"Satu detik di sini adalah satu tahun di dunia nyata. Beranikah kamu pulang saat semua orang sudah melupakan namamu?"
Bram tidak pernah menyangka bahwa tugas penyelamatan di koordinat terlarang akan menjadi penjara abadi baginya. Di Alas Mayit, kompas tidak lagi menunjuk utara, melainkan menunjuk pada dosa-dosa yang disembunyikan setiap manusia.
Setiap langkah adalah pertaruhan nyawa, dan setiap napas adalah sesajen bagi penghuni hutan yang lapar. Bram harus memilih: membusuk menjadi bagian dari tanah terkutuk ini, atau menukar ingatan masa kecilnya demi satu jalan keluar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr. Awph, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28: Antrean Panjang Para Pendosa
Pintu kayu itu terbuka perlahan dan aroma dupa yang sangat kuat menyengat hidung mereka saat mereka melihat ribuan jiwa sedang berbaris di depan meja kasir. Namun yang membuat jantung Baskara nyaris berhenti adalah melihat salah satu dari jiwa yang mengantre itu memiliki wajah yang sangat mirip dengan dirinya sendiri namun dalam kondisi tubuh yang sudah tercabik-cabik secara terus-menerus.
Baskara mencoba mendekati barisan itu untuk memastikan penglihatannya namun langkah kakinya tertahan oleh seorang penjaga bertubuh besar yang kepalanya adalah bongkahan batu karang yang tajam. Penjaga itu memegang sebuah cambuk yang terbuat dari rangkaian gigi taring binatang buas yang masih mengeluarkan tetesan bisa berwarna hijau pekat secara berulang-ulang.
"Jangan pernah memotong barisan kecuali kamu ingin jiwamu dijadikan pupuk untuk kebun bunga bangkai di belakang pasar ini!" gertak penjaga kepala karang itu dengan suara yang menggetarkan lantai kayu.
Arini segera menarik lengan Baskara ke balik sebuah pilar yang terbuat dari tumpukan peti mati yang sudah sangat lapuk dan sangat rapuh. Ia menunjuk ke arah meja kasir di mana seorang wanita tanpa kelopak mata sedang mencatat setiap dosa pengunjung menggunakan pena yang terbuat dari tulang jari anak kecil secara terus-menerus.
"Baskara, lihatlah orang yang sedang dilayani itu, dia menukar seluruh ingatan tentang keluarganya hanya demi sekeping koin tembaga berkarat," bisik Arini dengan nada penuh kengerian.
Baskara melihat seorang pria tua menangis histeris saat wanita tanpa kelopak mata itu mencabut seberkas cahaya putih dari kening sang pria menggunakan tang penjepit besi. Pria itu seketika berhenti menangis dan berjalan pergi dengan pandangan mata yang kosong seolah ia tidak pernah mengenal arti rasa cinta atau rasa rindu secara berulang-ulang.
"Kita harus mendapatkan informasi tentang letak gerbang jantung hutan tanpa harus menukar ingatan atau bagian tubuh kita," ucap Baskara sambil memeriksa sisa perlengkapan di dalam tas ranselnya.
Baskara menemukan sebuah lencana perak milik komandan tim penyelamat yang pernah hilang puluhan tahun lalu di wilayah Alas Mayit ini secara tidak sengaja. Lencana itu memancarkan aura kepemimpinan yang sangat kuat dan sepertinya memiliki nilai yang sangat tinggi di mata para penghuni pasar yang selalu haus akan kekuasaan secara terus-menerus.
Ia memutuskan untuk melangkah keluar dari bayangan pilar dan berjalan menuju meja kasir utama dengan langkah yang sengaja dibuat sangat tegas layaknya seorang pemimpin besar. Para jiwa yang sedang mengantre memberikan jalan karena mereka merasakan tekanan energi yang berasal dari lencana perak yang kini digenggam erat oleh Baskara secara berulang-ulang.
"Aku datang bukan untuk menjual jiwaku, melainkan untuk menuntut informasi sebagai pemegang amanah dari penguasa masa lalu!" seru Baskara sambil meletakkan lencana perak itu di atas meja kasir.
