Elara, seorang ahli herbal desa dengan sihir kehidupan yang sederhana, tidak pernah menyangka takdirnya akan berakhir di Shadowfall—kerajaan kelabu yang dipimpin oleh raja monster. Sebagai "upeti" terakhir, Elara memiliki satu tugas mustahil: menyembuhkan Raja Kaelen dalam waktu satu bulan, atau mati di tangan sang raja sendiri.
Kaelen bukan sekadar raja yang dingin; ia adalah tawanan dari kutukan yang perlahan mengubah tubuhnya menjadi batu obsidian dan duri mematikan. Ia telah menutup hatinya, yakin bahwa sentuhannya hanya membawa kematian. Namun, kehadiran Elara yang keras kepala dan penuh cahaya mulai meretakkan dinding pertahanan Kaelen, mengungkap sisi heroik di balik wujud monsternya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tanty rahayu bahari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28: Pengorbanan
Gemuruh pertempuran di luar Kuil Mortis tiba-tiba berhenti. Pintu masuk yang gelap didorong terbuka oleh Kaelen.
Raja itu berdiri di ambang pintu, berselimut zirah tipis yang dia kenakan di balik jubah. Pedang besarnya terhunus, dan matanya memancarkan kemarahan murni.
Dia melihat pemandangan di dalam: reruntuhan kuil, mayat-mayat prajurit Vane, dan Elara yang berlutut di samping Vorian yang berlumuran darah.
"Elara!" Kaelen berlari, mengabaikan segala bahaya.
Elara bangkit dan berlari ke arahnya. Mereka berpelukan sesaat, pelukan lega yang putus asa.
"Kau baik-baik saja?" bisik Kaelen, mencengkeramnya erat.
"Aku baik-baik saja," kata Elara. "Tapi Vane kabur. Dia mencuri ramuan Sari Kehidupan dan Vorian terluka parah!"
Kaelen menoleh ke arah Vorian, yang menekan lukanya dengan tangan gemetar. Rasa bersalah menghantam Kaelen—dia terlambat.
"Dia menggunakan ramuan itu untuk mengisi kekuatannya!" Kaelen melihat botol yang pecah di lantai.
Tiba-tiba, tawa melengking memecah keheningan.
Duke Vane muncul dari balik bayangan, berjalan keluar dari terowongan tersembunyi. Dia tidak lagi pucat; kulitnya kini memancarkan cahaya ungu gelap. Di tangannya, dia memegang artefak baru yang memancarkan aura mengerikan.
"Terima kasih atas hadiahnya, Kaelen!" Vane berteriak, suaranya kini menggelegar dan bergema. "Kekuatan dari Sari Kehidupan dan racun purbaku! Aku tak terkalahkan!"
Vane mengacungkan botol Sari Kehidupan yang tersisa di tangannya—botol yang hanya berisi beberapa tetes emas.
"Aku akan menggunakan tetesan terakhir kebodohanmu ini untuk menghancurkanmu!"
Vane menyalurkan energi Void ke dalam botol itu. Cairan emas dan kegelapan bertabrakan di dalam kaca, menghasilkan ledakan energi yang Vane arahkan langsung ke Kaelen.
BLAST!
Kaelen mengangkat pedangnya dan menangkis serangan itu, tapi kekuatan Vane sekarang terlalu besar. Kaelen terlempar ke dinding, pedangnya terlepas dari tangannya. Dia ambruk di samping Vorian yang terluka.
"Ini dia akhirmu, Raja Duri!" teriak Vane.
Vane melangkah mendekat, tubuhnya diselimuti kabut hitam. Dia mengulurkan tangan ke arah Kaelen.
"Aku akan membunuhmu dengan racunmu sendiri! Dan kemudian, aku akan mengambil gadis penyembuh itu. Dia adalah mesin sihir yang sempurna!"
Elara melihat rasa sakit di mata Kaelen. Dia tahu kekuatan Kaelen lenyap. Kaelen tidak punya apa-apa lagi untuk melawan.
Elara teringat kata-kata di jurnal Vane yang Kaelen coba sembunyikan: Hanya pengorbanan jiwa murni yang dapat membalikkan prosesnya.
Dia tahu apa yang harus dia lakukan.
Elara berlari ke arah Kaelen. Dia menciumnya sekilas, ciuman perpisahan yang singkat namun penuh makna.
