Ferdi Nichol Aditya Atmaja, seorang pria tampan berusia 27 tahun. Sangat suka meledek temanya Nova, yang kecanduan membaca novel online.
Bagi Ferdi cerita novel online yang dibaca oleh Nova sangatlah basi. Berbicara seputar perempuan miskin yang dinikahi oleh CEO dengan jalur di lecehkan terlebih dahulu.
Ferdi menilai itu semua adalah sebagai bentuk merendahkan kaum wanita. Ia mengkritik hampir semua novel online yang Nova baca. SAMPAI KEMUDIAN HIDUP FERDI BERUBAH SEPERTI CERITA NOVEL ONLINE.
Ya, ia diminta oleh ayahnya untuk menyelamatkan perusahan keluarga mereka. Dengan menikahi seorang janda kaya beranak tiga. Tentu saja Ferdi menolak, namun keadaan semakin hari semakin menghimpit.
Hingga akhirnya memaksa Ferdi untuk menempuh jalan itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pratiwi Devyara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kelas Belajar
Ferdi mengikuti kelas yang telah di tetapkan Jeffri dan juga Adrian. Kelas tersebut adalah kelas pembelajaran untuk mengetahui seluk beluk perusahaan Jeffri.
Hal ini dimaksudkan agar kelak Ferdi lebih gampang merayu Clara untuk berinvestasi dan menyelamatkan perusahaan tersebut.
Ferdi kini melangkah ke sebuah ruangan di kantor sang ayah, dimana sudah ada seseorang yang menunggu disana. Yakni John Panggabean, orang kepercayaan Jeffri yang akan segera menjadi mentor bagi Ferdi.
"Om."
Ferdi melangkah mendekat secara perlahan. Sejak kecil ia memang takut pada sosok John yang terkenal galak. Ferdi berteman dengan salah satu anak John dan di masa SMP-SMA kerapkali tingkah mereka mengundang kemarahan dari John.
"Duduk!" perintah John pada Ferdi.
Ferdi pun lalu duduk di hadapan pria itu.
"Kamu baca buku-buku ini!"
John menyinggung tumpukan buku setinggi gunung yang semula dikira Ferdi sebagai hiasan.
"Se, sebanyak ini om?" tanya Ferdi dengan ekspresi yang tercengang.
"Iya, kamu harus baca dan pahami semuanya." jawab John.
"Anjir." Ferdi mengumpat, namun kemudian matanya bertemu dengan mata pria itu.
"I, iya om." ujarnya kemudian.
Ferdi lalu mengambil buku-buku tebal tersebut secara random dan mulai membacanya. Satu dua lembar ia nyaman, namun memasuki lembar berikutnya ia mulai merasa bosan.
"Hhhh."
Ferdi menghela nafas agak kesal, namun kemudian ia sadar jika John masih ada di hadapannya. Ia pun lalu berpura-pura menikmati bacaan tersebut.
***
"Gue tuh masih bingung gimana caranya kasih pengertian ke anak-anak."
Clara akhirnya curhat pada kedua temannya, yakni Friska dan Valerie. Perihal bagaimana caranya memberitahu anak-anak jika ia harus menikah lagi.
"Ya lo coba ngomong aja, bilang ke mereka lo butuh pendamping." ucap Valerie.
"Udah, Val. Tapi tuh mereka nolak. Apalagi anak pertama dan kedua gue." jawab Clara.
"Masalahnya gue nggak bisa ngasih tau soal alasan sebenarnya. Bahwa gue menikah karena butuh untuk mengembalikan perusahaan. Kalau itu gue bilang ke mereka, gue takut anak-anak gue akan tumbuh jadi orang yang meremehkan pernikahan nantinya."
"Kayaknya nggak bakal kayak gitu deh." ucap Friska.
"Tapi iya juga loh, Fris. Kita nggak bisa sembarangan ngomong ke anak." timpal Valerie.
"Bisa-bisa mereka nanti jadi salah persepsi." lanjut perempuan itu.
Ketiganya sama-sama menghela nafas panjang lalu diam dan berpikir.
***
"Hoahm."
Ferdi sudah sangat mengantuk sekali, namun mata John masih saja terjaga mengawasinya. Hanya ada sedikit waktu Istirahat bagi Ferdi, itu pun dipakai untuk makan.
Saat ini seluruh orang di kantor sudah pulang. Kecuali mereka berdua dan Jeffri yang tengah mengurus pekerjaan di ruang kerjanya.
"Om, Ferdi ngantuk om."ujarnya kemudian.
"Nggak ada yang boleh pulang sebelum saya suruh."