Wanita tanpa kelopak mata itu berhenti menulis dan perlahan mengangkat wajahnya untuk menatap lencana tersebut dengan lubang matanya yang dipenuhi oleh ulat sutra berwarna hitam. Ia menyentuh permukaan lencana itu dengan jari-jarinya yang sangat panjang hingga timbul suara desis api yang membakar debu di sekitar meja secara terus-menerus.
"Lencana ini milik sang pengkhianat yang dulu pernah mencoba menutup gerbang Alas Mayit menggunakan darah dari ribuan saudaranya sendiri," ucap wanita itu dengan nada yang sangat dingin.
Baskara terkejut namun ia tetap berusaha mempertahankan ekspresi wajahnya yang tenang meskipun keringat dingin mulai membasahi punggungnya yang terluka secara berulang-ulang. Ia menyadari bahwa setiap informasi di pasar ini memiliki sejarah yang sangat gelap dan sangat berbahaya bagi siapa saja yang berani menyentuhnya secara terus-menerus.
"Apapun sejarahnya, lencana ini adalah kunci untuk memanggil sang penjaga pasar, dan aku menuntut untuk bertemu dengannya sekarang juga!" tantang Baskara dengan suara yang tidak bergetar sedikit pun.
Wanita itu tertawa lirih hingga ulat-ulat di lubang matanya berjatuhan ke atas meja dan mulai memakan kertas-kertas catatan dosa yang ada di hadapannya secara berulang-ulang. Tiba-tiba, lantai di bawah meja kasir itu terbelah dan muncul sebuah singgasana yang terbuat dari susunan tanduk rusa yang sangat bercabang dan sangat runcing secara terus-menerus.
Di atas singgasana itu duduk seorang pria dengan wajah yang separuhnya adalah tengkorak dan separuhnya lagi adalah wajah pemuda yang sangat tampan namun sangat pucat. Pria itu adalah Sang Penjaga Pasar, entitas yang mengontrol seluruh arus keluar masuknya informasi dan jiwa di wilayah terlarang ini secara berulang-ulang.
"Seorang manusia hidup yang berani menggertak kasirku menggunakan lencana sang pecundang, sungguh sebuah hiburan yang sangat jarang ditemukan," ucap sang penjaga sambil memainkan sebuah koin emas.
Arini segera berdiri di samping Baskara sambil memegang erat pangkal pedang peraknya untuk mengantisipasi jika sang penjaga pasar memberikan serangan mendadak yang sangat mematikan. Sang penjaga pasar hanya melirik Arini dengan tatapan meremehkan karena ia tahu bahwa kekuatan perak wanita itu tidak akan mampu menembus perlindungan gaib di pasar ini secara terus-menerus.
"Apa yang kamu inginkan dari tempat penuh penderitaan ini, wahai pemimpin tim penyelamat yang sudah kehilangan separuh anggotanya?" tanya sang penjaga dengan nada mengejek.
Baskara menatap tepat ke arah mata manusia milik sang penjaga dan meminta koordinat menuju jantung Alas Mayit di mana para entitas kuno sedang dipersiapkan untuk dibangkitkan secara berulang-ulang. Sang penjaga pasar terdiam sejenak lalu ia menawarkan sebuah kesepakatan yang sangat berisiko tinggi bagi keselamatan jiwa dan raga Baskara secara terus-menerus.
"Aku akan memberimu jalan, namun kamu harus memenangkan satu permainan melawan bayangan masa depanmu yang kini sedang berdiri di belakangmu!" perintah sang penjaga pasar.
Baskara menoleh dan melihat sosok yang sangat mirip dengannya namun mengenakan seragam tim penyelamat yang sudah sangat lusuh dan dipenuhi oleh lumut merah dari sumur jarum. Bayangan masa depan itu memegang sebuah senjata api yang ujung larasnya sudah bengkok namun tetap memancarkan hawa kematian yang sangat kuat secara terus-menerus.
Seketika itu juga, seluruh pengunjung pasar membentuk lingkaran besar untuk menonton pertarungan antara Baskara masa kini melawan Baskara masa depan yang penuh dengan kebencian. Baskara masa depan itu menarik pelatuk senjatanya hingga mengeluarkan peluru yang terbuat dari kristal dendam yang meledak tepat di depan dada Baskara secara terus-menerus.
Baskara terlempar menghantam pilar peti mati hingga hancur dan ia melihat bayangannya mulai berubah menjadi mahluk raksasa yang memiliki ratusan tangan yang memegang pisau bedah.