk pergi ke dokter mengecek kandungannya yang sudah berusia hampir enam bulan. Dokter mengatakan bahwa bayi yang di kandung dalam keadaan sehat, dan berjenis kelamin laki-laki.
Sepulang dari rumah sakit, Nina mengganti bajunya dengan daster selutut yang membuatnya nyaman. Dia tidak pernah memakai hijabnya saat berada di dalam rumah, toh tidak ada laki-laki yang melihat auratnya.
Udara yang sangat panas di jakarta, membuat kulitnya sering merasa gatal saat berkeringat. Nina meraih tasnya, mengeluarkan foto USGnya dengan tampilan empat Dimensi. Dia sangat bahagia mengandung anak dari suaminya yang sangat ia cintai, dan tidak menyangka akan menjadi seorang ibu di usianya yang sebentar lagi menginjak di angka dua puluh tiga tahun. Andai orang tua Danu tahu, pasti mereka akan sangat bahagia, karena cucu darinya, sangat di nanti-nantikan.
Tangannya mengelus foto itu, buah hati hasil dari hubungan gelapnya. Lucu memang, mengandung dengan selingkuhannya yang tak lain adalah suami sahnya sendiri, Nina mengulum senyum mengingat kegilaannya, menyamar sebagai wanita lain untuk menggoda sang suami.
Sejenak ia memutar kembali ingatannya tentang USG yang di lakukan tadi siang. sang dokter mengoles gel khusus di permukaan perutnya. Gel yang berfungsi untuk membantu menghantarkan gelombang suara, sehingga gambaran janin lebih mudah tertangkap. Setelahnya dokter melakukan pemindaian dengan alat transduser yang di gerakan memutar di atas perut untuk merekam aktivitas janin. Nina di buat takjub saat melihat layar monitor yang menampilkan calon anaknya, sekejap ia menyaksikan bayinya menguap.
"Masya Allah" gumam Nina.
Gatal kembali ia rasakan di area perut, namun ia tak pernah menggaruknya, hanya memberi usapan lembut dan mengoleskan sebuah cream pemberian dokter. Dia merasakan gerakan di perutnya, membuat Nina tersenyum lalu tatapanya mengikuti gerakan itu, tangannya tak kalah sigap mengusap pada bagian perut yang tampak sedikit menonjol.
"Sehat-sehat ya sayang, jadi anak sholeh dan cerdas, yang selalu membanggakan orang tua di dunia, dan bisa menjadi kebahagiaan di akherat, oh iya bunda juga pengin kamu jadi hafiz Qur'an seperti kakek Arifin"
Saat sedang melakukan sesi mengobrol dengan calon anaknya, terdengar suara salam dari Irma, Nina yang sedang di dalam kamar, menjawabnya dengan sedikit berteriak lalu beranjak dari tempat tidur.
"Nin, aku bawa pizza nih"
"Waahh enak ni, aku buka ya"
"Bukalah, aku memang membelinya untukmu" Irma melepas sepatunya lalu berjalan ke dapur untuk mencuci tangan. "Gimana periksa kandungannya?" lancarkan?"
"Lancar" Nina menjawab dengan mulut terisi pizza "Kata dokter anaknya laki-laki"
"Oh iya, pasti ganteng seperti papanya" sahut Irma lalu meraih satu potong pizza dan menyuapkannya ke mulut "Sehat kan Nin?"
"Alhamdulillah sehat"
"Nin"
"Ada apa?" Nina merasakan perubahan pada wajah Irma yang terlihat sendu, sahabatnya tampak mengerucutkan bibirnya.
"Bulan depan magangku selesai, aku akan melanjutkan kuliahku, dan menyelesaikan skripsiku, setelah itu aku akan bekerja di perusahaan tempatku magang"
"Itu bagus, kenapa kamu sedih" Nina mengangkat satu alis lalu menatap Irma dalam-dalam.
"Apa kamu pura-pura tidak tahu? Aku akan pulang itu artinya kamu akan sendirian di sini"
"Kamu jangan khawatir, aku berencana mencari ART untuk menemaniku di sini"
Irma melemparkan sorotan mata tajam pada Nina "Kenapa kamu tidak memberitahu keluargamu saja?"
"Aku belum siap Ir, aku masih sangat takut dengan kebencian mas Danu, aku benar-benar belum siap". Nina menjeda kalimatnya sejenak mengatupkan bibirnya "Plis jangan katakan apapun nanti pada orang tuaku"
"Sampai kapan kamu akan menyembunyikan keadaanmu dari mereka, kamu jangan melulu memikirkan kebencian Danu, pikirkan juga nasib anakmu"
Nina memegang tangan sahabatnya erat.
"Nanti kalau aku sudah siap, aku akan mengatakan semuanya" Sahut Nina mencoba menenangkan sahabatnya. "Oh ya, hari minggu temani aku melihat rumah yang akan aku beli ya, aku tunggu sepulang kantor di butik tempatku bekerja"
"Apa? kamu mau beli rumah? kamu punya uang?" Irma terkejut mendengar ucapan Nina yang akan membeli rumah. Ia langsung melempar rentetan pertanyaan.
"Insya Allah, aku masih menyimpan uang sisa nafkah dari mas Danu sebesar 600 juta, dan rumah yang kubeli kebetulan dekat dengan butiknya, harga rumahnya hanya 450 juta. Gajiku selama ini juga sebagian aku tabung, cukuplah buat biaya lahiran nanti dan bayar ART"
Irma diam mencerna kalimat Nina.
"Nanti pas kamu kesini lagi, kamu tidak perlu mengontrak, kamu bisa tinggal di rumahku Ir"
Irma merangkul sahabatnya "Nin apapun keputusan kamu, aku menghargaimu, tapi tolong selalu jaga dirimu sendiri dan anakmu, aku akan tutup mulut tentangmu dari abi dan umi"
"Kamu jangan terlalu mencemaskannya" sahut Nina, abi dan umiku orangnya sangat sibuk, selain mengurus ponpesnya, beliau sering pergi-pergi menghadiri undangan dakwahnya, kamu cukup doain aku, suatu saat, setelah aku sukses, aku akan mengatakan semuanya, pada orang tuaku, mas Danu, serta orang tua mas Danu"
Mereka mengurai pelukannya "aku akan selalu mendoakanmu" ucap Irma lalu mengelus perut Nina "Jangan sedih boy, kamu punya dua ibu, ibu Nina, dan ibu Irma. Jangan buat ibu Nina sedih ya, ibu Irma akan merawatmu juga nanti. Saat ibu kembali lagi, kamu sudah ada di Dunia"
Nina menyunggingkan senyum mendengar sahabat baiknya bermonolog dengan bayinya.