"Maafkan aku, Cintaku," bisik Elara. "Aku tidak akan membiarkanmu menjadi monster untuk melindungiku."
Kaelen terkejut. "Elara! Apa yang kau—TIDAK!"
Elara melompat mundur, menarik Sun-Stone dari lehernya. Dia menyalurkan seluruh kekuatannya, semua yang dia pelajari di Silverwood, semua yang dia simpan di dalam jiwanya, ke dalam kristal itu.
"Sihir Kehidupan adalah kekuatan paling purba," teriak Elara, matanya menyala dengan api zamrud.
Dia mengabaikan rasa sakit yang membakar di seluruh tubuhnya. Dia tidak hanya melepaskan energinya; dia melepaskan jiwanya.
Elara menjerit kesakitan saat sihirnya meninggalkan tubuhnya. Tubuhnya terasa hampa, dingin, dan kosong. Wajahnya yang cantik berubah pucat pasi, dan di kedua sisi rambutnya, dua helai rambut cokelatnya berubah menjadi putih salju—bekas luka kekal.
Dia mengarahkan tongkat peraknya ke arah Vane.
Bukan sebuah perisai. Bukan sebuah ledakan.
Elara menembakkan seberkas cahaya emas murni yang sangat terkonsentrasi—cahaya yang menembus pertahanan sihir Vane dan menyerang jiwanya secara langsung.
Cahaya itu mengenai Vane, membakar jubahnya.
Vane menjerit—jeritan yang tidak manusiawi. Itu adalah jeritan ribuan jiwa yang terikat pada kekuatan gelap.
"TIDAK! KEKUATANKU!"
Vane tersentak, energinya runtuh. Lapisan obsidian di kulitnya menghilang. Vane tersisa menjadi seorang pria tua yang pucat, wajahnya penuh horor. Dia tidak lagi menjadi Jangkar Sang Void. Kekuatan Mageia Vitae Elara yang murni telah menghancurkan ikatan sihir gelapnya.
Kaelen bangkit, memanfaatkan jeda waktu ini. Dia mencabut pedangnya dari lantai dan berlari ke arah Vane.
Vane yang lemah mencoba memohon. "Kaelen! Aku pamanmu!"
"Paman kandungku sudah mati sepuluh tahun lalu!" geram Kaelen.
Tanpa belas kasihan, Kaelen menghujamkan pedangnya.
Vane ambruk, tubuhnya terbakar menjadi abu hitam yang menghilang ditiup angin dingin kuil itu. Duke Vane, Sang Jangkar Void, telah tiada.
Kaelen tidak peduli pada kemenangan. Dia membuang pedangnya dan berlari ke arah Elara.
Elara berdiri mematung. Tongkat peraknya jatuh ke lantai dengan bunyi dentang. Kalung Sun-Stone di lehernya pecah berkeping-keping, kristal emasnya menjadi debu.
Elara ambruk.
Kaelen menangkapnya. Tubuhnya dingin, sangat ringan, dan napasnya hampir tidak ada.
"Tidak! Tidak! Elara!" Kaelen memeluknya erat-erat. Air mata yang sudah lama kering kini mengalir di wajah batunya. "Kau tidak boleh pergi! Kau berjanji akan kembali bersamaku!"
Dia merasakan kulit Elara yang dingin dan hampa, seperti kulit patung porselen. Dia telah memberikan segalanya.
Vorian merangkak mendekat, wajahnya penuh kesedihan. "Dia... dia membayar harganya, Yang Mulia. Dia membayar harga penawar itu."
Kaelen mengabaikan Vorian. Dia mencengkeram tangan Elara, menyalurkan sihirnya sendiri—sihir Void, sihir gelap, sihir kutukan—ke dalam tubuh gadis itu.
"Ambil! Ambil kekuatanku! Aku tidak peduli dengan kutukan ini!" Kaelen memohon.
Tapi sihir gelapnya hanya membuat tubuh Elara semakin dingin. Sihir gelap tidak bisa memberi kehidupan.
Kaelen merangkul tubuh Elara yang tak bernyawa ke dalam pelukannya, putus asa dan hancur. Dia telah memenangkan perang, tetapi dia kehilangan alasan mengapa dia bertarung.
"Aku mencintaimu," bisik Kaelen, mencium kening Elara yang dingin. "Tolong, jangan tinggalkan aku sendirian."
...****************...
BERSAMBUNG.....
Terima kasih telah membaca💞
Jangan lupa bantu like komen dan share❣️