Ferdi pun hanya bisa berpasrah diri, meski sejatinya ia begitu kesal. Ia terus saja membaca meski di matanya bacaan tersebut lebih mirip cacing yang tengah berjalan-jalan.
"Taaak."
John meletakkan gelas bekas ia minum kopi ke atas meja, seusai menyeruput sisa terakhir dari minuman tersebut. Kemudian pria itu beranjak menuju ke toilet.
Ferdi tak menyia-nyiakan kesempatan. Ketika John telah menutup pintu toilet, maka ia pun langsung kabur.
"Byuuur."
Ia tiba di bawah dalam waktu yang sekejap dan langsung masuk kedalam mobil. Kemudian ia langsung menghidupkan mesin lalu tancap gas.
"Ngapain sih papa, kurang kerjaan banget elah. Pake nyuruh belajar sama John segala lagi. Udah tau orangnya model begitu." gerutu Ferdi.
Pemuda itu terus menyusuri jalan demi jalan, sampai kemudian ia merasakan lapar di perutnya.
"Haduh laper lagi gue, makan dulu aja kali ya?."
Ferdi melihat-lihat di sepanjang jalan yang ia lewati, kalau-kalau ada pedagang yang menjajakan makanan. Semua yang berjejer kebanyakan angkringan atau warkop tenda. Namun kemudian Ferdi menemukan warung pecel lele.
Ia pun lalu mampir ke warung tersebut dan memesan. Sambil menunggu ia duduk di bangku plastik seraya membuka game mobile legends di handphone.
"Apa pendapat om soal orang yang solo lord pake Estes?"
Seorang anak di sebelah yang juga tengah bermain mobile legends bertanya pada Ferdi. Ia mempertanyakan perihal orang yang mengunakan salah satu hero support, lalu menghabisi lord dalam permainan itu dengan menggunakan Hero tersebut.
Estes sendiri merupakan peri yang kekuatannya bisa membantu dan menjaga energi sekitar agar tetap stabil, tetapi bukan untuk fight one by one.
"Itu sih kurang kerjaan, tapi pemberani." jawab Ferdi sambil tersenyum.
Tadi ia ada diam sejenak sebelum akhirnya bersuara.
"Jadi kesimpulannya kita berani apa kurang kerjaan?" Anak laki-laki itu kembali bertanya.
"Berani mengakui kalau kita memang suka kurang kerjaan." ucap Ferdi.
Anak laki-laki itu kemudian tertawa. Tak lama pesanan Ferdi yang di bungkus itu pun jadi, kemudian Ferdi beranjak untuk pulang. Sebelum itu ia sempat menoleh pada si anak dan si anak tersenyum padanya.
Ferdi balas tersenyum kemudian pergi menuju mobil yang terparkir di pinggir jalan. Usai kepergian Ferdi, muncul seorang wanita yang mendekati si anak.
"Axel, mama lama ya?" tanya nya kemudian.
"Ah, nggak koq ma. Biasa aja." jawab anak itu.
"Makanannya udah jadi semua?"
"Udah ma, ini."
" Ya udah, kita bayar terus pulang yuk!" ajak wanita itu kemudian.
Si anak mengangguk, sang ibu lalu membayar makanan yang telah mereka beli. Tak lama berselang mereka pun meninggalkan tempat itu.
***
Ferdi tengah makan di meja makan, ketika ia mendengar suara seperti mobil tiba di depan. Ia membawa piring berisi makanannya menuju ke atas dengan terburu-buru.
"Ferdi."
Jeffri masuk lebih cepat dari perkiraan matematika di otak Ferdi. Mau tidak mau pemuda itu pun menghentikan langkah.
"Haduh." ujar Ferdi seraya memejamkan matanya sejenak.
"Kenapa tadi kabur saat belajar?" tanya Jeffri.
"Bosen, pa."
Ferdi menjawab seraya mengambil langkah seribu dan kabur menuju ke atas. Sementara Jeffri hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mengelus dada.
"Kenapa pa?"
Tiba-tiba Frans muncul dari suatu arah dan bertanya pada Jeffri.
"Biasa, adek kamu. Papa suruh belajar sama om John malah kabur."
Frans mencoba tersenyum, sebab ada hal lain yang ingin ia sampaikan.
"Anaknya om Bayu tadi udah minta izin untuk bawa mobil kita yang Ferarri, pa."
Frans berkata dengan nada yang penuh rasa tidak enak. Tetapi ia harus mengatakan hal tersebut, sebab mobil itu sudah di beli dan pihak pembeli sudah akan membawanya pulang.
"Oke." jawab Jeffri kemudian.
Frans menatap ada sebuah ketidakrelaan di mata sang ayah, namun Jeffri masih berusaha untuk jadi setegar mungkin dihadapan Frans.